Penyakit karat daun itu betul-betul menggegerkan dunia. Pesona arabika (Coffea arabica) di tanah Jawa meredup sejak tahun 1876. Belanda akhirnya mengganti penanamannya dengan liberika (Coffea liberica), kopi asal Liberia, yang semula diduga tahan penyakit. Belakangan, serangan hama juga merusak liberika sehingga Belanda menggantinya dengan robusta (Coffea canephora) asal Kongo (The Road To Java Coffee, Prawoto Indarto).
Meski beberapa kebun arabika masih bertahan di dataran tinggi Ijen di Jawa Timur, produksinya tidaklah mencukupi kebutuhan kopi dunia yang sangat besar. Karena itu, penanaman robusta digalakkan. Kemampuannya bertahan dari ancaman hama dan penyakit akhirnya mengangkat kembali pamor Nusantara sebagai pemasok kopi dunia. Setelah 1,5 abad berlalu, Indonesia kini menjadi negeri beragam jenis kopi dan cita rasa.
Harian Kompas bekerja sama dengan Bank BRI mencoba menggali kekayaan itu lewat Jelajah Kopi Nusantara. Tim menelusuri Pulau Sumatera hingga Papua untuk mengangkat cerita tentang kopi dan kehidupan dari berbagai sisi dan pendekatan.
Si pahit robusta merajai produksi sekaligus ekspor kopi asal Indonesia. Dari produksi kopi 639.305 ton biji beras kopi (green bean) tahun 2016, sebanyak 70 persen diekspor. Dari total volume ekspor itu, 90 persen merupakan ekspor robusta. Anderi (45) adalah salah satu petani yang memasok kopi di sekitar Danau Kerinci, Provinsi Jambi. Dalam sebulan, ia menjual 200 kilogram hasil biji kopi robustanya ke Kota Sungai Penuh. Dari situ, kopi diangkut menuju Pelabuhan Teluk Bayur di Sumatera Barat dan akhirnya berlabuh ke Singapura untuk selanjutnya memasok kebutuhan kopi untuk wilayah Eropa. ”Katanya, kopi robusta dari sini yang paling diminati di sana. Paling mantap,” katanya.
Di sisi lain, keragaman aroma dan cita rasa kopi arabika Nusantara paling kaya. Seiring meningkatnya harga kopi dunia, pengembangan arabika menggelora, mulai dari Aceh, Toba, Solok, Kerinci, hingga Lampung. Selain itu, juga di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Flores, Toraja, dan dataran tinggi Papua.
Kopi ternyata tak hanya sekadar menjadi minuman, tetapi juga telah menjadi simbol gerakan dan perubahan. Para petani di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, misalnya, kian mandiri dengan kopi. Mereka bersemangat merawat kebun untuk menjaga mutu biji kopi. Dengan mutu kopi yang baik, peminatnya lebih banyak. ”Sekarang kami dapat mengendalikan harga kopi, tak lagi dikuasai tengkulak,” ujar Chatarina Sri Pujiastuti, petani dari Srimulyo.
Di hilir, kreativitas anak muda mengalir deras. Dari ngopi bareng, mereka bisa menginisiasi berbagai kegiatan sosial, gerakan budaya, dan literasi.
Kisah manis juga ditemukan di Lembah Kamuu, Papua. Di kawasan di pedalaman itu, kopi meraih harga tinggi. Gairah itu akhirnya mengembalikan para pemuda desa pulang untuk mengembangkan usaha kopi.
Kisah kopi tak melulu kesuksesan. Seperti halnya rasa kopi, ada manis, tetapi juga ada pahit. Kenyataannya, kisah pahit terekam dalam sejarah panjang perkopian negeri ini. Tak hanya soal lemahnya kemampuan budidaya, kuatnya jerat ijon, banyaknya bibit tak layak tanam, akses pasar yang rendah, dan kurangnya akses permodalan. Riset kopi pun terbatas. Kolaborasi riset dan dunia usaha tak berjalan optimal. Yang terakhir, perubahan iklim menjadi tantangan baru produksi kopi Nusantara.
Hingga kini, Indonesia masih terseok mendongkrak produktivitas kopi. Dengan luas areal mencapai 1,2 juta hektar, Indonesia baru memproduksi 639.305 ton biji beras kopi. Produktivitas 0,7 ton per hektar jauh lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam yang mencapai 1,5 ton, apalagi Brasil yang telah mencapai 3 ton. Padahal, menurut Bambang, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, produktivitas kopi nasional bisa mencapai lebih dari 5 ton, mengungguli negara mana pun.
Kisah kopi dan kehidupan bisa dinikmati setiap Rabu mulai 11 April hingga 6 Juni 2018 dalam format ulasan, foto, grafis, dan video di harian Kompas dan Kompas.id. Kisah-kisah terekam dalam penjelajahan itu akan menjadi bagian dari semangat memajukan kopi nasional. (Tim Jelajah Kopi Nusantara)