Penerapan e-Government di 350 Jenis Pelayanan Menangkal Celah Transaksional
SURABAYA, KOMPAS – Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, terus memperluas penerapan pelayanan publik menggunakan electronic government. Sejak mulai diterapkan pada 2002, kini sudah ada sekitar 350 pelayanan yang bisa diakses melalui e-government.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya Antiek Sugiharti, Rabu (4/4/2018) di Surabaya, mengatakan, saat ini ada sekitar 350 jenis pelayanan yang diakses melalui sistem elektronik. Pelayanan berbasis e-government ini diterapkan antara lain di sistem pengelolaan keuangan daerah, e-SDM, e-Monitoring, e-Education, e-Office, sistem siaga bencana 112, pajak daring, e-Permit, e-Health, Simprolamas (sistem informasi program layanan masyarakat), e-Dishub, dan Media Center.
Antiek menuturkan, penerapan e-government pertama di Surabaya adalah e-procurement. Sistem ini diciptakan untuk memudahkan kinerja monitoring pelaksanaan kegiatan pembangunan melalui proyek-proyek yang ada.
“Pada tahun 2003 hingga 2004, sistem itu diserahkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang saat itu diterima Agus Raharjo. Aplikasi ini kemudian berkembang pada 2009 melalui Keputusan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa yang dikenal dengan nama LPSE,” katanya.
Setelah e-procurement, Pemkot Surabaya lalu membuat aplikasi e-Budgeting pada tahun 2003. Aplikasi ini digunakan untuk penyusunan anggaran di lingkungan Pemkot Surabaya melalui konsep GRMS (Government Resource Management System). Sistem lalu dikembangkan menjadi e-musrembang dan e-performance.
Setelah 16 tahun berkembang, kata Antiek, e-government terus berkembang jumlahnya dan kini mencapai sekitar 350 palayanan. Sistem ini secara garis besar terbagi menjadi penyediaan pelayanan kepada masyarakat dan untuk internal yakni perencanaan sampai pengawasan program.
“Di beberapa aplikasi itu, ada yang sampai ratusan perijinan yang bisa diurus oleh warga, seperti di Surabaya Single Window yang di dalamnya memuat 230 aplikasi perizinan yang biasanya diurus di dinas-dinas. Dengan aplikasi ini, maka warga sangat mudah untuk mengurus perizinan,” ujarnya.
Menurut Antiek, meskipun Pemkot Surabaya sudah l menciptakan ratusan aplikasi, namun pihaknya tidak akan cepat puas. Dia memastikan bahwa Pemkot Surabaya akan terus mengembangkan berbagai sistem ini untuk membantu dan memudahkan masyarakat.
“Keberadaan e-government untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat agar lebih mudah, lebih cepat, dan transparan sehingga pembangunan smart city di Surabaya bisa dirasakan sampai kalangan masyarakat bawah,” tutur Antiek.
Kepala UPTSA Surabaya Pusat Mohammad Zulchaidir menuturkan, pemohon izin di Surabaya bisa mulai mengajukan permohonan dari rumah melalui gawai. Mereka hanya perlu bertemu langsung dengan petugas saat verifikasi berkas. “Semua menerapkan sistem elektronik termasuk transaksi keuangan tidak menggunakan uang cash,” ujarnya.
Sudirman (48) salah satu pengguna e-Health, mengatakan, dirinya sangat terbantu dengan aplikasi tersebut. Aplikasi untuk mengantre di puskesmas ini memberikannya perkiraan waktu kedatangan sehingga tidak perlu meninggalkan pekerjaannya terlalu lama untuk berobat.
Sekarang, pria yang bekerja sebagai pedagang itu bisa memperkirakan lama waktu yang dihabiskan di puskesmas untuk bisa kembali berdagang usai memeriksakan diri. “Kalau sedang sepi, paling lama hanya butuh waktu 30 menit dari datang hingga selesai pemeriksaan. Kalau dulu waktu ambil antrean bisa hingga 2 jam,” katanya.
Kepala Puskesmas Kenjeran Esti Sriwuri mengatakan, sekitar 60 persen pasien di Puskesmas Kenjeran mengantre menggunakan e-Health. Dia menyarankan pasien untuk menggunakan e-Health karena bisa mengurangi waktu tunggu dan mempercepat proses pemeriksaan.“Petugas kami bisa langsung memeprsiapkan data rekam medis jika sebelumnya tahu identitas pasien yang datang,” ujarnya.
Surabaya pelopor
Kota Surabaya menjadi pelopor penerapan e-Government di Indonesia. Bahkan, sistem e-Government atau pelayanan publik di seluruh instansi di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya yang terkoordinasi satu dengan lain dengan menggunakan teknologi telematika, mulai diterapkan di lingkungan Pemkot Surabaya pada 2002.
