Peningkatan Kapasitas Pasukan Keamanan PBB Semakin Mendesak
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Keamanan dan stabilitas global terus mendapat tantangan. Selain ketegangan regional, kompleksitas perang saudara, perebutan pengaruh di kawasan, serta terorisme terus menjadi momok bagi perdamaian dunia. Tugas pasukan keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membawa misi dan mandat untuk menjaga perdamaian dunia pun menjadi kian berat, sulit, dan rumit.
Melihat situasi seperti itu, Indonesia menilai, peningkatan kapasitas pasukan keamanan menjadi semakin mendesak. Di depan semua anggota Dewan Keamanan PBB, Rabu (28/3/2018), Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mendorong pentingnya reformasi Dewan Keamanan, yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas serta proses pengambilan keputusan di lapangan.
Sebagaimana disebutkan dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri, Menlu Retno juga menekankan agar sumber pendanaan misi perdamaian harus memadai. Selain itu, Menlu Retno juga menegaskan, keamanan dan keselamatan pasukan perdamaian menjadi tanggung jawab bersama negara anggota PBB sehingga harus selalu diperhatikan.
”Pasukan keamanan PBB tidak bisa lagi bekerja business as usual…. Misi penjaga perdamaian dan penjaga perdamaian harus: terlatih dan dilengkapi dengan baik; sumber daya yang memadai; diarahkan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat setempat, seperti menyediakan fasilitas kesehatan; membantu dalam pendidikan dan membantu memulihkan infrastruktur penting,” kata Menlu Retno.
Indonesia telah mendirikan Pusat Penjagaan Perdamaian pada tahun 2007 sebagai tempat pelatihan bagi pasukan pemelihara perdamaian Indonesia dan pusat pelatihan pemeliharaan perdamaian di wilayah tersebut.
”Bersama-sama, kita perlu menemukan cara baru untuk menyediakan pengadaan yang efektif dan inovatif untuk peralatan guna mengatasi kesenjangan kemampuan dalam misi pemeliharaan perdamaian, termasuk partisipasi industri strategis dari negara berkembang,” kata Menlu Retno.
Menlu Retno menyampaikan hal itu di depan sesi Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB bertajuk ”Collective Action to Improve UN Peacekeeping Operations” di New York, Amerika Serikat. Selain berbicara sebagai wakil ASEAN, Menlu Retno juga hadir dan berbicara sebagai wakil Pemerintah Indonesia.
Menegaskan pernyataannya, Menlu Retno menekankan, pengembangan kapasitas pasukan perdamaian yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan menjadi keharusan. Oleh karena itu, sebagaimana telah disampaikan, inovasi dalam pembelian peralatan untuk misi pemeliharaan perdamaian PBB, termasuk penggunaan industri strategis dari negara berkembang, perlu dioptimalkan.
Menlu RI juga menegaskan pentingnya peningkatan kemitraan dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dengan organisasi regional.
Secara khusus, dalam kesempatan itu, Menlu Retno menyampaikan salah satu hal penting yang menjadi perhatian Indonesia terkait pasukan perdamaian PBB, yaitu pentingnya meningkatkan keterlibatan personel perempuan. Menurut Menlu RI, perempuan lebih mudah untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan.
”Jumlah Peacekeepers perempuan dalam misi pemeliharaan keamanan PBB harus ditingkatkan mengingat lebih mudah bagi perempuan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan,” tutur Menlu Retno.
Perempuan lebih mudah memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan.
Sebagai koordinator ASEAN untuk DK PBB, Menlu RI menyampaikan pidato baik atas nama ASEAN maupun dalam kapasitas sebagai Indonesia. Untuk pertama kalinya, ASEAN, sebagai regional grouping, menyampaikan pidato di depan DK PBB.
Debat terbuka ini diselenggarakan di bawah presidensi Belanda di Dewan Keamanan PBB. Pertemuan dipimpin Perdana Menteri Belanda dan Sekjen PBB selaku pemapar. Tercatat 13 pejabat setingkat menteri serta 69 negara anggota PBB ikut dalam debat terbuka ini.
Tema debat terbuka yang diusung Belanda dilatarbelakangi semakin meningkatnya jumlah korban Peacekeepers PBB yang disebabkan berbagai serangan dan ancaman keamanan terhadap misi PBB. Tercatat ada 57 korban selama tahun 2017 dan merupakan jumlah terbesar selama dua dekade.
Selain itu, debat juga mencoba untuk membahas proses politik bagi penyelesaian konflik di berbagai misi pemeliharaan perdamaian PBB.
Sebagai catatan, sejak tahun 1957—60 tahun lalu—Indonesia aktif terlibat dalam misi perdamaian PBB. Indonesia telah mengirim lebih dari 37.000 anggota pasukan pemelihara perdamaian ke sejumlah misi PBB.
Menurut catatan Kementerian Luar Negeri, saat ini Indonesia adalah salah satu dari 10 penyumbang terbesar pasukan untuk penjagaan perdamaian PBB. Setidaknya 2.650 personel—sebanyak 83 orang di antaranya personel perempuan—dikerahkan dalam sembilan misi PBB. (*)