Pertempuran Berdarah di Pulau Biak (I)
Bagian I–Catatan Amerika Serikat
Akhir tahun 2017, media massa Australia heboh menyoroti kedatangan satuan tugas pengebom strategis Angkatan Udara Rusia di Lanud Frans Kasiepo, Pulau Biak, Papua. Mereka datang dengan sepasang bomber Tupolev TU-95 dan pesawat angkut Ilyushing IL-76.
Pesawat bomber TU-95 terbang langsung jarak jauh selama 12 jam dengan rute Vladivostok-Biak. Adapun pesawat angkut IL-76 terbang feri dari Vladivostok ke Singapura lalu dilanjutkan ke Biak. Mereka berada di Biak dari Selasa (5/12/2017) hingga Sabtu (9/12/2017). Total personel Angkatan Udara Rusia yang terlibat dalam latihan navigasi jarak jauh tersebut mencapai 110 orang.
Seminggu sebelumnya, kapal perusak (destroyer) armada Pasifik Rusia, Admiral Panteleyev, dan sebuah kapal logistik yang berpangkalan di Vladivostok juga sandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dalam kunjungan persahabatan.
Kedatangan armada pengebom strategis Rusia di Biak menimbulkan berbagai spekulasi di media massa di Australia, termasuk juga keriuhan di sosial media para aktivis di Papua dan kawasan Pasifik Barat Daya.
Sejarah mencatat, pada tahun 1962-1963, TNI menggelar satuan bomber strategis TU-16 KS, jet tempur Mig 15 hingga Mig 21, dan armada kapal selam kelas Whiskey di kawasan tersebut. Hal itu mendorong Amerika Serikat memaksa Belanda berunding untuk melepaskan Irian Barat kepada PBB untuk kemudian masuk ke dalam Republik Indonesia.
Wilayah Pasifik Barat Daya memang menjadi ajang perebutan pengaruh negara Big Five di PBB. Rusia mulai unjuk gigi, demikian pula China, untuk tampil di kawasan yang secara tradisional dibayangi Australia-Selandia Baru yang notabene menjadi blok Amerika Serikat dan Inggris.
China sejauh ini membantu berbagai pembangunan fasilitas militer dan Kementerian Pertahanan di Timor Leste serta stasiun kendali satelit di Kiribati. Sementara Perancis juga mempertahankan kehadiran militer di Kaledonia Baru di Pasifik Barat dan Tahiti di Pasifik Timur. Bahkan, India sebagai kekuatan baru Asia pun kini memiliki haluan politik untuk memperluas pengaruh ke Asia Tenggara dan lautan Pasifik.
Pertempuran berdarah Biak
Kunjungan armada udara Rusia ke Biak, dengan segala kehebohannya, menegaskan strategisnya Biak.
Dalam sejarahnya, Biak pernah diperebutkan Amerika Serikat melawan Jepang dalam pertempuran berdarah 27 Mei-20 Agustus 1944. Setelah menduduki Biak, Amerika Serikat menggelar operasi lanjutan ke Morotai, Peleliu di Palau, dan akhirnya merebut kembali Filipina. Operasi tersebut memenuhi janji Jenderal Besar Douglas MacArthur: ”I Shall Return”.
Divisi Infanteri 41 Angkatan Darat Amerika (The Jungleers) menjadi ujung tombak serangan Amerika di Biak. Sebelumnya, mereka sudah merebut Hollandia (kini Jayapura) dan Pulau Wakde—dekat Sarmi di Muara Mamberamo. Divisi 41 dalam buku The Jungleers: A History of The 41st Infantry Division beroperasi di wilayah Niugini, Filipina Selatan, dan di wilayah Papua, yakni di Biak, Hollandia, Teluk Nassau, Wakde-Arare-Toem.
Sebagian personel dari Divisi Infanteri 41 menyerang Pulau Wakde pada 17 Mei 1944 ketika pendaratan ke Biak dimulai pada 27 Mei 1944. Pasukan yang menyerang Biak berangkat dari Hollandia pada 10 Mei 1944.
Sebanyak 12.000 serdadu Sekutu yang berintikan dari Divisi Infanteri 41 asal Amerika Serikat menghadapi 11.000 serdadu Jepang dipimpin Kolonel Kuzume Naoyuki.
