Seni bukan hanya sekadar ekspresi, melainkan juga sarana menyampaikan pesan. Atas dasar itulah, Abdul Khadfidz (27) dan beberapa anggota Institut Tingang Borneo Teater menggelar aksi pantomim selama 12 jam non-stop di Bundaran Besar, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (24/3/2018).
Sejak pukul 08.00 WIB, Abdul Khafids sudah memoles wajahnya dengan cat putih. Ia juga memasang rantai di sebuah tiang listrik sampai tersambung di kakinya lengkap dengan sejumlah gembok emas.
Ia mulai bergerak. Di tengah riuhnya kendaraan yang lewat ia berdiri di trotoar, terkadang melambai kepada pengendara yang lewat sambil tersenyum rapuh. Ikatan pada kakinya membuatnya tak bebas bergerak ke sana kemari.
Geram dengan belenggu rantai, ia berusaha menarik, menggigit, memukul-mukul rantai itu, tetapi tak satu pun usahanya berhasil melepas rantai itu. Ia pasrah, kembali duduk, dan mengambil pisang lalu mulai makan.
Selesai makan ia kembali berdiri, melambaikan tangan menyapa pengendara yang melirik ke arahnya atau yang tak acuh dan terus lewat.
Khadfidz tak sendiri, ia ditemani dua temannya dari Institut Tingang Borneo Teater (ITBT) Palangkaraya. Asra’i Iqra Taha (19) memainkan gitar, temannya yang lain bernyayi. Salah satunya adalah lagu ”Kebun Terakhir” yang merupakan lagu dari sebuah grup band bernama Hutan Tropis.
Lirik lagu itu menyiratkan sendu, namun sarat akan makna. Hanya bermodal gitar Asra’i bermain dan bernyanyi. Liriknya seperti ini:
Ayah cemburu/ia malu berumah di gunung/ia ingin menjual kebun terakhir/batu bara janjikan sejuta lagu/kebun terakhir peluklah aku seperti kerinduan bidadari/seperti surga di rimba.
Sebelum memulai aksinya, Khadfidz mengatakan, kalau pesan yang ingin disampaikan adalah orangutan-orangutan yang menjadi tontonan di Thailand dan hidup di dunia sirkus.
Selain itu, ia juga mengkritik nasib hutan-hutan di Indonesia yang mulai habis digerus investasi perkebunan dan pertambangan.
”Sudah cukup eksploitasi satwa dilindungi. Selamatkan hutan di Indonesia selamatkan juga flora dan fauna di dalamnya,” kata Khadfidz.
Asra’i mengatakan, dirinya sedih kalau harus menikmati hutan yang rusak. Ia menyayangkan alih fungsi lahan menghancurkan mata pencarian banyak petani miskin.
”Saya ini generasi penerus, tetapi saya takut kalau di kemudian hari tidak lagi bisa menikmati hutan yang asri,” kata Asra’i.
Saya ini generasi penerus, tetapi saya takut kalau di kemudian hari tidak lagi bisa menikmati hutan yang asri.
Pantomim itu akan berlanjut sampai pukul delapan malam nanti. Kegiatan tersebut juga merupakan rangkaian acara dari Komunitas Earth Hour Palangkaraya yang menjadi gerakan bersama untuk peduli lingkungan.
Gerakan Earth Hour menjadi kampanye lingkungan terbesar karena telah berhasil meraih dukungan dari lebih dari 187 negara.
Di Indonesia terdapat sekitar 67 kota, termasuk Palangkaraya turut berpartisipasi dan melakukan peringatan serempak di belahan bumi mana pun untuk momen Earth Hour setiap tahun.
Komunitas Earth Hour Palangkaraya pada 2018 merayakan momen selebrasi dan ajakan kepedulian dengan semangat untuk membawa perubahan yang dilakukan oleh generasi muda yang peduli lingkungan.
Peringatan puncak Earth Hour Palangkaraya telah dilakukan sejak 2013. Tahun 2018 merupakan tahun ke-6 perayaan Earth Hour dilaksanakan dengan dukungan Wali Kota Palangkaraya dan jajaran instansi lainnya, pemerintah provinsi, tokoh masyarakat, individu, komunitas, korporasi, dan juga lembaga-lembaga lingkungan yang memiliki kepedulian terhadap kondisi lingkungan di Kota Palangkaraya.
World Wide Fund for Nature (WWF) juga menjadi bagian dari komunitas itu. Koordinator WWF di Kalimantan Tengah Rosenda Chandra Kasih mengatakan, setiap orang bisa menjadi bagian dari gerakan peduli lingkungan. Gerakan untuk menjamin lingkungan dan sumber daya alam berlimpah di Kalteng harus dijaga dan dimanfaatkan dengan bijak.
”Bumi menyediakan segala sesuatu untuk kelangsungan hidup manusia, sudah selayaknya kita membantu menjaga dan melindungi alam sekitar dengan perilaku keseharian, menghemat sumber daya alam, dan tidak menambah kerusakan pada bumi,” ungkapnya.
Puncak acara dilakukan di Bundaran Besar Palangkaraya diawali dengan pawai sepeda dari sejumlah komunitas sepeda di Palangkaraya, lalu dilanjutkan penampilan seni dan budaya komunitas-komunitas di Palangkaraya.
Acara puncak adalah pemadaman lampu yang akan dilakukan pada pukul 20.30- 21.30 WIB sebagai bentuk untuk menghemat energi.
Switch off merupakan kegiatan simbolis perjuangan gerakan Earth Hour global untuk terus berbuat positif bagi bumi. Dilakukan serentak di sejumlah negara di dunia sebagai bentuk penghormatan dan rasa peduli terhadap bumi atas daya dukung untuk kehidupan manusia selama ini.