LAMONGAN, KOMPAS — Jika ingin melihat dan merasakan praktik nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata, Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menjadi contoh dan bukti riil bahwa Pancasila itu ada. Nilai kebersamaan, kerukunan, sikap toleransi dan semangat kegotongroyongan masih dijunjung tinggi. Balun menjadi miniatur bangsa Indonesia dalam menerapkan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Hal itu disampaikan calon wakil gubernur Jatim, Puti Guntur Soekarno, saat menyapa warga Balun dan mengunjungi Pura Swetta Maha Suci, Masjid Miftahul Huda, dan Gereja Kristen Jawi Wetan di Desa Balun pada Selasa (20/3) sore. Di desa yang dikenal sebagai Kampung Pancasila itu tecermin adanya keberagaman, tetapi masyarakatnya saling menghargai. Berbeda agama, tetapi tetap saling membantu dan bekerja sama mendukung kelancaran ibadah umat beragama lain.
Balun menjadi contoh bagaimana bangsa ini memang plural dari segi agama, dari segi budaya, dari segi suku, etnis, bahasa, tetapi bisa menjaga keguyuban dan kerukunan.
Menurut Puti, Balun bisa menjadi cermin semangat kebersamaan dalam keberagamaan. Hal itu sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa bahwa Indonesia didirikan bukan hanya untuk satu golongan, satu agama atau satu kelompok, tapi untuk semuanya.
”Balun menjadi contoh bagaimana bangsa ini memang plural dari segi agama, dari segi budaya dari segi suku, etnis, bahasa, tetapi bisa menjaga keguyuban dan kerukunan,” katanya.
Warga Balun bisa saling menghargai dan menghormati dan saling bergotong royong untuk membantu antarumat beragama. Saat Nyepi umat lain bergotong royong membantu umat Hindu untuk perayaan agama. Saat yang memeluk agama Kristen sedang Natal juga dibantu oleh rekan-rekan oleh umat Islam.
”Saat umat Islam sedang menjalankan shalat Jumat dan ibadah lainnya, umat lainnya juga tidak melakukan suatu kegiatan yang mengganggu ibadah. Inilah konsep Indonesia, yang Bhineka Tunggal Ika,” ujar Puti.
Potensi wisata
Menurut Puti, kekhasan dan keunikan di Balun itu, ketika disatukan dalam rasa kebangsaan yang kuat, bisa terwujud menjadi satu persatuan. Bahkan, keberagaman Desa Balun juga memunculkan potensi yang layak untuk digali, termasuk untuk wisata religi dan wisata budaya untuk memberikan pemahaman tentang persatuan dan kesatuan bangsa. ”Kesenian atau adat-istiadat di sini bisa dinikmati turis,” katanya.
Pengembangan wisata itu bisa selaras dengan program yang diusung Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno melalui program Seribu Dewi (1.000 Desa Wisata). Hal itu akan jadi pengungkit ekonomi, termasuk mendorong munculnya industri kerajinan dan kuliner.
Puti siap memberikan pelatihan, terutama ibu-ibu yang membuat makanan. ”Anak-anak muda bisa membuat cendera mata. Desa wisata juga membutuhkan sumber daya pemandu wisata profesional. Itu bagian program pembangunan ekonomi berbasis desa,” katanya.
Kepala Desa Balun Khusyairi menjelaskan kesadaran terkait kerukunan itu tumbuh dari kesadaran warga. Munculnya tempat ibadah yang berdekatan juga tidak dibuat-dibuat. Itu sebagai perwujudan nyata warganya saling menghargai dan menjunjung toleransi. Penduduknya terdiri dari 3.622 pemeluk Islam, 745 pemeluk Kristen, dan 387 pemeluk Hindu.
Perbedaan agama tidak memunculkan perselisihan di tengah-tengah masyarakat. Justru, setiap penduduknya saling menghormati satu sama lain. ”Ketika umat Islam shalat berjamaah, penduduk non-Muslim tidak ada yang mengganggu dan membuat kegaduhan,” kata Khusyairi.
Ketika ada acara atau hari besar keagamaan umat Kristen atau Hindu, penduduk Muslim turut membantu pengamanan, termasuk saat pawai ogoh-ogoh jelang Nyepi dan saat Natal. ”Di sini dalam satu rumah ada tiga agama itu tidak mengejutkan,” ujar Khusyairi.
Menurut Khusyairi, desanya sudah biasa jadi langganan kunjungan dari daerah lain, termasuk Tenggarong, Papua, dan Lampung. Nantinya, rumah warga yang dalam satu rumah ada penghuninya yang berbeda agama bisa dijadikan semacam homestay untuk para tamu yang ingin melihat dan merasakan toleransi dalam satu keluarga.
Upaya pengembangan wisata juga akan didukung seni tari dan ludruk yang masih ada di Balun. Khusus wisata religi sudah ada potensi. Bahkan, pemasukan untuk desa dari wisata ziarah Mbah Balun setahun bisa mencapai Rp 60 juta hingga Rp 70 juta. Itu hanya dari karcis tiket masuk Rp 2.000 setiap malam Jumat Kliwon.
Ia juga mencontohkan dari pendapatan parkir dadakan yang dikelola Karang Taruna saat pawai ogoh-ogoh pekan lalu bisa menghasilkan Rp 6 juta separuhnya masuk ke desa. Kelompok sadar wisata juga mengembangkan otak-otak bandeng dan bandeng presto.
Sementara cendera mata sudah ada lampu hias dari bambu dan pipa paralon serta tas hias. Ini sudah kewalahan melayani pesanan. ”Jadi, ada potensi menyerap tenaga kerja dan tinggal meningkatkan produksi karena ada permintaan tinggi,” kata Khusyairi.