Guru Besar Sosial Politik Universitas Kyushu Jepang, Aishawa Nobuhiro, menjelaskan, sejumlah naskah sejarah militer Jepang menyebutkan, Kuzume memimpin Yuki Butai–Batalyon Salju–yakni satuan angkatan darat yang sebagian besar personel dari Iwate di Honshu. Mengapa disebut Yuki Butai? Karena awalnya, ditempatkan di timur laut Tiongkok (wilayah Dong Bei) yang dingin dan bersalju meski kemudian dipindahkan ke Biak pada tahun 1943.
Pulau Biak merupakan lempeng bumi yang terangkat sehingga sebagian permukaan Biak adalah dataran karang yang tertutup kerimbunan hutan. Sepertiga bagian timur Biak dari Desa Sorido dan Korim dikelilingi perbukitan karang terjal yang menjulang membentuk tebing 100 meter di tepi laut dan setinggi 50 meter di sisi pedalaman daratan.
Sebagian besar daratan Biak berpermukaan datar, dan sisanya di sebelah barat laut dan utara Bosnek merupakan pegunungan batu.
Dengan kepentingan pertahanan, militer Jepang membangun jalan raya membentang dari Sorido di timur ke Bosnek di arah barat Pulau Biak. Jalan raya juga dibangun dari Sorido ke Korim dan terdapat jalur-jalur jalan dari Bosnek ke arah utara dan timur laut serta jalan setapak sejajar punggungan perbukitan karang yang menjulur dari barat-timur.
Sebelum menyerang Biak, pasukan Sekutu menguasai Pulau Wakde—di sisi timur Pulau Biak. Pertimbangannya, landasan udara di Wakde dapat menjadi pusat operasi pesawat tempur dan pengebom untuk mendukung pendaratan pasukan. Kapal-kapal angkut pasukan di Wakde juga dapat menambah kekuatan invasi ke Biak.
Jack Bleakly dalam buku The Eavesdroppers terbitan Canberra: Australian Government Publishing Service (1991) menulis, intelijen Amerika Serikat berhasil menyadap informasi intelijen Area 2 Angkatan Darat Jepang.
Semula G-2 (Intelijen Angkatan Darat Amerika Serikat) memperkirakan kekuatan Jepang di Biak berkisar 5.000 orang. Dari hasil sadapan komunikasi Jepang pada akhir April 1944, diketahui kekuatan Jepang di Biak mencapai 10.800 orang.
Dari hasil sadapan komunikasi Jepang pada akhir April 1944, diketahui kekuatan Jepang di Biak mencapai 10.800 orang.
Adapun Guru Besar Universitas Kyushu Aishawa Nobuhiro menambahkan, dari 11.000 personel kekuatan Jepang di Biak, sebagian di antaranya adalah serdadu asal Formos (Taiwan) yang merupakan koloni Jepang dan tenaga kerja paksa (Romusha) Indonesia.
Sebelum invasi, militer Amerika Serikat tidak memiliki peta akurat, hanya mengandalkan pengintaian dan foto udara untuk mengenal medan operasi dan posisi instalasi militer Jepang. Area pendaratan pasukan diputuskan di sekitar Mokmer, Bosnek, dan wilayah antara Mokmer dan Bosnek. Perlawanan terkuat Jepang diperkirakan di Mokmer.
Setelah foto udara dikaji ternyata di antara Bosnek dan Mokmer terdapat rawa bakau setelah pantai. Tebing karang juga mengintai di pantai. Akhirnya dipilih lokasi pendaratan di Bosnek karena terdapat jaringan jalan, sepasang dermaga dari batu karang, dan dataran karang yang cocok untuk menumpuk logistik pasukan.
Gugus tugas Hurricane di bawah Mayor Jenderal Horace Fuller disiapkan untuk memimpin Divisi Infanteri 41 yang mempersiapkan diri di bawah tenda-tenda pasukan di Hollandia di bawah kerimbunan pepohonan kelapa.
