Polda Kalbar Tangkap Pelaku Perdagangan Sisik Trenggiling
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menangkap pelaku perdagangan sisik trenggiling seberat 3,6 kilogram dan seekor trenggiling (Manis javanica) mati seberat 9,8 kilogram, Sabtu (7/4/2018).
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Komisaris Besar Nanang Purnomo, Selasa (10/4/2018), mengatakan, Polda Kalbar mengamati pelaku tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, Sabtu lalu.
”Polda Kalbar menangkap Sugianto di kantor jasa pengiriman barang di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas,” ujar Nanang.
Sisik trenggiling seberat 3,6 kilogram dan seekor trenggiling mati seberat 9,8 kilogram tersebut awalnya akan dikirim kepada pemesannya di Pontianak. Trenggiling itu didapatkan Sugianto dari Bahram dengan harga Rp 700.000.
”Berdasarkan keterangan itu, tim mengembangkan dan menggeledah rumah Bahram di Kecamatan Tebas. Pada saat penggeledahan, polisi menemukan lagi, antara lain sisik trenggiling seberat 3,4 kilogram, seekor trenggiling mati seberat 9,8 kilogram,” kata Nanang.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Komisaris Besar Mahyudi Nazriansyah mengatakan, pelaku dikenai Pasal 40 Ayat 2 juncto Pasal 21 Ayat 2 Huruf b dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Pelaku terancam dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Perdagangan trenggiling juga pernah diungkap pada Oktober 2016. Kala itu, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah III Pontianak menyita 200 kilogram trenggiling dari pelaku berinisial LN dan AB.
Pengungkapan kasus itu berawal dari laporan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang menginvestigasi perdagangan satwa, yakni Scorpion Wildlife Trade Monitoring, bahwa ada sindikat yang hendak menjual trenggiling ke China. Sindikat itu tinggal di sebuah rumah di Jalan Tanjungpura, Pontianak.
Ada sindikat yang hendak menjual trenggiling ke China. Sindikat itu tinggal di sebuah rumah di Jalan Tanjungpura, Pontianak.
Jalur perdagangan satwa yang dilindungi ini sebagian besar melalui perbatasan Indonesia-Malaysia. Satwa tersebut dijual sindikat perdagangan satwa ke China sebagai bahan baku pembuatan kosmetik, obat kebugaran, dan campuran pembuatan sabu.