Bagi-bagi Sertifikat, Apresiasi Warga dan Pilihan Politik pada Pemilu 2019
Program Pendaftaran Tanah Sistemik Lengkap menjadi salah satu kebijakan pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang banyak mendapat apresiasi warga. Ini memang program populis pemerintah.
Saking populisnya, program yang biasanya diseremonialkan lewat pembagian sertifikat tanah secara simbolis oleh pemerintah, bahkan langsung diberikan Presiden Joko Widodo, mendapat serangan dari kubu oposisi pemerintah maupun mereka yang berseberangan dengan penguasa saat ini.
Bagaimana sebenarnya warga memandang program bagi-bagi sertifikat ini? Apakah program ini jadi bahan pertimbangan mereka untuk memilih pada Pemilu 2019 nanti?
Suparno (63), warga Desa Mayang, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengapresiasi program ini dan berharap diteruskan pemerintah karena sangat membantu masyarakat. Meski demikian, program kerakyatan ini diakuinya tidak memengaruhi pilihan politik dalam Pemilu 2019. ”Kalau soal pilihan politik tidak terpengaruh,” katanya.
Eeb Sueb (43), penerima program sertifikasi tanah di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengaku ini program yang bagus dari pemerintah. ”Hanya dua bulan, sertifikat tanah saya jadi. Padahal, kalau tanpa program ini, enggak tahu kapan jadinya sertifikat itu,” ujar Eeb.
Eeb mengatakan, program bagi-bagi sertifikat ini hanya menjadi salah satu pertimbangan politik untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 nanti. ”Ini hanya salah satu indikator untuk menentukan pilihan di pilpres dan pemilu nanti,” ujar Eeb.
Sementara Nuryati, warga RT 005 RW 001, Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, mengatakan, program ini harus terus dilanjutkan di pemerintahan selanjutnya. Namun, Nuryati menganggap, program ini belum menjadi pertimbangan politiknya menjelang Pemilu 2019.
Dia menuturkan, selama mengurus sertifikat tanahnya lewat Pendaftaran Tanah Sistemik Lengkap (PTSL) tidak ada pemungutan biaya sama sekali. Ia telah memproses PTSL ini sejak tahun 2017.
”Ketika pendaftaran dan pengukuran tanah, tidak ada petugas yang meminta uang kepada kami. Hanya perlu menunggu sertifikat itu jadi,” ujarnya.
Nuryati mengaku belum pernah mengurus sertifikat tanah ke BPN sehingga ia tidak mengetahui prosedurnya. ”Namun, saudara saya ada yang pernah mengurus ke kantor BPN, sudah dua tahun sertifikatnya belum jadi juga,” ucapnya.
Nuryati juga belum mau menjadikan sertifikatnya sebagai jaminan pinjaman ke bank. Ia mengaku belum mampu jika harus membayar bunga pinjaman tersebut.
”Saya ingat, Presiden mengatakan bahwa kita boleh saja menjadikan sertifikat ini sebagai jaminan pinjaman di bank, untuk anak sekolah. Tapi, kita harus mampu menghitung biaya pinjaman tersebut dan sanggup membayarnya,” ucapnya.
Yaya Sahariyah, warga RT 005 RW 001, Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, juga menjelaskan prosedur PTSL tidak rumit. Pemerintah pusat mencanangkan program PTSL sehingga masyarakat bisa menerima sertifikat tanah untuk lahan yang belum bersertifikat.
”Saya mendapatkan sertifikat ini pada Maret lalu, ketika itu Presiden Joko Widodo yang memberikannya kepada kami,” ujarnya di Kabupaten Bogor, Selasa (10/4/2018)
Namun Yaya mengatakan, belum akan menentukan pilihan politiknya pada Pemilu 2019 nanti meski telah diberikan kemudahan mengurus sertifikat tanah. ”Saya mencoba buat netral saja, program yang bagus tentunya akan dinikmati oleh masyarakat luas,” ucap Yaya.
Sebelumnya, pada Selasa (6/3/2018), secara simbolis, Presiden Jokowi menyerahkan 1.500 sertifikat tanah kepada masyarakat Kabupaten Bogor di Sentul, Bogor. Warga yang menerima berasal dari Kecamatan Cibinong, Bojong Gede, Tajur Halang, dan Sukaraja.
Yaya menjelaskan, prosesnya ia hanya perlu menyiapkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB), KTP, dan kartu keluarga. Semua berkas tersebut diserahkan kepada ketua RT yang mengakomodasi.
”Ketua RT memberikan berkas tersebut kepada petugas kelurahan, kemudian diproses oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor,” ucapnya.
Saat ini, tanah seluas 269 meter persegi milik Yaya telah tersertifikat. Yaya menjelaskan, belum mau menggunakan sertifikat ini untuk menjadi jaminan pinjaman ke bank.
”Karena di lahan ini berdiri rumah warisan dari kakek saya, kami sudah lama tinggal di sini sejak tahun 1980-an. Saya takut, kalau tidak mampu melunasi pinjaman, rumah ini akan disita,” katanya.
Kejar target
Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Cibinong Umar menjelaskan, warga telah mengajukan PTSL ini sejak Agustus 2017. Menurut dia, masih ada sekitar 2.900 sertifikat yang sedang diproses dan akan dibagikan secara berkala.
”Sudah ada 600 sertifikat yang diterima oleh warga Kelurahan Cibinong. Awalnya, masyarakat mempertanyakan program ini karena sejak 2017, mereka sudah mengajukan dan hingga Februari 2018 belum mendapat sertifikatnya,” ujarnya.
Sebelumnya, karena pelaksanaannya dinilai berhasil, Kabupaten Bogor kembali mendapat kuota 80.000 bidang atau sertifikat program PTSL pada 2018. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor Agustyarsyah memastikan akan menyukseskan program PTSL agar pada 2020 seratus persen lahan di Kabupaten Bogor sudah besertifikat atau terpetakan dengan baik (Kompas, 9/3/2018).
”Program PTSL tahap dua pada 2017 berhasil kami laksanakan. Dari kuota 80.000 pada tahap kedua itu, sekitar 72.000 yang berpotensi besertifikat. Sisanya tidak mungkin diterbitkan sertifikatnya karena lahan masih bersengketa di pengadilan, sudah ada sertifikatnya, sedang dalam jaminan bank, atau pemilik lahan tidak ditemukan,” kata Agustyarsyah, Kamis (8/3/2018).
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, program bagi-bagi sertifikat ala pemerintah seharusnya menjangkau daerah-daerah dengan tingkat konflik agraria tinggi. Menurut Dewi, berdasarkan data KPA, terjadi peningkatan jumlah kasus konflik agraria sepanjang 2012-2017. Pada 2012 tercatat ada 198 kasus, sedangkan pada 2017 ada 659 kasus.
”Meskipun Jokowi telah menjalankan program pembagian sertifikat, program tersebut belum mampu menjangkau daerah konflik agraria. Sehingga pemerintah perlu membuat program reforma agraria yang mampu menjangkau lahan konflik,” ucapnya.