JAKARTA, KOMPAS -- Presiden Joko Widodo mendorong ada kredit untuk para pelajar dan mahasiswa. Kredit pendidikan (student loan) bisa menjadi salah satu solusi untuk mendorong semua warga masyarakat mengakses pendidikan. Pemerintah masih mencari skema pengembalian kredit yang paling efektif.
”Ini dalam rangka investasi di bidang SDM (sumber daya manusia) Indonesia,” kata Presiden dalam pengantar rapat terbatas terkait peningkatan kualitas SDM, Kamis (15/3), di Kantor Presiden, Jakarta.
Kredit untuk para pelajar dan mahasiswa bisa menjadi solusi untuk mengatasi kendala biaya dalam mengakses pendidikan.
Rapat yang dipimpin Presiden bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla ini, antara lain, dihadiri Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani; Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution; Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir; Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin; serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.
Presiden mengatakan, salah satu negara yang menerapkan kredit pendidikan adalah Amerika Serikat. Nilai kredit pendidikan mencapai 1,3 triliun dollar AS, jauh melampaui nilai pinjaman melalui kartu kredit sekitar 800 miliar dollar AS. Hal ini juga dikemukakan Presiden dalam pertemuan dengan para pemimpin perbankan nasional di Istana Negara, Kamis pagi.
Nasir mengatakan, pembiayaan untuk mahasiswa akan sangat membantu. Mahasiswa tingkat akhir, misalnya, kerap terhambat menyelesaikan pendidikan karena terkendala biaya riset, praktikum, dan lain-lain.
Skema pengembalian
Namun, sistem dan mekanisme kredit pendidikan ini masih akan dibicarakan bersama pimpinan perbankan nasional. Salah satu hal yang perlu dipikirkan adalah skema pengembalian kredit tersebut.
Nasir menceritakan, ketika dirinya masih kuliah, tahun 1985, terdapat kredit mahasiswa Indonesia yang disalurkan melalui Bank BNI. Mahasiswa mencicil pinjaman setelah lulus dan sebelum lunas ijazah ditahan.
”Pada periode itu, rata-rata (mahasiswa) tidak membayar. Meskipun ijazah ditahan, ternyata (lulusan) hanya perlu fotokopi ijazah yang dilegalisasi. Jadi, penahanan ijazah belum tentu menyelesaikan masalah,” tuturnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy lebih memilih penambahan tenaga pendidik untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Untuk mengisi kekurangan guru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan menyelesaikan pengangkatan guru honorer yang berjumlah 730.000 orang. Jumlah ini sekitar 31 persen dari jumlah guru di sekolah negeri. Kemdikbud juga mengusulkan penambahan 156.000 guru. (INA)