Tingkat Kurang Gerak di Indonesia Lebih dari 6 Jam
Oleh
DD09
·3 menit baca
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS
Senior Nutrition Manager Fonterra Brands Indonesia Ines Yumahan Gulardi (paling kiri), Spesialis Kedokteran Olahraga Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Ade Jeanne L Tobing (kedua dari kiri), Senior Manager Corporate Communications Fonterra Brands Indonesia Andriani Ganeswari (kedua dari kanan), dan Indy Barends (paling kanan) memperagakan bentuk aktivitas dan latihan fisik pada acara pemaparan dengan tema ”Ayo Indonesia Bergerak” di Jakarta, Rabu (11/4/2018).
JAKARTA, KOMPAS — Waktu yang dihabiskan untuk perilaku sedentari atau kurang gerak di Indonesia lebih dari 6 jam dalam satu hari. Akibatnya, perilaku ini dapat menimbulkan penyakit tidak menular, seperti obesitas, stroke, diabetes melitus, dan penyakit jantung.
Mengutip American College of Sports Medicine, sedentari atau kurang gerak berarti tidak melakukan aktivitas fisik intensitas sedang minimal 30 menit dalam 3 hari pada 1 minggu selama 3 bulan. Contoh aktivitas fisik intensitas sedang meliputi menyapu, menyikat lantai, atau mencuci mobil.
Sedentari atau kurang gerak berarti tidak melakukan aktivitas fisik intensitas sedang minimal 30 menit dalam 3 hari pada 1 minggu selama 3 bulan.
Berdasarkan riset yang dilakukan Fonterra Brands Indonesia pada 2015 terhadap 351 orang berusia 30-55 tahun, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk perilaku sedentari lebih dari 10 jam sehari. Hal ini sejalan dengan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan pada 2013 yang menyatakan 24,1 persen penduduk Indonesia menghabiskan lebih dari 6 jam dalam sehari berperilaku sedentari.
Perilaku sedentari ini terjadi secara global. Mengutip dari penelitian Lepp pada 2013, Spesialis Kedokteran Olahraga Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Ade Jeanne L Tobing mengatakan, tingkat kurang gerak pada mahasiswa di Amerika Serikat mencapai 5 jam per hari.
”Sebanyak 88,2 persen dari waktu itu digunakan untuk menggunakan ponsel pintar. Salah satu penyebab perilaku sedentari adalah perubahan pola hidup yang cenderung pasif dan orientasi pada perangkat berlayar, seperti ponsel, televisi, dan laptop,” katanya dalam acara pemaparan bertema ”Ayo Indonesia Bergerak” di Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Kompas
Ade Jeanne L Tobing
Perilaku sedentari tersebut menyebabkan jumlah kalori yang dibakar dalam proses metabolisme berkurang sehingga dapat tertimbun dalam tubuh. Jumlah energi yang dihasilkan pada perilaku sedentari tidak mencapai 1,5 satuan ekuivalen metabolik. Sementara aktivitas fisik sedang mengeluarkan energi 3-6 satuan ekuivalen metabolik.
Oleh sebab itu, perilaku sedentari dapat menyebabkan penyakit tidak menular. ”Contohnya obesitas, diabetes melitus, stroke, penyakit jantung,” ucap Ade.
Jika terjadi secara masif, Senior Manager Corporate Communications Fonterra Brands Indonesia Andriani Ganeswari mengatakan, perilaku sedentari menambah beban negara.
Secara global, kurangnya aktivitas fisik membutuhkan biaya pelayanan kesehatan hingga 54 miliar dollar AS per tahun. Hilangnya produktivitas akibat perilaku tersebut juga berpotensi menimbulkan kerugian sebesar 14 miliar dollar AS.
Aktivitas fisik
Menurut Ade, perilaku sedentari ini dapat hilang dengan membiasakan diri minimal beraktivitas fisik dan berlatih fisik. Aktivitas fisik berupa gerakan-gerakan tubuh yang melibatkan kontraksi otot. Dia menyarankan aktivitas fisik dilakukan lima kali dalam seminggu dengan durasi 30-60 menit per hari.
Sementara itu, latihan fisik berarti gerakan kontraksi otot yang terstruktur dan berulang. Latihan fisik paling sederhana dan berdampak pada tubuh ialah jalan kaki minimal 10.000 langkah per hari.
Jika ingin berlatih fisik lebih serius, Ade mengatakan, ada tiga jenis yang harus dilakukan, yaitu perenggangan, penguatan, dan aktivitas kardio. ”Latihan fisik dan aktivitas fisik sebaiknya dikombinasikan. Untuk orang dewasa, proporsinya 30 menit latihan fisik ditambah 30 menit aktivitas fisik,” ujar Ade.
Latihan fisik dan aktivitas fisik sebaiknya dikombinasikan. Untuk orang dewasa, proporsinya 30 menit latihan fisik ditambah 30 menit aktivitas fisik
Untuk menunjang kekuatan dan kesehatan organ gerak selama beraktivitas dan latihan fisik, Senior Nutrition Manager Fonterra Brands Indonesia Ines Yumahan Gulardi mengimbau untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung kalsium, protein, dan kolagen. Organ gerak terdiri dari tulang, sendi, dan otot.
Kalsium dapat ditemukan pada susu dan protein yang terdapat pada kacang-kacangan dan daging. Sementara zat kolagen terdapat pada ikan dan daging.
Selain tiga kandungan itu, Ines menambahkan, vitamin B, C, D, E, serta zat magnesium dan zink juga penting untuk menunjang organ gerak. Zat-zat itu berfungsi sebagai antioksidan serta untuk menguatkan tulang, otot, dan sendi. (DD09)