Terima Fasilitas dari Bea dan Cukai, Petani Pisang di Lampung Dipermudah Ekspor
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok tani pisang mas di Tanggamus, Lampung Timur, akan menjadi kelompok tani pertama yang menerima manfaat fasilitas subkontrak kawasan berikat yang diberikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Kelompok tani tersebut merupakan petani binaan dari PT Great Giant Pineapple (GGP), yang merupakan produsen dan eksportir nanas dan pisang. PT GPP juga merupakan eksportir yang melakukan usahanya secara terintegrasi.
Government Relations and External Affair Director GGP Welly Soegiono, di Jakarta, Senin (26/3/2018), dalam siaran persnya mengatakan, keberadaan fasilitas subkontrak kawasan berikat Bea dan Cukai di lahan petani ini merupakan fasilitas pertama yang diberikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Indonesia, dan kelompok tani binaan GGP juga menjadi kelompok tani pertama pemanfaat fasilitas ini.
”Kelompok tani binaan kami akan menjadi kelompok tani pertama pemanfaat fasilitas subkontrak kawasan berikat Bea dan Cukai, dan fasilitas ini juga yang akan kami presentasikan kepada Presiden Joko Widodo pada Selasa (27/3/2018) saat meninjau acara yang diadakan oleh Bea dan Cukai, bertema ’Silaturahmi Presiden RI dengan Pengguna Fasilitas Kepabeanan dan Peluncuran Perizinan Online’,” papar Welly.
Dalam acara besok, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati serta Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi akan meluncurkan sistem perizinan online fasilitas kawasan berikat dari sebelumnya yang membutuhkan waktu 10 hari masa pengurusan kini dipangkas menjadi hanya satu jam waktu pengurusannya. Ini sekaligus meneguhkan slogan baru Bea dan Cukai, ”Izin mudah, ekspor melimpah, investasi tambah, dan rakyat semringah”.
Menurut perwakilan kelompok tani, Soleh dari Kelompok Tani Hijau Makmur di Tanggamus, Lampung, sebelum ada fasilitas dari Bea dan Cukai, petani sulit memperoleh pupuk yang berkualitas. ”Selain itu, harga pupuk bersubsidi juga mahal, apalagi jika dibandingkan dengan harga pupuk impor, selisihnya bisa sampai berkali-kali lipat,” ujarnya.
Welly menuturkan, karena produk perusahaannya adalah komoditas pertanian hortikultura, faktor penentuan biaya produksi (production cost) yang lebih efisien menjadi tantangan untuk dapat bersaing dalam pasar internasional.
”Terutama bagi eksportir seperti kami, di mana produk kami ditujukan untuk keperluan ekspor yang 80 persen ditujukan ke wilayah Amerika Utara dan Eropa, maka peta persaingan produk pertanian hortikultura memang sangat ketat,” lanjut Welly.
Bahkan, sebelum PT GGP menerima fasilitas kawasan berikat Bea dan Cukai, keberadaan PT GGP belum diperhitungkan oleh pasar internasional. Meski demikian, setelah memperoleh fasilitas ini pada tahun 2005, perusahaan mulai dapat berkompetisi, khususnya di pasar ekspor.
Itu sebabnya, sejak tahun 2015, PT GGP berhasil menjadi produsen nanas kaleng terbesar ketiga di dunia. Bahkan, dua tahun kemudian, tepatnya pada 2017, PT GGP menjadi produsen nanas kaleng terbesar kedua di dunia.