Kepala Desa Trihanggo: Gereja Lidwina dan Masyarakat Sekitar Lulus Ujian
Oleh
Bambang Sigap Sumantri
·3 menit baca
Misa Kamis Putih sebagai bagian dari Tri Hari Raya Paskah di Gereja Santa Lidwina, Bedog, Desa Trihanggo, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berlangsung lancar tadi malam. Ratusan umat memenuhi kursi yang ditata sampai di luar gereja. Halaman parkir gereja penuh dengan motor dan mobil. Misa yang berlangsung mulai pukul 19.30 itu berlangsung lancar sampai sekitar pukul 21.15 .
”Saya merasa aman di gereja dan nyaman karena sekarang setiap misa pasti ada aparat keamanan yang menjaga,” kata Beni (23), yang datang bersama orangtuanya. Misa dipimpin Pastor Kepala Gereja Santa Lidwina Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr.
Gereja Lidwina pada Minggu (11/2/2018) pagi diserang secara brutal oleh Suliono, warga Banyuwangi, Jawa Timur. Penyerang menggunakan pedang melukai sejumlah orang dan merusak patung Yesus dan Bunda Maria yang ada di dalam gereja. Suliono juga melukai Pastor Karl-Edmund Prier SJ yang saat itu memimpin misa.
Sebelum misa Kamis Putih dimulai, Kepala Desa Trihanggo Herman Budi Pramono, berpidato di dekat altar gereja. ”Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bapak dan Ibu yang saya hormati, saya mau tanya, kalau Anda diberi ijazah, itu tandanya apa?”
”Lulus ujian,” begitu gemuruh jawaban umat.
Herman menjelaskan, dengan adanya penyerangan gereja beberapa waktu yang lalu, itu adalah ijazah, kita sudah lulus dan naik tingkat. ”Bagaimana kita membangun suatu kehidupan yang penuh toleransi, tetapi kemarin itu kok ada peristiwa intoleransi, nah coba dikaji hal itu,” katanya.
Kepala desa yang sudah menjabat untuk periode kedua itu meneruskan, ”Yang jelas pertama, pelakunya bukan orang sini dan kemudian yang perlu dicatat setelah peristiwa penyerangan itu, reaksi masyarakat relawan dari berbagai kalangan, suku, agama bahu-membahu datang ke sini untuk membersihkan, untuk kerja bakti memperbaiki gereja.”
”Nah itulah yang dikatakan lulusnya itu di situ sehingga dengan adanya peristiwa itu, pertama saya sedih, yang kedua saya terharu, melihat reaksi masyarakat dan yang terakhir, saya bangga ternyata kita gagal untuk diadu domba (tepuk tangan membahana di seluruh gereja),” ujar Herman.
Beberapa kali pidato singkat Herman memperoleh sambutan karena sering menggunakan kata-kata yang membuat tersenyum. ”Skenario dengan adanya penyerangan akan terjadi kerusuhan ternyata gagal maning, gagal maning (gagal lagi, gagal lagi),” katanya mengakhiri pembukaan misa.
Setelah penyerangan, misa di Gereja Santa Lidwina kini selalu dijaga aparat. Khusus misa besar rangkaian perayaan Paskah, penjagaan dilakukan polisi, TNI, Banser Nahdlatul Ulama, dan relawan pemuda Trihanggo.
Komandan Banser NU Trihanggo Sadam mengatakan, Banser NU secara sukarela terus membantu pengamanan gereja apabila diminta. ”Kami mempunyai 89 anggota, mereka akan berjaga bergantian, setiap hari 12 orang menjaga gereja sampai Minggu nanti,” ujar Sadam.
Kondisi gereja kini sudah makin rapi. Selain dicat ulang, patung yang rusak sudah menjadi baru lagi. Dari informasi penjaga gereja, koster Paijo Indro Wardoyo, beberapa hari setelah penyerangan, sejumlah masyarakat menyumbang patung Yesus dan Maria yang langsung dipasang di tempatnya. ”Ada satu pasang lagi sumbangan sampai sekarang masih disimpan di gudang,” kata Paijo.
Salah satu korban, Martinus Parmadi Subiantoro, yang terluka di punggung tampak sudah segar kembali di gereja. Semua korban kekerasan sudah sembuh, Romo Prier yang mengalami luka di kepala kini memakai topi ketika memimpin misa. ”Hanya rekan kami korban Pak Yohanes Tri yang sekarang matanya menjadi terganggu karena mukanya terkena sabetan pedang, mungkin mengenai saraf penglihatan,” kata Parmadi.