Dipermudah dan Diberi Sertifikat Tanah, Warga Pun Bangga
JAKARTA, KOMPAS — Program kerakyatan yang kini dibanggakan warga adalah pemberian sertifikat tanah secara gratis. Sertifikat tanah yang selama ini sulit, mahal, dan memakan waktu untuk mengurusnya ternyata dengan mudah didapat lewat program Pendaftaran Tanah Sistemik Lengkap.
Sejumlah warga yang dihubungi di Jawa Timur dan Jawa Barat, Selasa (10/4/2018), menyatakan, mereka bangga karena memiliki aset tanah yang statusnya dijamin secara hukum. Mereka menilai program ini lebih mendidik dibandingkan bantuan langsung tunai, yang uangnya mudah raib dalam sekejap.
Elly Cintyasih, warga Desa Tugu, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, merasa senang sertifikat tanahnya telah terbit. ”Sertifikat memberikan jaminan pada status hukum tanah yang saya miliki,” katanya.
Awalnya, bukti kepemilikan tanah Elly hanya berupa Petok D. ”Tetapi, dengan telah terbitnya sertifikat dan gratis pula, saya tidak perlu lagi mengurus sertifikat ke notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT),” kata Elly.
Hal serupa juga dialami warga lain, seperti Fendi Tri Prasetyo, warga Kesamben, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban; Miftahul Huda, warga Kabupaten Bojonegoro; Tutik Badriyah, warga Lamongan Kota.
Mereka termasuk beberapa di antara 5.750 warga Jawa Timur yang menerima sertifikat tanah pada Kamis (8/3/2018). Penyerahan sertifikat itu sendiri dihadiri Presiden Joko Widodo.
Di Lamongan saat itu ada 1.500 sertifikat yang diserahkan ke warga Kecamatan Mantup dan Sarirejo. Sertifikat yang terbit itu diperuntukkan bagi Desa Beru, Tugu, Dermolemahbang, Sukobendu (Mantup), serta Desa Mojosari, Sumberagung, Simbatan, dan Tangguljagir (Sarirejo).
Pengurusan sertifikat sebelumnya dirasakan sulit oleh warga Lamongan. Itu juga dialami warga Lantukan, Kecamatan Karanggeneng, dan warga Sumlaran, Kecamatan Sugio. Penerbitan sertifikat tanah gratis mengakhiri beban warga.
Alimun Hakim (26), warga Lantukan, Selasa (10/4/2018), menyebutkan, tiga tahun lalu ia mendampingi orangtuanya mengurus sertifikat massal lewat prona. Saat itu dibutuhkan sekitar Rp 400.000. Bukan meringankan beban, malah terasa memberatkan.
Sementara Sapari (39), warga Latikan lainnya, mengurus sertifikat tanah milik orangtuanya sekitar 10 tahun lalu. Saat itu ia membayar total Rp 500.000. Saat ia datang ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamongan dikatakan tidak ada berkasnya.
”Saya sempat marah-marah karena dibilang maksimal tiga bulan, sampai setahun lebih tidak jadi-jadi. Apalagi petugas mengatakan tidak ada berkasnya. Setelah saya tunjukkan tanda terima pengurusan sertifikat, baru akhirnya dicarikan. Sekitar seminggu kemudian sertifikat beres,” katanya.
Masyarakat di sejumlah kabupaten di Jawa Barat pun mengapresiasi program sertifikasi tanah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo beberapa tahun terakhir. Program itu dapat memberikan kepastian hukum terhadap tanah masyarakat sehingga sengketa lahan dapat dihindari.
”Ini program bagus. Hanya dua bulan, sertifikat tanah saya jadi. Padahal, kalau tanpa program ini, enggak tahu kapan jadinya sertifikat itu,” ujar Eeb Sueb (43), penerima program sertifikasi tanah di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (10/4/2018).
Yaya Sahariyah, warga RT 005 RW 001, Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menjelaskan prosedur Pendaftaran Tanah Sistemik Lengkap (PTSL) tidak rumit.
Menurut Yaya, prosesnya tidak ruwet dan membebani warga. Ia hanya perlu menyiapkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB), kartu tanda penduduk (KTP), dan kartu keluarga (KK). Semua berkas tersebut diserahkan kepada ketua RT yang mengakomodasinya.
”Ketua RT memberikan berkas tersebut kepada petugas kelurahan, kemudian diproses oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor,” ucapnya.
Nuryati, warga RT 005 RW 001, Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, mengatakan, tidak ada pemungutan biaya selama proses PTSL ini. Ia telah memproses PTSL ini sejak 2017.
”Ketika pendaftaraan dan pengukuran tanah, tidak ada petugas yang meminta uang kepada kami, hanya perlu menunggu sertifikat itu jadi,” ujarnya.
Nuryati mengaku belum pernah mengurus sertifikat tanah ke BPN, sehingga ia tidak mengetahui prosedurnya.
”Namun, saudara saya ada yang pernah mengurus ke kantor BPN, sudah dua tahun sertifikatnya belum jadi juga,” ucapnya.
”Memang tetap ada biaya, tapi hanya Rp 150.000 untuk administrasi. Dulu, urus sertifikat tanah bisa jutaan rupiah,” kata Eep Sueb.
Ketidakpastian biaya dan proses yang berbeli-belit untuk mengurus sertifikat tanah merupakan alasannya tidak membuat sertifikat lahan beberapa tahun lalu. Alasan serupa dikemukakan Titin Castina, warga Tanjungsari, Kabupaten Majalengka, penerima program sertifikasi tanah.