Selama menunggu keberangkatan pasukan dengan kapal-kapal pengangkut (landing craft infantry), mereka melepas ketegangan dengan beristirahat di pantai, berenang di laut biru jernih, menonton film, dan setiap malam ada peringatan tanda bahaya untuk menjaga kesiapsiagaan.
Persiapan keberangkatan dilakukan pada 25 Mei 1944 dari Pantai White 3 di Hollandia. Sasaran mereka adalah tiga bandara di Biak dengan sasaran utama landasan udara di Mokmer.
Kapal penjelajah (cruiser) dan perusak (destroyer) Sekutu sudah menghujani tempat yang diduga posisi pertahanan Jepang sejak 14 Mei 1944. Tiap jam, rata-rata ada 30.000 tembakan meriam kapal perang Sekutu menghujani Biak sebelum Jam– J dan Hari–H pendaratan Divisi Infanteri 41.
Saat hujan tembakan meriam, pasukan Jepang masuk ke dalam goa-goa di bukit karang dan jaringan terowongan yang dibangun untuk menyembunyikan meriam, mortir, senapan mesin, dan tank ringan.
Pendaratan pasukan Sekutu diawali pukul 07.30 WIB saat langit biru cerah. Namun, pantai pendaratan tidak terlihat karena tertutup asap akibat salvo tembakan kapal-kapal perang Sekutu.
Karena arus di pesisir pantai mengalir dengan kecepatan 6 knot per jam ke arah barat, gelombang pertama pendaratan yang terdiri atas 16 tank amfibi (water buffalo) dari Batalyon 2 Resimen Infanteri 186 meleset 3,5 kilometer dari titik sasaran. Mereka—gelombang pertama, kedua, dan ketiga pasukan pendarat—masuk rawa-rawa bakau di Mandon, di sebelah barat dari titik sasaran semula.
Batalyon 3 dari Resimen Infanteri 186 diperintahkan mendarat di ujung barat titik utama sasaran dengan didukung Batalyon 2 di sayap kanan. Karena kekeliruan tersebut, Batalyon 2 mendarat justru di sisi kiri Batalyon 3. Meski demikian, Batalyon 2 tidak mendapat perlawanan saat mendarat dan langsung masuk ke daratan ke jalan raya pantai penghubung Bosnek-Mokmer.
Tentara Jepang ternyata tidak mencegat pendaratan musuh di pantai. Lawan dibiarkan masuk ke daratan lalu diserang habis-habisan. Taktik ini untuk pertama kali dilakukan di Biak untuk kemudian diulangi dalam mempertahankan Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa.
Karena menginginkan pertempuran di darat, pihak Jepang membangun jaringan terowongan dan kubu pertahanan di bawah tanah. Logistik berupa amunisi, makanan, dan air dipersiapkan untuk mempertahankan Biak berbulan-bulan!
Pihak Jepang membangun jaringan terowongan dan kubu pertahanan di bawah tanah.
Gelombang pendaratan berikut di Pantai Biak adalah Resimen Infanteri 162 yang bertugas merebut landasan udara Mokmer. Ujung tombak Resimen Infanteri 162 adalah Batalyon 3 yang setelah mendarat bergerak ke barat melewati Resimen Infanteri 186 ke arah Parai. Batalyon 2 Resimen Infanteri 162 (minus Kompi E) mengikuti di belakang. Ketepatan waktu sangat penting dalam pendaratan amfibi yang kerap terganggu akibat kacau balau saat pendaratan dan konsolidasi satuan-satuan yang mendarat.
Selanjutnya, satuan pendukung mendarat di Pantai Biak, yakni Batalyon Artileri Medan (Armed) 205 dan 146, Batalyon Armed 121 dari Divisi 32, dan Batalyon Armed 947 dari Tentara Ke-6 yang mengoperasikan Howitzer 155 milimeter yang secara khusus diperbantukan untuk operasi di Biak.
Markas Divisi dan Markas Divisi Artileri juga turut mendarat di hari-H pendaratan Biak dan mengambil posisi di Desa Bosnek.
Resimen Infanteri 186 menguasai pijakan pantai (beach head) dan memperluas daerah yang dikuasai seluas 1 mil (1,5 kilometer) sebelah barat dan timur Desa Bosnek. Patroli segera dikirim mengintai ke arah utara dan hanya menemui sedikit perlawanan dari pasukan Jepang yang bertahan.
