JAKARTA, KOMPAS — Facebook akhirnya menjadi proaktif dalam memerangi berita bohong dan berita palsu di media sosial. Kali ini, perusahaan asal Amerika Serikat itu bekerja sama dengan pemeriksa fakta pihak ketiga untuk memeriksa berita yang beredar di platform media sosial nomor satu di Indonesia tersebut.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Facebook dan Instagram pada 2017 menduduki peringkat kedua sebagai media sosial yang dilaporkan memiliki konten negatif di media sosial, yaitu 857 laporan. Adapun peringkat pertama diduduki oleh Twitter.
”Facebook dalam mengontrol konten yang beredar memiliki dua prosedur,” kata News Partnership Lead Facebook Indonesia Alice Budisatrijo dalam acara media briefing di Jakarta, Senin (2/4/2018).
Prosedur pertama adalah menghapus konten yang tidak sesuai dengan ketentuan dasar, seperti mengandung kebencian, pornografi, dan kekerasan.
Prosedur kedua adalah Facebook akan mengurangi distribusi konten hingga berada di peringkat rendah pada News Feed dan memberikan informasi tambahan. Konten yang mendapat perlakuan tersebut adalah konten hasil laporan dari masyarakat terkait kebenaran yang dipertanyakan, tetapi masih tidak melanggar ketentuan Facebook.
Public Policy Lead Facebook Indonesia Ruben Hattari menyatakan, ketentuan yang harus dipatuhi pengguna adalah dalam media sosial mereka wajib menciptakan lingkungan yang aman dan terbuka. Selain itu, mereka juga harus mendorong sikap yang sopan dan bertanggung jawab.
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) tahun 2017, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 mencapai 143,26 persen. Jumlah meningkat dari 2016, yaitu 132,7 juta orang. Data Facebook kuartal ketiga tahun 2017 menunjukkan terdapat 115 juta orang Indonesia pengguna aktif Facebook.
Facebook bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengecek kebenaran suatu berita yang dipertanyakan. Facebook menggandeng Tirto.id, sebagai pemeriksa fakta pihak ketiga yang telah memiliki sertifikasi dari Poynter Institute, jaringan pemeriksa fakta internasional independen.
Pemeriksa fakta akan mendapatkan akses di Facebook untuk menilai sejumlah berita yang dipertanyakan kebenarannya. Berita-berita tersebut diperoleh dari sistem Facebook dan laporan pengguna.
Setelah itu, pemeriksa fakta akan memeriksa dan mengelompokkan berita tersebut ke salah satu dari empat kategori, yaitu kategori berita salah (false), benar (true), campuran salah dan benar (mixed), dan tidak dapat ditentukan (undetermined).
Selain itu, pemeriksa fakta juga akan mengoreksi berita salah ataupun palsu yang beredar dengan menyertakan berita sanggahan. Berita yang diragukan tersebut juga akan dikurangi jumlah distribusinya sehingga semakin sedikit yang melihat.
Setelah ditandai, akan muncul peringatan ketika pengguna ingin tetap membagikan konten tersebut. ”Peringatannya seperti konten ini telah dipertanyakan akurasinya, apakah tetap ingin di-share?” kata Alice.
Facebook dinyatakan tidak memiliki kewenangan dalam menghapus sebuah konten yang meragukan, tetapi tidak melanggar ketentuan dasar. Tindakan menghapus sebuah konten baru dapat dilaksanakan ketika diimbau oleh pemerintah.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemkominfo Noor Iza, secara terpisah, menyatakan, pelaku industri media sosial biasanya diberi waktu 48 jam untuk menurunkan konten yang dinilai tidak sesuai dengan hukum setelah ditinjau oleh pemerintah. Pelaku industri yang tidak melaksanakan imbauan tersebut, media sosialnya terancam ditangguhkan.
Menurut CEO Tirto.id Sapto Anggoro, berita yang diperiksa adalah berita dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, ekonomi, dan politik. Namun, ia mengakui timnya yang terdiri dari lima orang akan membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengatasi ribuan berita yang dipertanyakan di Facebook setiap harinya.
Alice juga mengatakan, Facebook berharap bekerja sama dengan pihak lainnya untuk mengecek kebenaran berita yang beredar. Kerja sama dengan pemeriksa fakta telah berlaku sejak 2 April ini.
Ruben menambahkan, kerja sama dengan pemeriksa fakta merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan literasi digital dari hulu. Dalam waktu dekat, Facebook bersama Kemkominfo dan Bawaslu juga akan membuat iklan layanan masyarakat untuk membantu mengenal berita palsu dalam menyambut tahun politik 2018 dan 2019 ini.