MPR Dipimpin Delapan Orang, Tugas Jadi Tumpang Tindih dan Tak Efektif
Oleh
DD06
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kehadiran tiga wakil ketua baru menambah jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi delapan orang. Banyaknya jumlah pimpinan dinilai akan membuat pembagian tugas menjadi tumpang tindih dan tidak efektif. Apalagi, jumlah pekerjaan di MPR terbilang sedikit dan tidak tetap.
Tiga pimpinan baru itu adalah Ahmad Basarah dari Fraksi PDI-P, Muhaimin Iskandar dari Fraksi PKB, dan Ahmad Muzani dari Fraksi Gerindra. Mereka dilantik pada Rapat Paripurna, Senin (26/3), di Gedung DPR, Jakarta. Penambahan itu merujuk pada Pasal 427A Ayat c Undang-Undang No. 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3)
Setelah penambahan itu, jumlah pimpinan MPR menjadi delapan orang, terdiri dari satu Ketua MPR dan tujuh Wakil Ketua MPR. Lebih banyak dibandingkan pimpinan DPR yang hanya bertambah satu, menjadi enam orang.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karius khawatir dengan pembagian tugas pimpinan MPR. Karena, tugas tetap MPR hanya menjalankan sidang umum setahun sekali, setiap 17 Agustus. Tugas lainnya, seperti mensosialisasikan empat pilar. Itu pun tidak tetap dan hanya pada momen tertentu.
“Jadi saya bingung, tugas apa yang mau dibagi? Sedangkan saat pimpinan masih lima orang saja sudah tidak ada kerjaannya, ditambah tiga orang maka akan semakin menumpuk,” kata Lucius, saat dihubungi, Senin (26/3).
Jadi saya bingung, tugas apa yang mau dibagi? Sedangkan saat pimpinan masih lima orang saja sudah tidak ada kerjaannya, ditambah tiga orang maka akan semakin menumpuk
Bahkan, kata Lucius, separuh tugas mereka untuk menyebarkan empat pilar, yaitu Pancasila, Bhinekka Tunggal Ika, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indoenesia, sudah diambil alih oleh Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).
“Dengan adanya UKP-PIP, pekerjaan mereka makin terbatas. Tidak masuk akal kursi pimpinan malah diperbanyak. Kalau untuk bagi-bagi kerja ke delapan orang, itu terlalu banyak,” ucap Lucius.
Pembagian tugas semakin tidak jelas karena jumlah delapan unsur pimpinan MPR hanya berlaku sampai periode DPR 2014-2019 berakhir. Setelah itu, jumlah pimpinan akan kembali menjadi lima. Akibatnya, tidak ada rencana jangka panjang untuk delapan unsur pimpinan itu.
Peneliti Centre for Startegic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, penambahan tiga unsur itu tidak akan optimal karena sangat dekat dengan Pemilu 2019. Pembagian tugas akan teralih oleh kepentingan partai, mengingat banyak agenda politik dalam waktu dekat.
Ketiganya merupakan pimpinan partai masing-masing. Mereka tentunya akan lebih berkepentingan untuk memenuhi tugas kepartaiaan
Pada Agustus 2018, parpol sudah harus mendaftarkan calon presiden dan wakil presiden. Disusul masa kampanye untuk Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dimulai September 2018. Hingga, pemungutan suara Pileg dan Pilpres pada April 2019.
“Ketiganya merupakan pimpinan partai masing-masing. Mereka tentunya akan lebih berkepentingan untuk memenuhi tugas kepartaiaan,” kata Arya.
Adapun, Muhaimin merupakan Ketua Umum PKB, Ahmad Basarah merupakan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Pusat PDI-P, dan Ahmad Muzani yang adalah Sekjen Partai Gerindra.
Hal senada disampaikan satu-satunya partai yang tidak hadir dalam pelantikan pimpinan MPR baru, yaitu PPP. Sekjen PPP Arsul Sani mengatakan, penambahan itu tidak lebih dari pembagian kekuasaan. Menurut Arsul, penambahan satu kursi pimpinan sangat wajar untuk menghargai pemenang Pemilu 2014, yaitu PDI-P. Namun, tidak demikian ketika tiga unsur pimpinan yang ditambah.
“Ketika faktualnya kemudian lebih dari satu, maka ya memang tidak bisa dipungkiri penambahan itu sekadar bagi kekuasaan karena tidak jelas kajian ekeftivitas dan keperluannya. Apalagi, MPR saat ini tidak begitu banyak tugas dan tidak kuat seperti dulu,” ucap Arsul.
Efektif
Namun Ketua MPR Zulkifli Hasan meyakini, penambahan pimpinan dapat membantu kinerja MPR. Hal itu dinilai dapat mengefektifkan penyebaran empat pilar dengan lebih cepat dan tepat sasaran.
Ketua Umum PAN itu menilai, penambahan diperlukan karena konsentrasi pada persatuan menjadi prioritas. Hal itu didasari kekhawatiran terhadap kondisi sosial di Indonesia yang akhir-akhir ini merenggang. Apalagi, tahun politik yang sudah dimulai berpotensi memecah-belah masyarakat.
Untuk itu, delapan pimpinan MPR diharapkan dapat mempersatukan masyarakat dengan mensosialisasikan ideologi bangsa. “Harapannya tahun politik ini jadi sejuk dan damai. Kita tidak boleh pandang sebelah mata, apalagi berdiam diri. Kebutuhan sudah sangat mendesak untuk menjaga kemajemukan di Indonesia. Percuma ekonomi bagus kalau negara kita tercerai-berai,” tutur Zulkifli.
Setelah dilantik, Basarah menilai tambahan itu akan semakin mempuat peran MPR pada sistem ketatanegaraan kita. Jumlah yang semakin banyak akan mempermudah pelaksanaan sosialisasi untuk membangun mental empat pilar.
Sementara itu, Basarah akan fokus dalam bersinergi dengan UKP-PIP. “Kami akan bekerja sama dengan UKP-PIP. Sehingga ada dua lembaga yang membantu ideologi bangsa dalam mengenalkan Pancasila. Sinergi itu kami tunjukkan sebagai peran setelah pimpinan MPR ditambah tiga orang,” katanya.
Muhaimin atau Cak Imin mengatakan, lebih mengutamakan sosialisasi empat pilar pada masyarakat. Dia akan berperan untuk menemui dan menyebarkan langsung pendidikan ideologi bangsa ke masyarakat di daerah-daerah.
Adapun penambahan itu akan melengkapi lima unsur pimpinan MPR yang sudah menjabat sejak 2014, yaitu Ketua Zulkifli dari Fraksi PAN, sertai Wakil Ketua EE Mangindaan dari Fraksi Partai Demokrat, Mahyudin dari Fraksi Partai Golkar, Hidayat Nur Wahid dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Oesman Sapta dari Kelompok Dewan Perwakilan Daerah.