Titin mengatakan, setelah bertahun-tahun, lahannya seluas 144 meter persegi akhirnya memiliki sertifikat. ”Biayanya cuma Rp 150.000 dan dalam dua bulan sudah kelar,” ujar Titin yang memuji program PTSL.
Lebih mengena
Warga mengharapkan, program PTSL ini lebih mengena, sebuah program kerakyatan yang lebih membekas dan membanggakan karena dalam bentuk aset yang bisa bertahan lama.
Pemerintah seharusnya lebih banyak membuat program yang seperti ini ketimbang program yang penggunaannya hanya berlangsung sekejap, tidak ada yang dibanggakan sebagai aset.
Setelah mendapatkan sertifikat tanah, warga bisa saja menggadaikannya ke bank untuk pendidikan anak, modal usaha, dan modal kegiatan ekonomi produktif.
Namun, rakyat yang sudah merasa cerdas ini tidak serta-merta menggadaikannya. Nuryati, misalnya, belum mau menjadikan sertifikatnya sebagai jaminan pinjaman ke bank karena mengaku belum mampu jika harus membayar bunga pinjaman setiap bulannya.
”Saya ingat, Presiden Jokowi mengatakan bahwa kita boleh saja menjadikan sertifikat ini sebagai jaminan pinjaman di bank, untuk anak sekolah dan lainnya. Tapi, kita juga harus mampu menghitung biaya pinjaman tersebut dan sanggup membayarnya,” ucapnya.
Sebelumnya, Selasa (6/3/2018), secara simbolis, Presiden Jokowi menyerahkan 1.500 sertifikat tanah kepada masyarakat Kabupaten Bogor di Sentul, Bogor. Warga yang menerima berasal dari Kecamatan Cibinong, Bojong Gede, Tajur Halang, dan Sukaraja.
Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Cibinong Umar menjelaskan, warga telah mengajukan PTSL ini sejak Agustus 2017. Masih ada 2.900 sertifikat yang sedang diproses dan akan dibagikan berkala.
”Sudah ada 600 sertifikat yang diterima oleh warga Kelurahan Cibinong. Awalnya, masyarakat mempertanyakan program ini karena sejak 2017 mereka sudah mengajukan dan hingga Februari 2018 belum mendapat sertifikatnya,” ujarnya.
Sebelumnya, karena pelaksanaannya dinilai berhasil, Kabupaten Bogor kembali mendapat kuota 80.000 bidang atau sertifikat program PTSL pada 2018.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor Agustyarsyah memastikan akan menyukseskan program PTSL agar pada 2020 seratus persen lahan di Kabupaten Bogor sudah besertifikat atau terpetakan dengan baik (Kompas, 9/3/2018).
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, saat mendampingi Presiden untuk membagikan sertifikat lahan di Cirebon, mengatakan, program itu dapat mengentaskan rakyat dari kemiskinan. ”Masyarakat bisa menjadikan sertifikatnya sebagai jaminan di perbankan untuk membuka usaha,” ucapnya.
Terlebih lagi, persoalan kemiskinan masih membelenggu sejumlah daerah di Jabar. Persentase kemiskinan di Kota Cirebon tahun lalu mencapai 9,9 persen, diikuti Majalengka (12,8 persen) dan Cirebon serta Kuningan sekitar 13 persen. Ini melebihi rata-rata tingkat kemiskinan di Jabar, yakni 7,74 persen.
UMKM dan nelayan
Tidak hanya rakyat biasa yang menerima sertifikat tanah. Di Lamongan, misalnya, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga mendapatkan jatah sertifikat gratis.
Tahun ini ada 250 bidang tanah untuk UMKM yang berhak mendapatkan sertifikat secara gratis. Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Lamongan Anang Taufiq menyebutkan, bantuan sertifikat gratis itu untuk meringankan beban UMKM. ”Selain itu diharapkan bisa dijadikan agunan untuk mencari tambahan modal pengembangan usaha,” katanya.
Sementara saat penyerahan sertifikat tanah gratis di Lamongan Maret lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil menyebutkan sertifikat yang diserahkan sebanyak 5.750 bidang tanah untuk warga Lamongan, Bojonegoro, dan Gresik masing-masing 1.500 bidang, Tuban 750 bidang, dan Sidoarjo 500 bidang.
Di Jatim pada 2017 bisa diterbitkan 650.000 sertifikat. Tahun 2018 ditargetkan 1,5 juta bidang dan 2023 diharapkan sudah tuntas, semua tanah bersertifikat.
Muhammad Abdurrahman Shaleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim menyebutkan, selama 2012-2017 ada 12.731 bidang tanah yang disertifikatkan untuk nelayan dan pembudidaya ikan.
Dari jumlah itu 1.387 bidang bersertifikat digunakan untuk akses modal di koperasi dan perbankan dengan nilai Rp 18,5 miliar. Sebelumnya nelayan bergantung pada pinjaman modal dan tengkulak sehingga sulit lepas dari jerat praktik rente.
Suparto dari Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Jatim mengatakan, pihaknya juga berkomitmen membantu penerbitan sertifikat untuk pelaku UMKM.
Pada 2016 ada 3.500 sertifikat, 2017 (2.500), dan 2018 (9.500). Ditargetkan 2010 ada 29.300 UMKM yang terbantu pengurusan sertifikatnya secara gratis. Penerbitan sertifikat akan mempermudah akses modal.