Dari e-Government yang digarap ketika Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjabat sebagai Kepala Bagian Bina Pembangunan, kini sudah ada ratusan aplikasi. Pelayanan publik berbasis teknologi informatika menurut Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya, Antiek Sugiharti, diciptakan oleh Risma untuk memudahkan kinerja monitoring pelaksanaan kegiatan pembangunan melalui proyek-proyek yang ada.
Setahun stelah diciptakan dan diterapkan di lingkungan Pemkot Surabaya, yakni pada 2003-2004, sistem itu diserahkan kepada pejabat Bappenas Agus Raharjo. Selanjutnya pada 2009-2010 terbitlah Keputusan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa yang dikenal di tingkat nasional dengan nama Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Setelah e-procurement, Risma lalu membuat aplikasi e-Budgeting pada 2003. Aplikasi yang juga pertama kalinya di Indonesia untuk penyusunan anggaran di lingkungan Pemkot Surabaya. Aplikasi ini melalui konsep Government Resource Management System (GRMS). Wali Kota kata Antiek terus mengembangkan berbagai aplikasi ini, sehingga di tahun 2009 muncul e-Musrembang dan 2010 ada e-performance.
Dengan berjalannya waktu, kata Antiek, berbagai aplikasi itu lahir di lingkungan Pemkot Surabaya, hingga saat ini sudah mencapai ratusan aplikasi atau sistem. Secara garis besar, sistem e-Government di Pemkot Surabaya dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya sistem pengelolaan keuangan daerah, e-SDM, e-Monitoring, e-Education, e-Office, Sistem Siaga Bencana 112, Pajak Online, e-Permit, e-Health, Simprolamas (sistem informasi program layanan masyarakat), e-Dishub dan Media Center.
Hampir semua proses alur kinerja aplikasi, termasuk kondisi lalu lintas, pintu air serta saluran di seluruh wilayah Surabaya, bisa dipantau oleh Risma melalui gawai dan layar televisi di ruang kerjanya. Televisi ukuran 52 inci ini ada sebanyak 20 unit dengan masing-masing televisi yang memantau 9 titik/ lokasi yang sudah dilengkapi kamera pemantau atau CCTV.
Secara lebih rinci, sistem pengelolaan keuangan daerah terdiri dari e-Planning yang dibagi lagi dengan sistem e-Musrembang, e-DevPlan, dan e-Deployment. Selain e-Planning, ada pula e-Budgeting, e-DPA, e-Project, e-Procurement, e-Delivery, e-Payment, e-Accounting, e-inventory, e-SIMBADA, e-Controlling, e-Peformance, e-Tax, e-Audit, dan Fasum-fasos. Sedangkan e-SDM terkait tes calon pegawai negeri sipil (CPNS), gaji berkala, kenaikan pangkat, mutasi, dan pensiunan. Sementara e-Monitoring di dalamnya ada CCTV/SITS, penertiban reklame, pajak dan retribusi, operasi yustisi, monitoring sampah, monitoring permakanan serta monitoring ketinggian air. Lalu e-Education menyangkut penerimaan murid baru, tryout online, rapor online, penerimaan kepala sekolah online, dan radio visual. Di dalam e-Office terdapat e-Surat dan e-Jadwal dan pajak online meliputi pajak restoran, pajak parkir, pajak hotel dan PBB.
Bahkan untuk e-Permit di dalamnya ada Surabaya Single Window (SSW) online dan mobile serta e-Lampid. Khusus untuk e-Dishub di dalamnya ada uji kir, traffic, parkir, perijinan, terminal, dan angkutan. Sementara untuk media center, pemkot menyediakan e-Wadul, e-Sapawarga, Surabaya.go.id, twitter, Facebook, Youtube dan call center lewat pesan pendek melalu telepon seluler.
Di beberapa aplikasi itu, ada yang sampai ratusan perijinan yang bisa diurus oleh warga, contohnya SSW yang di dalamnya memuat 230 aplikasi perizinan yang biasanya di urus di dinas-dinas. Dengan aplikasi ini, maka warga sangat mudah untuk mengurus perizinan.
Menurut Antiek, meskipun Pemkot Surabaya sudah berhasil menciptakan ratusan aplikasi, namun pihaknya tidak akan cepat puas. Ia memastikan bahwa Pemkot Surabaya akan terus mengembangkan berbagai sistem ini untuk membantu dan memudahkan masyarakat. Meski Surabaya menjadi barometer tingkat nasional, ke depan terus kembangkan, karena belum sempurna.
Sebab tujuan akhiradalah menyejahterakan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat supaya lebih mudah, lebih cepat dan transparan, sehingga pembangunan smart city di Surabaya benar-benar dirasakan hingga tingkat bawah. "Aplikasi untuk mengontrol masyarakat dari berbagai sisi,” ujar Antiek. Tujuan lain dengan adanya ratusan aplikasi, secara bertahap budaya transaksional bisa ditangkal sejak dini, karena tatap muka dengan petugas sangat minim, dan seluruh proses transparan.