Indonesia Produsen Sepatu Nomor Empat Terbesar di Dunia
Oleh
DD13
·4 menit baca
ELSA EMIRIA LEBA UNTUK KOMPAS
Contoh sepatu yang mengikuti lomba desain sepatu Indonesian Footwear Creative Competition 2017 oleh Yodi Aldy Dharmawan di Tangerang, Selasa (3/4/2018). Sepatu bernama Tigris itu merupakan sepatu olahraga untuk lari yang terinspirasi dari Panthera tigris sumatrae atau harimau sumatera.
TANGERANG, KOMPAS — Indonesia tercatat menjadi produsen sepatu nomor empat terbesar di dunia. Sebanyak 86 persen produksi sepatu global dibuat di negara-negara Asia. Posisi Indonesia berada di bawah China, India, dan Vietnam.
Sebelum tahun 2016, Indonesia berada di posisi ketiga terbesar produsen sepatu dunia sebelum akhirnya digeser Vietnam. Direktur Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, Aneka, dan Kerajinan Kementerian Perindustrian Ratna Utarianingrum mengatakan, posisi Indonesia sebagai negara ketiga produsen sepatu terbesar dunia digeser Vietnam karena konsumsi sepatu di negara tersebut rendah.
”Posisi Indonesia turun karena konsumsi nasional sepatu Vietnam lebih rendah sehingga ekspor mereka lebih tinggi,” kata Ratna di Tangerang, Selasa (3/4/2018). Selain itu, Vietnam yang terletak dalam satu daratan dengan China dinilai sebagai salah satu faktor yang membuat biaya impor bahan baku lebih murah.
Kendati demikian, ia menilai, produksi sepatu di Indonesia menunjukkan tren positif. Kontribusi industri alas kaki terhadap produk domestik bruto (PDB) 2017 adalah Rp 26,5 triliun atau naik 2,4 persen. Kinerja ekspor pun tumbuh menjadi 4,9 miliar dollar AS tahun 2017.
Mayoritas jenis sepatu yang diekspor adalah sepatu olahraga dengan merek global, seperti Nike dan Adidas. Negara tujuan utama ekspor adalah Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang.
Ratna optimistis, Indonesia dapat kembali menduduki peringkat ketiga dunia. Hal itu karena selisih produksi alas kaki nasional antara Indonesia dan Vietnam hanya berbeda sekitar 100 juta pasang.
Selain itu, pemerintah juga tengah berupaya menggenjot produksi sepatu di kalangan industri kecil dan menengah (IKM). Saat ini, produksi alas kaki oleh IKM lokal per tahun rata-rata masih di bawah 10 persen dari total produksi nasional. Pemerintah, menurut Ratna, berupaya untuk meningkatkan produksi dengan memberdayakan dan menambah pelaku industri lokal.
Data dari Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kemenperin menyebutkan, total produksi alas kaki Indonesia 1,11 miliar pasang pada 2016. Terdapat sekitar 33.000 IKM sektor alas kaki dengan jumlah pekerja lebih kurang 120.000 orang. Sementara pelaku industri besar sebanyak 250 perusahaan.
Kompas/Totok Wijayanto
Dadi menyelesaikan pesanan sepatu di bengkel kerja milik Suprayitno di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (20/1/2017). Saat ini pesanan sepatu dari konsumen tengah menurun. Jika dulu dalam seminggu setiap tukang dapat mengerjakan sekitar 50 pasang sepatu dalam seminggu, saat ini hanya 20 pasang.
Namun, dengan jumlah pelaku industri kecil dan menengah tersebut, produksi alas kaki pelaku IKM tidak mencapai 10 persen. ”Rata-rata satu produsen menghasilkan 10 pasang sepatu per hari,” kata anggota Staf Bagian Program BPIPI Kemenperin, Alfiyan Darojat, di sela-sela acara Makers Talk #2 Challenge Your Creativitydi Tangerang, Selasa (3/4/2018).
Dengan demikian, seorang pelaku IKM yang memproduksi 10 pasang dalam 20 hari kerja akan menghasilkan 200 pasang per bulan atau 2.400 pasang sepatu per tahun. Diperkirakan 33.000 pelaku IKM menghasilkan 79,2 juta pasang sepatu per tahun.
Kompas
Direktur Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, Aneka, dan Kerajinan Kemenperin Ratna Utarianingrum di Tangerang, Selasa (3/4/2018).
Ratna menambahkan, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi sepatu lokal IKM Indonesia. Misalnya, memberikan diskon pembelian mesin baru sebanyak 30 persen untuk mesin lokal dan 25 persen mesin impor kepada pelaku IKM serta sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).
”Pemerintah juga menyediakan kredit usaha rakyat dan pelatihan,” ujar Ratna. Contoh dari pelatihan yang diberikan adalah program bimbingan tenaga ahli. Pemerintah pada tahun ini akan bekerja sama dengan desainer sepatu asal Italia guna memberikan bimbingan teknis kepada pelaku IKM alas kaki bidang desain.
BPIPI pun berusaha menarik minat generasi muda Indonesia untuk terjun ke dunia sepatu. Contohnya dengan mengadakan Lomba Desain Alas Kaki BPIPI. Lomba tersebut telah memiliki jaringan internasional dengan International Footwear Design Competition (IFDC).
ELSA EMIRIA LEBA UNTUK KOMPAS
Contoh sepatu Royal Kraton Pride yang mengikuti lomba desain sepatu Indonesian Footwear Creative Competition 2017 oleh Naomia Maharani di Tangerang, Selasa (3/4/2018). Desain tersebut terinsipirasi dari baju Keraton Jawa dengan aksen sulur bunga berwarna keemasan.
Kompetisi itu mengajak peserta lomba untuk mendesain sepatu yang unik serta ditampilkan melalui foto dan video dengan menarik. Oleh karena itu, terdapat tiga aspek yang ditekankan, yaitu desain, fotografi, dan videografi. ”Kompetisi bertujuan mengubah mindset anak muda bisnis sepatu adalah hal yang menarik,” ujar Alfiyan.
Videografer dan Founder Layaria, perusahaan kreator konten video daring, Dennis Adhiswara, dalam diskusi Makers Talk #2 Challenge Your Creativity, menyatakan, generasi milenial juga dapat diajak berkolaborasi di bidang pemasaran karena mereka melek dunia digital.
”Kemampuan mereka di teknologi dapat digabungkan dengan perajin yang kredibel dan berpengalaman, tetapi masih menciptakan produk yang masih manual,” ujarnya.
Konsumsi produksi sepatu nasional sekarang adalah 800 juta pasang per tahun. Saat ini terjadi perubahan pola konsumsi per kapita masyarakat. Jika sebelumnya konsumsi per kapita adalah 1,8 pasang per tahun, sekarang menjadi 3,3 pasang per tahun. Artinya, kebutuhan sepatu orang Indonesia menjadi lebih dari tiga pasang per tahun.
Kompas
Anggota Staf Bagian Program Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kementerian Perindustrian, Alfiyan Darojat, di Tangerang, Selasa (3/4/2018)
Alfiyan menambahkan, BIPI kini berusaha memperluas target pembeli menuju kelas menengah ke atas yang mulai bertambah jumlahnya di Indonesia. Secara psikologi, mereka membeli sepatu dengan kisaran harga Rp 500.000-Rp 1,5 juta. Namun, sepatu tersebut biasanya dibeli dengan beberapa pertimbangan, salah satunya sepatu harus memberikan mereka pengalaman.
”Misalnya sepatu dengan desain batik, mereka akan merasa menghargai budaya. Generasi muda sebenarnya menjunjung identitas bangsa,” ujarnya.