Pontianak, Kalimantan Barat, karena letaknya menjadi salah satu kota yang tergolong istimewa. Di Indonesia, Pontianak menjadi satu-satunya kota besar yang terletak tepat di titik nol derajat lintang atau disebut ekuator. Dengan keunikan itu, biasanya setiap tanggal 23 Maret dan 21 September, kita akan menyaksikan kulminasi Matahari di kota itu. Matahari tepat melintas di atas ekuator yang mengakibatkan tidak ada bayangan.
Ratusan payung berwarna pelangi disusun di atas lintasan area kawasan wisata Tugu Khatulistiwa, Rabu (21/3) pagi. Satu per satu pengunjung melintas di bawah payung itu. Mereka mengabadikan foto dengan latar belakang deretan payung.
Ratusan payung berwarna-warni menghiasi kawasan wisata Tugu Khatulistiwa, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (21/3), untuk memeriahkan acara kulminasi Matahari, yakni saat Matahari tepat melintas di atas ekuator. Pada saat kulminasi, tidak ada bayangan, sehingga disebut juga hari tanpa bayangan.
Payung berwarna-warni menghiasi kawasan wisata Tugu Khatulistiwa, Pontianak, Rabu (21/3), untuk memeriahkan acara kulminasi Matahari.
Beberapa saat kemudian, tampak ada benda bergerak berpakaian putih, rambut acak-acakan berwarna putih, dan wajah yang menyeramkan. Ternyata itu adalah replika kuntilanak yang digerakkan menggunakan alat kontrol jarak jauh. Pengunjung banyak yang berswafoto dengan replika kuntilanak tersebut sambil menunggu momen kulminasi Matahari.
Tak jauh dari situ, terdapat planetarium antariksa yang disiapkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Planetarium itu berbentuk kubah setengah lingkaran berwarna hitam. Pengunjung bisa masuk ke dalamnya melalui celah yang sempit tetapi lentur, lalu menyaksikan film mengenai pusat galaksi dan Matahari.
Planetarium itu bisa menampung 15-20 pengunjung. Setelah berada di dalamnya, suasana gelap. Pengunjung kemudian harus berbaring, lalu menyaksikan film dengan menatap langit-langit planetarium itu. Sensasinya serasa menjelajah antariksa. Pemutaran film dilakukan sekitar 10 menit.
Itulah serangkaian aktivitas yang dilakukan pengunjung menunggu detik-detik kulminasi Matahari. Kulminasi tahun ini berlangsung pada Rabu (21/3) pukul 11.50 WIB, Kamis (22/3) pukul 11.50 WIB, dan Jumat (23/3) pukul 11.49 WIB. Kulminasi juga akan kembali bisa disaksikan pada 21 September.
Jam menunjukkan pukul 11.30, di halaman panggung utama penari-penari dengan menggunakan pakaian Melayu, Dayak, dan Tionghoa satu per satu menuju tempat pertunjukan. Acara pembukaan menyambut kulminasi dimulai.
Jari jemari mereka mulai meliuk-liuk sembari menebar senyum manis yang memukau pengunjung. Irama musik yang mengiringi penari yang rancak menambah semarak suasana hari itu. Setelah sekitar 15 menit kemudian, pertunjukan usai. Pembawa acara mulai menghitung detik-detik menyambut kulminasi.
Waktu tepat menunjukkan pukul 11.50, pengunjung pun mulai mencari posisi masing-masing untuk menyaksikan bahwa pada saat itu, bayangan mereka tidak kelihatan. Itulah saat terjadi kulminasi Matahari. ”Wah. Betul ternyata,” ujar sejumlah pengunjung kawasan Tugu Khatulistiwa yang menyaksikan secara langsung.
Tak hanya itu, di salah satu titik di kawasan Tugu Khatulistiwa telah disiapkan beberapa telur ayam. Pengunjung ada yang mendirikan telur ayam di lantai sehingga telur ayam itu berdiri tegak. Saat kulminasi, telur tidak tumbang meskipun tidak ditopang tangan kita.
Fenomena menarik
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Lapan Jasyanto mengatakan, Matahari tepat berada di atas ekuator (khatulistiwa) pada 21 Maret. Hal ini menjadi fenomena menarik bagi Indonesia yang terletak di garis ekuator. Saat tengah hari, apabila seseorang berada di wilayah khatulistiwa, Matahari akan berada hampir tepat di atas kepala. Hal itu mengakibatkan tidak ada bayangan.
”Istilahnya hari nirbayangan atau hari tanpa bayangan,” ujar Jasyanto.
Peristiwa ini terjadi karena Bumi beredar mengitari Matahari pada jarak 150 juta kilometer dengan periode sekitar 365 hari. Garis edar Bumi berbentuk agak lonjong sehingga Bumi kadang bergerak lebih cepat dan kadang bergerak lebih lambat.
”Bidang edar Bumi disebut bidang ekliptika. Bidang ini miring 23,4 derajat terhadap bidang ekuator Bumi. Karena itu, Matahari tampak berada di atas belahan Bumi utara selama sekitar setengah tahun dan berada di atas belahan Bumi selatan setengah tahun sisanya. Perubahan posisi tampak Matahari menyebabkan perubahan musim di Bumi. Sementara mengapa telur ayam bisa berdiri saat kulminasi, belum ada penelitiannya,” kata Jasyanto.
Keberadaan planetarium antariksa di acara itu diharapkan bisa menjadi wahana edukasi bagi masyarakat, khususnya pelajar. Dengan demikian, harapannya bisa menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu yang terkait dengan antariksa.
Penjabat Sementara Wali Kota Pontianak Mahmudah mengatakan, kawasan wisata Tugu Khatulistiwa diharapkan ke depan dapat semakin menjadi destinasi wisata unggulan. Apalagi, sudah ada pihak ketiga yang ingin mengembangkan kawasan ini menjadi lebih menarik dan tertata.
Tugu Khatulistiwa sendiri berupa empat tiang dengan puncak berupa lingkaran dan tanda panah berada di sebuah bangunan seluas lebih kurang 50 meter persegi. Bangunannya sendiri memiliki menara dengan bentuk seperti Tugu Khatulistiwa yang asli.
Tugu itu dibangun tahun 1928 setelah titik ekuator ditemukan dan dibangun tonggaknya oleh rombongan ekspedisi internasional yang dipimpin seorang ahli geografi dari Belanda, yang sengaja melakukan perjalanan ke Pontianak. Laporan ekspedisi dan pembangunan tonggak ekuator di Pontianak itu diperoleh tahun 1941 dari Opsiter Wiese.