Pada saat sama, Resimen Infanteri 162 yang bergerak ke arah barat, dalam jarak 7.000 yards (sekitar 6,4 kilometer) menyusur Jalan Bosnek-Mokmer di pesisir Parai terdapat tebing karang di sebelah kanan setinggi 35-45 meter dan lautan tepat di kiri jalan. Pasukan Jepang menghadang serdadu Amerika di sana.
Hampir tujuh jam, pasukan Amerika berlindung dan terhadang tembakan gencar pasukan Jepang sebelum akhirnya tank-tank Sherman dan bantuan tembakan dari kapal perang berhasil membuat mereka membungkam lawan lalu terus maju ke arah Mokmer, sasaran utama.
Saat pertempuran berlangsung, Kompi E Batalyon 2 Resimen Infanteri 162 berusaha menembus perbukitan untuk mencapai dataran di tengah Pulau Biak. Mereka terhadang perbukitan terjal dan hutan lebat yang tidak mungkin ditembus. Akhirnya Kompi E berusaha menjaga posisi di dekat Batalyon 3. Namun, mereka tertinggal jauh di belakang sehingga diputuskan agar mereka bergabung dengan induk Batalyon 2 yang bergerak ke arah landasan udara di Mokmer.
Menjelang petang hari-H, Resimen Infanteri 162 menduduki posisi di pertengahan jarak Mokmer-Parai dengan Batalyon 3 dan Batalyon 2 dan Pos Komando mengambil posisi di dermaga Parai. Batalyon 1 Resimen Infanteri 162 menyusul mendarat dengan kendaraan amfibi lalu bergerak ke dermaga Parai dengan gerakan melambung di dekat Dusun Ibdi.
Jack Bleakly dalam buku The Eavesdroppers terbitan Canberra: Australian Government Publishing Service (1991) mencatat, hingga pukul 17.15 hari-H, 12.000 serdadu Sekutu sudah mendarat berikut 12 tank M4 Sherman, 29 meriam lapangan, 500 kendaraan, dan 2.400 ton logistik.
Menjelang malam, pesawat-pesawat Jepang mengebom dan menembaki pantai pendaratan. Pihak Amerika hanya mencatat terjadi kerugian ringan.
Sepanjang malam pertama di Biak, Kompi I dari Resimen Infanteri 186 diserang patroli intai Jepang dan Kompi B diserang pihak Jepang selama 1 jam selepas tengah malam. Diduga pasukan Jepang diangkut dengan tongkang dari arah timur posisi pendaratan Sekutu.
H +2 pendaratan Biak
Pada hari kedua pendaratan, (28 Mei 1944), Resimen Infanteri 162 yang bergerak maju menuju Mokmer dihadang tembakan mortir dan senapan mesin dari perbukitan di sebelah utara posisi mereka. Perbukitan karang membelok ke utara di dekat Mokmer lalu melebar ke jurusan daratan Pulau Biak.
Bentangan bukit karang setinggi 6 meter menghadang dan memukul mundur pasukan Amerika sehingga bagian depan Resimen Infanteri 162 terputus dari Batalyon 2 yang terhadang tembakan gencar musuh. Tepi laut di lokasi penghadangan tersebut adalah tebing karang setinggi 6-18 meter.
Pihak Jepang juga menguasai ketinggian perbukitan batu dan tersembunyi di balik hutan dan semak lebat di sisi utara Batalyon 3 Resimen Infanteri 162. Batalyon 3 terputus komunikasi dari induk pasukan, kabel-kabel komunikasi terputus, hanya satu radio komunikasi yang tersisa ternyata rusak, dan korban pun berjatuhan di pihak Sekutu.
Batalyon 3 membutuhkan dukungan tembakan dari laut atau serangan dari arah utara posisi Jepang yang menguasai perbukitan. Menjelang tengah hari, Batalyon 3 berusaha mundur tetapi kembali serangan Jepang membuat mereka tidak dapat bergerak.
