PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali potensi obyek budaya di daerahnya. Tujuannya agar obyek budaya tersebut dapat dilindungi, dikembangkan, serta dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat di daerah itu sendiri.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Harry Widianto seusai menjadi pembicara dalam Lokakarya Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah di Palembang, Selasa (27/3/2018) di Palembang, mengatakan, sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan diterbitkan, fokus kerja antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat semakin jelas.
”Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengusulkan obyek budaya apa saja yang akan dikembangan,” ujarnya.
Untuk itu, ujar Harry, pemerintah daerah diharapkan merumuskan aspek yang dibutuhkan untuk menggali potensi budaya tersebut. Mulai dari melakukan identifikasi terhadap obyek kebudayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, dan pranata budayanya.
”Setiap daerah tentu memiliki kekuatan dan potensi budaya yang berbeda-beda satu dengan lainnya,” ujar Harry.
Ada 10 obyek yang perlu dikembangkan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, situs, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Agar proses perumusan optimal, kata Harry, pemerintah daerah diharapkan turut melibatkan tokoh masyarakat, budayawan, pakar budaya, dan tim ahli.
Perumusan pokok pikiran ini akan dilakukan secara berjenjang, mulai dari pokok pikiran oleh pemerintah kabupaten, kemudian ditingkatkan ke pemerintah provinsi. Kemudian diusulkan menjadi strategi kebudayaan yang akan diajukan pada kongres budaya pada November 2018. ”Praktis waktu untuk merumuskan pokok pikiran hanya delapan bulan,” katanya.
Kepala Subbagian Perencanaan Anggaran Dirjen Kebudayaan Syukur Asih Suprojo menuturkan, dengan pola kerja seperti ini diharapkan dapat mempermudah pemerintah dalam menyusun anggaran untuk memajukan kebudayaan di daerahnya. Langkah ini juga untuk memperkuat usulan diajukannya Dana Alokasi Khusus (DAK) Kebudayaan sebesar Rp 800 miliar.
Jangan menganggap kebudayaan sebagai pengeluaran semata, tetapi harus dijadikan sebuah investasi.
Walau demikian, kata Syukur, pemerintah daerah diharapkan dapat berinovasi untuk mengembangkan kebudayaannya sehingga mendatangkan pendapatan bagi daerah dan masyarakat sekitar.
”Jangan menganggap kebudayaan sebagai pengeluaran semata, tetapi harus dijadikan sebuah investasi,” katanya.
Inovasi itu dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menimbulkan daya tarik bagi wisatawan dan akhirnya mendatangkan keuntungan.
”Dengan demikian, pemerintah daerah turut berkontribusi untuk pegembangan budaya dan tidak hanya mengharapkan anggaran dari pemerintah pusat,” ucap Syukur. Saat ini, anggaran untuk dirjen kebudayaan terbilang minim yakni hanya Rp 1,8 triliun dari Rp 40 triliun yang dianggarakan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Kementerian Dalam Negeri Eduard Sigalingging menuturkan, nanti pemerintah pusat akan menyusun norma standar prosedur kriteria (NSPK) yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk mengerjakan urusan kebudayaan yang diotonomkan ke daerah.
Kebudayaan ke depan diharapkan menjadi modal pembangunan. Selama ini, pembangunan proyek nasional kebudayaan dilakukan tanpa melalui kajian mendalam. Misalnya, mengkaji budaya apa yang cocok ditempatkan di suatu daerah. Alhasil, banyak program prioritas dari pemerintah pusat yang tidak berjalan optimal di daerah.
Eduard mencontohkan, kawasan wisata Danau Toba yang menjadi destinasi wisata prioritas dari pemerintah pusat belum didukung oleh kehidupan budaya masyarakatnya. Pemerintah pusat sudah membangun jalan tol dan bandara, tetapi masih ditemukan persoalan perjudian, pelacuran, dan kejahatan lain di kawasan ini.
Pemerintah pusat sudah membangun jalan tol dan bandara, tetapi masih ditemukan persoalan perjudian, pelacuran, dan kejahatan lain di kawasan ini.
”Itu menandakan masyarakatnya belum siap menghadapi perubahan karena belum dibekali wawasan untuk mempertahankan kebudayaannya,” ujar Eduard.
Karena itu, kata Eduard, pemerintah pusat melalui dirjen kebudayaan harus melakukan pembinaan teknis secara berkala kepada masyarakat berdasarkan NSPK. Hal ini perlu dilakukan sehingga persoalan di masyarakat dapat diminimalisasi dan identitas kebudayaan di suatu daerah dapat diperkuat.