Kawasan Konservasi di Banyuwangi Dikembangkan Jadi Tujuan Wisata
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS-Kelompok nelayan Bangsring di Banyuwangi, Jawa Timur, berhasil mengangkat potensi pariwisata dari daerah konservasi yang juga wilayah domisili mereka. Inisiatif yang dilakukan Banyuwangi bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola laut.
Kawasan nelayan Bangsring di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi adalah salah satu yang berhasil menjaga kelestarian wilayahnya, dan mengambil "ceruk" wisata. Dulu, perairan Bangsring rusak akibat aktivitas penangkapan ikan hias oleh nelayan setempat, menggunakan potasium selama puluhan tahun. Perlahan, kawasan setempat pulih. Ikan karang, seperti nemo yang sebelumnya menghilang kini mulai kembali.
Tahun 2017 lalu kelompok nelayan di kawasan ini memeroleh kalpataru dari Presiden Joko Widodo, karena berhasil mengubah kebiasaan nelayan dari pengebom ikan, menjadi pelestari terumbu karang.
“Transformasi dari aktivitas pengeboman, kemudian menjadi konservasi, dan akhirnya wisata adalah suatu hal yang luar biasa yang dicontohkan oleh Banyuwangi,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulfichar Mochtar pada Pembukaan Banyuwangi Underwater Festival 2018, di Bangsring, Rabu (4/4).
Dalam gelaran itu, digelar Tari Gandrung di bawah permukaan laut. Selain itu, ada sejumlah kegiatan selama tiga hari festival (4-6 April), antara lain, pengamatan ikan nemo selama 48 jam, lomba kano, pendidikan bahari, lomba lari sisir pantai, hingga fotografi bawah air. Penyelaman dan pengamatan ikan nemo nonstop ini diupayakan untuk meraih Rekor Muri.
Menurut Zulfichar, KKP tidak saja mendukung tetapi juga siap berkolaborasi lebih lanjut dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, dan nelayan setempat. “Harapannya ini bisa menjadi percontohan bagi daerah lain. (Daerah lain) Tidak sekadar membuat wacana atau demonstrasi saja, tetapi harus kongkret dalam bentuk implementasi yang terukur dan bisa dilihat langsung,” katanya.
Berdasarkan kajian, menurut Zulfichar penangkapan ikan tidak ramah lingkungan telah merugikan ekosistem Indonesia. Indonesia, walau memiliki 18 persen kekayaan terumbu karang dunia, namun yang dalam kondisi bagus, tidak sampai 6 persen. Begitu juga kondisi mangrove, yang terus berkurang.
Terkait dengan festival, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan kegiatan ini menjadi bagian dari kampanye kepedulian Banyuwangi terhadap laut. Banyuwangi ingin menerjemahkan wisata bahari ke dalam wujud pergelaran. Nantinya ada sejumah kegiatan lain, seperti festival memancing. “Festival ini jadi sarana baru untuk kampanyekan bagaimana laut menjadi beranda depan kita,” kata Anas.
Selain Bangsring, kawasan laut lain yang akan ditata adalah Muncar. Saat ini ada beberapa negara donor, seperti Pakistan, India, Amerika, Inggris, Jerman, dan Thailand, yang membantu merevitalisasi Muncar bebas dari sampah sehingga nantinya Muncar bisa menjadi tempat wisata yang menyenangkan.
Mengenai keberhasilan konservasi di Bangsri, Ketua Kelompok Nelayan Samudera Bakti, Ikhwan Arief mengatakan nelayan setempat mulai mengenal potasium sebagai alat tangkap ikan hias sejak 1970-an. Tahun 2005, nelayan baru sadar bahwa jumlah ikan hias di kawasan mereka kian berkurang, sehingga harus berburu ikan sampai daerah lain, seperti Manado dan Raja Ampat. Itupun, mereka masih menggunakan bahan berbahaya di tempat lain.
Mulai 2005 Ikhwan, warga setempat, bersama lembaga swadaya masyarakat berusaha mengubah pola pikir nelayan. “Awalnya berat, ada perlawanan dari mereka. Namun lama kelamaan upaya itu berhasil. Pola pikir mereka berubah. Bahkan yang tadinya melawan kami, sekarang jadi pelaku konservasi,” katanya.