Program Magang Palsu SMK ke Luar Negeri, Siswa Disekap Selama Dua Bulan
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia melakukan pendalaman terhadap kasus dugaan program magang palsu siswa SMK yang melibatkan sejumlah SMK di Kendal, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Dari penelusuran aparat atas program magang palsu siswa SMK ke luar negeri ini diketahui siswa sempat disekap selama dua bulan dan mereka dipekerjakan di tempat yang bukan seperti dijanjikan sebelumnya.
KPAI meminta agar SMK melakukan koordinasi dengan dinas pendidikan dan dinas tenga kerja di daerah dalam melakukan proses pengiriman siswa magang dari SMK ke luar negeri.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, di Jakarta, Kamis (12/4/2018), mengatakan, KPAI dalam pekan ini menurunkan tim ke Semarang untuk meminta klarifikasi dan penjelasan dari pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Tenaga Kerja Jawa Tengah. Termasuk juga perwakilan beberapa SMK di Kendal yang melakukan nota kesepahaman dengan PT Sofia Sukses Sejati. Pertemuan berlangsung di kantor Dinas Pendidikan Jawa Tengah di Jalan Pemuda, Kota Semarang.
”Kami coba menggali awal mula MOU antara sekolah dan PT Sofia Sukses Sejati, tujuan kerja sama, apakah ada pelibatan Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pendidikan dalam proses perekrutan siswa yang mengikuti program kerja sama tersebut, termasuk siapa yang melakukan pengawasan di negara tujuan,” kata Retno.
Penelusuran tersebut, kata Retno, sebagai upaya pencegahan agar seluruh SMK di Indonesia berhati-hati dalam melakukan kerja sama dengan pihak mana pun, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tujuannya agar dapat menjamin siswa tidak dieksploitasi tenaganya di luar batas kewajaran ataupun berpotensi menjadi korban perdagangan orang.
Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah, mengatakan, dari penjelasan Musyawarah Kerja Kepala-kepala Sekolah (MKKS) SMK Kendal, Kepala SMKN 5 Kendal, serta SMK PGRI I Kendal terungkap bahwa MOU dengan PT Sofia Sukses Sejati dilakukan oleh semua SMK di Kendal, baik negeri maupun swasta. MOU juga bervariasi tahun penadatanganannya.
Ai menjelaskan, para kepala sekolah dan jajarannya mengaku bahwa kerja sama dengan PT Sofia bukanlah program magang, melainkan penyaluran tenaga kerja ke luar negeri. Para lulusan SMK tersebut akan disalurkan untuk mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Karena siswa yang baru lulus yang diberangkatkan, dapat dipastikan sebagian besar sudah berusia 18 tahun ke atas, yang artinya bukan lagi usia anak.
”Walaupun bukan usia anak, MoU yang dilakukan tanpa sepengetahuan dinas tenaga kerja dan dinas pendidikan setempat sangat berpotensi membahayakan anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di SMK tersebut. Mereka disalurkan kerja ke luar negeri dengan cara yang tidak lazim. Pihak sekolah juga mengaku tidak pernah tahu perjanjian kontrak antara siswanya dan PT Sofia karena langsung ditandatangani oleh si anak dengan pihak PT Sofia,” kata Retno.
Mereka disalurkan kerja ke luar negeri dengan cara yang tidak lazim. Pihak sekolah juga mengaku tidak pernah tahu perjanjian kontrak antara siswanya dan PT Sofia karena langsung ditandatangani oleh si anak dengan pihak PT Sofia.
Para kepala sekolah menyatakan bahwa pada awalnya penyaluran siswa mereka bekerja di luar negeri terbilang lancar dan tanpa masalah, bahkan beberapa sukses. Kala itu, para siswa yang baru lulus SMK itu disalurkan ke pabrik-pabrik elektronik di Malaysia.
Namun, masalah baru muncul pada 2016. Siswa yang semula dalam kontrak akan ditempatkan di perusahaan kosmetik ternyata ditempatkan di perusahaan sarang walet. ”Bahkan, siswa lulusan SMK tersebut sempat mengalami penyekapan selama dua bulan sampai kemudian dibebaskan oleh polisi Malaysia atas koordinasi KBRI Malaysia,” kata Ai.
Dari hasil peneluusran itu, Ai mengatakan, KPAI berpandangan bahwa model MOU sebagaimana dilakukan oleh pihak sekolah dengan PT Sofia harus menjadi pembelajaran semua pihak untuk tidak terulang. ”Kita harus dapat mencegah lulusan SMK mengalami eksploitasi dan perdagangan orang,” ujarnya.
Untuk itu, kata Ai, KPAI mendorong dinas-dinas pendidikan di sejumlah daerah menyosialisasikan dan melakukan pengawasn terkait program-program sejenis yang mungkin dilakukan oleh SMK-SMK lain di wilayah Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga wajib mencegah dengan mengeluarkan regulasi bagi upaya pencegahan.
KPAI juga meminta agar potensi terjadinya trafficking dan eksploitasi dalam kasus ini tetap harus diwaspadai, seperti pada proses perekrutan dan pengawasan di tempat tujuan.
Oleh sebab itu, KPAI mendorong sekolah dan pihak perusahaan harus mengutamakan koordinasi dengan dinas pendidikan dan dinas tenaga kerja provinsi dalam kebijakan dan persetujuan memberangkatkan siswa lulusan SMK. Dengan demikian, dokumentasi dan manajerial perusahaan dipastikan legal sesuai dengan kontrak kerja dan dapat diawasi secara intensif.
KPAI menilai ada tiga fakta yang memprihatinkan selama proses penyaluran tenaga kerja tersebut pada 2016 yang patut diduga praktik eksploitasi. Terjadi penyekapan selama dua bulan sebelum dipulangkan, gaji bulanan tidak sesuai kontrak kerja, dan perbedaan penempatan dari yang disetujui di Indonesia.
Kasus pengiriman tenaga kerja lulusan SMK ke luar negeri yang melibatkan PT Sofia sedang bergulir di meja hijau. Untuk itu, penegak hukum diminta dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan pembelajaran untuk meningkatkan kewaspadaan publik.