JAKARTA, KOMPAS -- Dewan Pers diharapkan memperketat penerbitan sertifikat dan kartu kompetensi wartawan. Jangan sampai, orang-orang yang bukan berprofesi sebagai jurnalis turut diberi kesempatan ikut uji kompetensi wartawan.
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat, Yadi Hendriana mengungkapkan, berdasarkan pemantauan di lapangan, masih ditemukan pengacara dan pengusaha senior yang memegang kartu kompetensi wartawan dan bahkan turut serta menguji. "Yang terjadi, orang yang tidak berprofesi sebagai jurnalis bisa memegang kartu itu. Kalau setelah aturan baru terbit tetapi Dewan Pers masih meloloskan itu, berarti program ini gagal," ujar Yadi, Jumat (6/4/2018) di Jakarta.
Menurut Yadi, semangat Dewan Pers menggelar Uji Kompetensi Wartawan atau Jurnalis adalah untuk memisahkan (dan menjamin kompetensi) wartawan tulen dan abal-abal, bukan justru memberikan peluang bagi wartawan abal-abal untuk mendapatkan sertifikat dan kartu kompetensi. Karena itulah, IJTI meminta Dewan Pers melakukan audit dan revisi dari proses uji kompetensi yang selama ini sudah berjalan.
Apabila ada wartawan yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik atau memutuskan untuk terjun berpolitik, Yadi mendesak Dewan Pers untuk tidak sungkan-sungkan mencabut kartu kompetensi wartawannya. Hal ini penting karena dengan kartu tersebut, mereka dapat melakukan hal-hal yang membahayakan kepentingan publik.
Hargai profesionalisme
Dari total 27 lembaga penguji yang ada, faktanya hanya segelintir lembaga penguji yang aktif menggelar uji kompetensi. Karena itulah, menurut Yadi Dewan Pers mesti menekankan kepada perusahaan-perusahaan media untuk proaktif menggelar uji kompetensi kepada seluruh jurnalisnya.
"Karena namanya uji kompetensi maka yang diukur adalah kompetensinya, sehingga semestinya perusahaan media wajib memberikan penghargaan terhadap profesionalisme jurnalisnya," kata dia.
Pelaksana Tugas Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Sasongko Tedjo mengungkapkan, PWI kini memperketat seleksi awal para peserta Uji Kompetensi Wartawan. "Di beberapa daerah sempat terjadi, ada wartawan yang tidak jelas berasal dari mana tetapi bisa masuk. Setelah itu kami lebih selektif lagi, seluruh ketua PWI provinsi kami beri tugas untuk menyeleksi peserta uji kompetensi," ucapnya.
Sejak digelar 2011 lalu, PWI telah menggelar Uji Kompetensi Wartawan kepada 9000an jurnalis. Dari seluruh uji kompetensi yang telah dilaksanakan, angka rata-rata ketidaklulusannya mencapai 10 persen.
Sasongko mengakui, belum ada korelasi dan respon yang positif dari perusahaan media terhadap hasil uji kompetensi para wartawannya. Kalaupun ada perusahaan yang memberi apresiasi dengan menaikkan gaji serta remunerasi, jumlahnya masih sangat sedikit.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, uji kompetensi dibutuhkan untuk memastikan proesionalitas wartawan. Selain itu, mereka nantinya juga berhak mendapatkan perlindungan terkait profesinya sebagai wartawan.