JAKARTA, KOMPAS--Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih mengatakan pihaknya segera melaksanakan amar putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran tentang dokter spesialis radiologi Terawan Agus Putranto. Langkah yang akan dilakukan adalah berkomunikasi dengan para pihak terkait termasuk Terawan dan atasannya untuk menyampaikan amar putusan tersebut.
“Selain itu Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan memberikan ruang kepada Terawan untuk membela diri di forum khusus profesi meskipun ruang pembelaan itu sebenarnya sudah diberikan pada saat persidangan,” ujar Daeng saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Daeng mengaku PB IDI menerima amar putusan MKEK sekitar dua pekan lalu. Setelah itu majelis pimpinan pusat PB IDI menggelar rapat untuk menentukan tindakan eksekusi termasuk menetapkan para pihak yang diajak berkomunikasi dan berkoordinasi.
Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan memberikan ruang kepada Terawan untuk membela diri di forum khusus profesi
Hormati putusan
Sementara Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar IDI meminta agar semua pihak menghormati putusan terkait pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia yang diberikan pada dokter spesialis radiologi Terawan Agus Putranto. Putusan tersebut murni karena masalah etika perilaku profesi kedokteran, sehingga diharapkan tidak ada intervensi dari pihak luar profesi.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prijo Sidipratomo, Kamis (5/4/2018) di Jakarta menyampaikan, putusan tersebut sudah dipertimbangkan dengan tujuan keselamatan pasien. Tatalaksana yang dilakukan berdasarkan sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia (kodeki).
Ia menyatakan jika putusan majelis tersebut murni masalah etika profesi kedokteran. Tidak ada pertimbangan akademik dan prosedur standar operasional tindakan kedokteran, seperti metode pengobatan yang dilakukan Terawan.
“Diharapkan semua pihak bisa menghormati dan menghargai apa yang menjadi putusan MKEK. Jika yang bersangkutan (Terawan) masih merasa anggota IDI, mohon ikuti aturan yang berlaku. Sementara bagi pihak yang tidak paham persoalan profesi dan etika kedokteran, saya harap tidak memperkeruh keadaan. Ini masalah profesi,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila F Moelek dalam siaran pers juga berpendapat bahwa masalah pemecatan Terawan merupakan urusan internal profesi dokter dari organisasi IDI sehingga harus diselesaikan secara internal.
Ia menyarankan, IDI melakukan komunikasi antar organisasi yaitu dengan MKEK, PDSRI (Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia), dan PERSI (Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) untuk menyamakan pendapat dalam menyampaikan informasi ke publik.
Pendapat tersebut termasuk langkah-langkah tindak lanjut yang sesuai dengan ketentuan dan standar kedokteran. Sampai saat ini, Kemenkes masih berkomunikasi dengan IDI, MKEK, dan organisasi profesi untuk medalami fakta yang sebenarnya terjadi. Nantinya, jika masalah ini belum bisa diselesaikan secara internal, pihaknya akan memediasi pertemuan bagi pihak yang terkait.
Prijo mengatakan, persidangan terkait pelanggaran kodeki ini berlangsung sejak enam tahun lalu. Dalam persidangan, pihak MKEK mengundang Terawan sebanyak 8 kali untuk memberi keterangan, namun tidak ditanggapi. Setelah bukti dan keterangan terkumpul, pada 12 Februari 2018 amar putusan sidang Kemahkamahan Etik disampaikanke PB IDI dengan rekomendasi bisa dieksekusi pada 26 Februari 2018.
Dalam amar putusannya, majelis menyatakan Terawan melanggar etik berat dengan sanksi suspensi keanggotaan IDI selama 12 bulan mulai 26 Februari 2018 sampai 25 Febuari 2019. Selain itu, majelis juga merekomendasikan untuk pencabutan izin praktik.
“Karena tidak segera ditindak lanjut oleh PB IDI, berdasarkan pedoman Ortala (Organisasi dan Tatalaksana) MKEK, kami mengirimkan surat pemberitahuan langsung pada perhimpunan yang menaungi pihak yang bersangkutan (Terawan) yaitu PDSRI pada 23 Maret 2018 lalu karena putusan itu berkaitan status kepengurusan beliau sebagai Ketua PDSRI,” kata Prijo.
Seperti diberitakan sebelumnya, MKEK memutuskan Terawan melakukan pelanggaran etika serius dan dijatuhi sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan mulai 26 Febuari 2018 hingga 25 Febuari 2019. Majelis juga merekomendasikan pencabutan izin praktek.
Putusan itu dihasilkan melalui masa persidangan yang berlangsung lebih dari dua tahun dan selama itu, Terawan tidak pernah hadir termasuk saat pembacaan putusan. Adapun putusan majelis adalah murni etika perilaku, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Tidak ada pertimbangan akademik dan prosedur standar operasional tindakan kedokteran.