JAKARTA, KOMPAS — Temuan parasit cacing dalam ikan makerel kemasan kaleng di sejumlah produk impor dan dalam negeri merugikan masyarakat dan usaha pengolahan ikan. Untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha, penelusuran asal-usul bahan baku dilakukan sampai ke sarana produksi di negara asal dan pengujian pada lebih banyak sampel.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menegaskan, pihaknya akan memperluas pengujian produk ikan makerel kemasan kaleng lain, terutama yang memakai bahan baku impor dari China. Pihaknya akan menginformasikan temuan ini kepada otoritas pangan di China untuk memperketat ekspor bahan baku ikan olahan ke Indonesia.
”Ada lebih dari 66 merek produk ikan makerel kemasan kaleng terdaftar di Indonesia. Banyak di antaranya memakai bahan baku impor. Pengujian akan diperluas ke merek lain agar lebih representatif dan melindungi masyarakat,” kata Penny, yang dihubungi di Jakarta, Jumat (30/3).
Sebelumnya, BPOM mengumumkan, 27 merek produk ikan kaleng yang merupakan produk impor dan produk dalam negeri mengandung parasit cacing. Hasil itu didapat setelah BPOM memeriksa 541 sampel ikan di kemasan kaleng dari 66 merek yang beredar hingga 28 Maret 2018.
Dari jumlah itu, 27 merek (138 batch) positif mengandung parasit cacing yang sudah mati, yakni 16 merek impor dan 11 merek dalam negeri. Produk dalam negeri yang mengandung parasit cacing memakai bahan baku dari negara sama dengan negara asal 16 merek impor, yakni China.
27 merek (138 batch) positif mengandung parasit cacing yang sudah mati, yakni 16 merek impor dan 11 merek dalam negeri
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, BPOM harus menginvestigasi proses produksi ikan makerel kemasan kaleng untuk menemukan penyebab mengapa produk tersebut tidak higienis dan bahan baku tercemar.
Pihak BPOM berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memperkuat pengawasan rantai produksi ikan, dari penangkapan hingga produk jadi. Menurut Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo, penemuan parasit pada ikan sarden dan makerel dalam kaleng pertama kali terjadi di Indonesia. Untuk itu, pihaknya dan BPOM melacak asal bahan baku produk.
Penelusuran sumber bahan baku meliputi asal-usul penangkapan ikan dan waktu penangkapan, importir, sebaran, dan peruntukan bahan baku impor. Jika ditemukan ada bahan baku impor tersisa untuk produk itu, akan segera diperiksa dan diminta tidak digunakan sampai ada hasil pemeriksaan.
Secara teknis, kata Nilanto, pengalengan ikan melalui pemasakan tepat dengan suhu amat tinggi sehingga mematikan semua organisme. Namun, ada organisme tak terpantau, yakni pada tubuh ikan.
Secara teknis, pengalengan ikan melalui pemasakan tepat dengan suhu amat tinggi mematikan semua organisme
BPOM memerintahkan importir dan produsen produk ikan dalam kaleng yang mengandung parasit cacing menarik dan memusnahkan produknya dalam sebulan ke depan.
Selain itu, 16 merek produk impor sementara dilarang masuk ke Indonesia dan produksi 11 merek dalam negeri dihentikan sampai audit komprehensif selesai dilakukan.
Hasil penelusuran Kompas pada sejumlah riset di Institut Pertanian Bogor menunjukkan, cacing yang kerap ada pada ikan pelagis, seperti makerel, adalah jenis Anisakis Sp.
Cacing yang ditemukan dalam sampel ikan yang diuji sudah mati. Namun, konsumsi ikan mengandung parasit cacing itu bisa berdampak terhadap kesehatan, misalnya alergi protein dari cacing. ”Aspek higienitas tak memenuhi syarat,” kata Penny.
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fahrial Syam, mengatakan, jika tertelan manusia dalam kondisi hidup, larva cacing Anisakis bisa menempel di lambung atau usus halus. Akibatnya, muncul keluhan seperti nyeri perut, mual, muntah, dan diare beserta darah. Reaksi alergi yang ditimbulkannya pun bisa berakibat fatal.
Memukul pengusaha
Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia Ady Surya mengemukakan, penarikan dan pemusnahan 27 merek produk ikan dalam kaleng dari pasar itu memukul dunia usaha. Tiga hari terakhir, sejumlah supermarket mengembalikan barang dan menolak memasarkan produk-produk temuan BPOM. Hasil temuan BPOM dinilai belum menunjukkan fakta karena belum ada laporan korban dirugikan.
Tanggapan juga berdatangan dari pembeli luar negeri yang meminta klarifikasi. Selama ini tak ada keluhan dari negara tujuan ekspor produk sarden dan makerel kalengan. Produk ikan dalam kaleng yang diproduksi di Indonesia memenuhi sertifikasi dan standar mutu dunia.
”Pemusnahan (produk) seharusnya disertai kajian dan ada korban. Penarikan produk ikan kalengan berdampak negatif pada ekonomi, kepercayaan industri dalam negeri dan pasar luar negeri,” ujarnya. (ADH/LKT)