Menikmati Senja Penuh Warna di Bantaran Sungai Kemuning
Oleh
Jumarto Yulianus
·4 menit baca
Sungai Kemuning yang dulu dipunggungi kini menjadi beranda depan rumah warga di Kelurahan Guntung Paikat, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Hampir setiap hari pengunjung datang untuk menikmati senja penuh warna di bantaran Sungai Kemuning.
Jumat (16/3/2018) sore, suasana di Kampung Pelangi, bantaran Sungai Kemuning, riuh meski langit berselimut mendung. Beberapa anak asyik bermain bola. Sebagian lagi bermain sepeda, layang-layang, dan kejar-kejaran. Bahkan, ada yang asyik mandi di sungai sambil bermain polo air.
Tak sedikit pula pengunjung yang menikmati suasana Kampung Pelangi sore itu. Mereka datang untuk duduk bersantai sambil berfoto-foto. Di bawah payung berwarna-warni yang bergantungan, beberapa pengunjung asyik berpose. Mereka menggunakan payung dan tanggui (caping) yang telah disediakan untuk pemanis gaya berfoto.
”Asyik juga melihat kampung dicat berwarna-warni seperti ini, jadi lebih menarik dan jauh dari kesan kumuh. Ini harus dipertahankan,” kata Hj Wanda Hamidah (40), warga Binuang, Kabupaten Tapin, yang datang bersama keluarganya ke Kampung Pelangi. Jarak antara Binuang dan Banjarbaru lebih kurang 55 kilometer.
Hj Hamnah (50), warga Banjarbaru, yang baru pertama kali mengunjungi Kampung Pelangi mengatakan, kampung tersebut sudah jauh berubah. Dulu, bantaran Sungai Kemuning itu termasuk kawasan kumuh dan tidak elok dipandang.
”Kampung ini sekarang jadi bagus dan asri. Mudah-mudahan perubahan ini bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan sehingga Kampung Pelangi menjadi contoh bagi kampung-kampung yang lain,” katanya.
Bantaran Sungai Kemuning kini sudah berubah menjadi taman wisata. Taman di sepanjang sungai yang mengalir di wilayah Guntung Paikat itu dilengkapi dengan bangku untuk bersantai, taman bermain anak, dan tempat kebugaran atau fitness. Tempat sampah juga disediakan di sejumlah titik.
Rumah-rumah warga di bantaran sungai itu dicat berwarna-warni. Bahkan, sebagian temboknya dilukis. Sejak April 2017, perkampungan di Guntung Paikat itu pun menjadi terkenal dengan nama Kampung Pelangi.
Tidak hanya pengunjung yang senang melihat perubahan wajah kampung di bantaran Sungai Kemuning, warga setempat juga mengaku senang. ”Kampung kami sekarang jadi bagus, bersih, dan ramai dikunjungi. Dibandingkan sebelumnya, sekarang ini jauh lebih nyaman,” kata Sarniah (39), warga setempat.
Melihat kampungnya ramai dikunjungi, Sarniah pun menggelar meja di depan rumahnya untuk menjual aneka minuman. Hasilnya cukup lumayan untuk menambah penghasilan keluarga. ”Kalau hari biasa, rata-rata pendapatan Rp 100.000. Kalau Sabtu-Minggu dan hari libur bisa mencapai Rp 300.000,” ungkapnya.
Berubah
Ketua RT 003 RW 001 Kelurahan Guntung Paikat Junaidi mengatakan, perumahan warga di bantaran Sungai Kemuning semula kumuh. Warga setempat memiliki kebiasaan membuang sampah dan limbah ke sungai sehingga Sungai Kemuning pun kotor.
Perubahan wajah kampung terjadi setelah permukiman warga di RT 003 RW 001 kena musibah kebakaran lima tahun silam. Kebakaran hebat itu mengakibatkan 39 keluarga kehilangan tempat tinggal. Rumah-rumah yang hangus umumnya adalah rumah kayu.
Setelah kejadian itu, kata Junaidi, Pemerintah Kota Banjarbaru lalu membangun rumah beton bagi warga setempat. Rumah model kopel itu dibangun sedikit menjauhi sungai. Satu rumah ditempati dua hingga empat keluarga.
Selanjutnya, secara bertahap, Pemkot Banjarbaru menata kawasan di bantaran Sungai Kemuning, mulai dari menormalisasi sungainya, membangun siring (pembetonan), hingga membuat taman. Rumah-rumah warga di sepanjang bantaran sungai itu kemudian dicat berwarna-warni dan sebagian dilukis.
”Semuanya dikerjakan oleh pemerintah. Warga pun menikmati hasilnya dan diminta tetap menjaga kebersihan dan keindahan kampung,” kata Junaidi.
Menurut Junaidi, perubahan wajah kampung itu turut mengubah perilaku warga. Apalagi, Kampung Pelangi kini menjadi tempat wisata. ”Warga kami sudah tidak lagi membuang sampah dan limbah ke sungai. Warga juga kerap bergotong royong membersihkan Sungai Kemuning dan lingkungan sekitarnya,” katanya.
Meski sudah menjadi kawasan wisata, pengunjung Kampung Pelangi tidak dikenai biaya retribusi masuk. Pengunjung hanya cukup membayar ongkos parkir kendaraan jika ingin bersantai di kampung tersebut. Bahkan, warga setempat menyediakan aksesori untuk berfoto secara gratis.
Berkelanjutan
Pengamat perkotaan Bachtiar Noor mengatakan, perbaikan kampung, seperti di Kampung Pelangi itu, bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan masyarakat setempat. Proses itu harus memenuhi tiga aspek, yakni bina lingkungan, bina manusia, dan bina ekonomi. Ketiganya harus menjadi satu kesatuan untuk perbaikan kampung secara berkelanjutan.
”Dalam perbaikan kampung untuk mewujudkan kota tanpa kumuh, tidak hanya lingkungan fisiknya yang harus diperbaiki, tetapi masyarakatnya juga harus dibina dan diberi peluang usaha untuk meningkatkan kesejahteraan,” katanya.
Menurut Bachtiar, aspek bina manusia dan bina ekonomi kerap dilupakan dalam perbaikan kampung. Akibatnya, perubahan fisik kampung pun tidak bertahan lama.
Kalau di Kampung Pelangi tidak ada bina manusia dan bina ekonomi, akan sulit keberlanjutannya.
Kondisi yang dikhawatirkan itu bukan tidak mungkin terjadi pada Kampung Pelangi di Banjarbaru. Mungkin lima tahun ke depan pesona kampung itu akan pudar seiring memudarnya cat. Perlu kesadaran warga untuk menjaga indah warnanya.