JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan semua kepala satuan wilayah mematuhi prosedur standar operasi sehingga mampu mencegah terjadi tindakan represif yang dapat merugikan masyarakat. Atas dasar itu, penguatan sistem pencegahan konflik harus menjadi perhatian semua jajaran Polri.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti mengingatkan semua kepala kepolisian di wilayah (kasatwil) harus mengutamakan langkah-langkah pencegahan, terutama di wilayah sengketa, seperti yang terjadi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, 19 Maret lalu.
Menurut dia, komunikasi dengan pihak-pihak yang bermasalah serta memedomani Peraturan Kepala Polri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) perlu diutamakan untuk menghindari masalah yang diakibatkan kesalahan penanganan di lapangan.
”Para kasatwil Polri harus peka terhadap masalah-masalah di wilayahnya. Aparat tidak boleh melakukan kekerasan dan kesewenang-wenangan, apalagi terhadap perempuan dan anak- anak,” kata Poengky di Jakarta, Minggu (25/3).
Sebagai langkah pencegahan, para kasatwil, ujar Poengky, perlu melibatkan personel Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) setempat sejak dini. Bagaimanapun juga, Bhabinkamtibmas merupakan representasi langsung kehadiran Polri di masyarakat.
Selain itu, semua personel juga diharapkan aktif berkomunikasi dengan tokoh masyarakat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di wilayah tempatnya bertugas. Forkopimda merupakan wadah komunikasi kepala daerah, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, ketua pengadilan, kepala kepolisian, komandan distrik militer (dandim), dan kepala kejaksaan setempat.
Seperti diketahui, anggota Kepolisian Resor (Polres) Banggai yang mengawal proses eksekusi tanah melakukan pembubaran para perempuan yang menggelar pengajian di lokasi sengketa di Tanjung Sari, Banggai. Pembubaran dilakukan dengan penembakan gas air mata.
Poengky berharap keputusan tegas terhadap pencopotan jabatan Kapolres Banggai harus menjadi perhatian bagi semua pemimpin polri di seluruh Indonesia agar tidak melakukan kekeliruan serupa.
Pencopotan
Sebelum peristiwa di Banggai yang menyebabkan pencopotan Kepala Polres Banggai Ajun Komisaris Besar Heru Pramukarno, Polri juga memutasi Ajun Komisaris Besar Susmelawati Rosya dari jabatannya sebagai Kapolres Solok Kota, Sumatera Barat, karena tidak mampu meredam perilaku persekusi.
Dalam kasus Banggai, Markas Besar Polri memutuskan mencopot Kepala Polres Banggai Ajun Komisaris Besar Heru Pramukarno. Keputusan itu, kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, di Jakarta, diambil karena Heru akan menjalani proses pemeriksaan di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Selain Heru, Divisi Propam Polri juga akan meminta keterangan Kepala Polda Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal (Pol) I Ketut Argawa. Pemeriksaan dua unsur pimpinan satuan wilayah, kata Setyo, berdasarkan ada indikasi pelanggaran yang dilakukan polisi dalam pembubaran terhadap para perempuan yang melakukan pengajian tersebut.
”Kami memiliki prosedur standar operasional untuk menghadapi kegiatan massa, yaitu mengutamakan negosiasi, lalu mengedepankan pendekatan humanis,” ujar Setyo.
Perlindungan masyarakat
Asisten Kepala Polri Bidang Sumber Daya Manusia Irjen Arief Sulistyanto mengatakan, Polri akan mengedepankan penunjukan kasatwil yang berorientasi kepentingan negara sehingga dapat menjadi penanggung jawab sekaligus memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan di daerah.
Arief mengatakan, kasatwil yang gagal menjamin perlindungan kepada masyarakat akan langsung dicopot dari jabatannya.