Minimnya komunikasi tidak memungkinkan mereka mengarahkan dukungan tembakan artileri untuk menggempur posisi Jepang di perbukitan. Meski tersudut, Batalyon 3 memukul mundur beberapa serangan Jepang ke posisi mereka. Lalu untuk pertama kali dalam perang di Papua dan Pasifik, Jepang mengeluarkan armada tank untuk menyerang pihak Sekutu.
Amunisi dan obat-obatan menipis. Pihak Sekutu mengirimkan bantuan lewat laut dengan tank-tank amfibi merapat di bawah tebing karang di tepi laut yang terlindung dari tembakan Jepang. Mereka mengevakuasi serdadu Amerika yang terluka dan menurunkan pasokan logistik yang dibutuhkan pasukan.
Menjelang petang, tembakan artileri Sekutu dari darat, laut, dan tembakan dari pesawat tempur menghujani posisi Jepang. Sebanyak empat tank Sekutu dari Kompi Tank Batalyon 603 memasuki kancah pertempuran memberikan perlindungan bagi pasukan Amerika yang mundur dari garis depan.
Batalyon 3 yang mengalami banyak kerugian mengambil posisi di belakang Batalyon 2 selepas pukul 18.30. Malam itu patroli dari Resimen Infanteri 186 masih mencari jalan ke jurusan utara dan timur Biak dari pantai pendaratan. Patroli Kompi G juga diberangkatkan ke Opiaref tetapi mereka tidak mendapati musuh di sana.
Dalam laporan kepada Jenderal Krueger, Mayor Jenderal Horace Fuller melaporkan situasi pertempuran kritis dan meminta bala bantuan Resimen Infanteri 163 Combat Team (minus satu batalyon) yang dipersiapkan di Pulau Wakde dan Resimen Para 503 diberangkatkan dari Teluk Oro ke Hollandia sebagai cadangan jika dibutuhkan diterjunkan di Pulau Biak.
H +3 pendaratan, tank vs tank
Memasuki hari ketiga pendaratan, Jepang kembali menyerbu posisi pasukan Amerika dalam tiga gelombang serangan. Pertempuran tank lawan tank di mandala Perang Pasifik pecah untuk pertama kalinya di Biak!
Pasukan Jepang mengerahkan tank-tank ringan Type 95 Ha-Go melawan tank-tank menengah M4 Sherman milik pasukan Amerika. Kavaleri Jepang bergerak dengan gegabah mengirimkan kolom tank sepanjang jalan raya tepi pantai dengan tank berikut menggantikan serangan ketika tank terdepan dilumpuhkan.
Akhirnya sebanyak tujuh tank Jepang dihancurkan, sisa tank Jepang mengundurkan diri, meski demikian pasukan infanteri Jepang dengan berani terus menyerang dan mengepung posisi Resimen Infanteri 162.
Meski pihak Amerika berhasil menewaskan 400-an serdadu Jepang, lagi-lagi Resimen Infanteri 162 terkepung, dan upaya gagah berani dari Kompi B dan Kompi Meriam berhasil membuat mereka lolos dari kepungan pihak Jepang yang menguasai ketinggian.
Pihak Sekutu menyadari, sebelum menguasai perbukitan, mereka tidak akan berhasil merebut dan menguasai sasaran utama, yakni landasan udara Mokmer. Diputuskan untuk mundur ke Mandon dan terhubung kembali dengan Resimen Infanteri 186 di timur Biak.
Barisan tank memimpin gerak mundur pasukan Amerika dan sebagian lainnya diangkut dengan kendaraan amfibi melalui laut. Peleton D dari Kompi Batalyon Antitank 641 diperintahkan memberikan dukungan tembakan mortir berat 4.2 inci lalu menghancurkan persenjataan mereka sesudah pasukan berhasil mengundurkan diri. Selanjutnya, mereka pun diperintahkan mundur ke arah timur, bergabung dengan induk pasukan.
Di sisi timur Biak, Resimen Infanteri 186 mengalami dua kali serangan udara pada dini hari H + 3. Lalu pada patroli ke jurusan utara pantai pendaratan, ditemukan adanya jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor menghubungkan Opiaref dengan rencana landasan udara yang mereka survei di utara Bosnek. (Bersambung Bagian II...)