JAKARTA, KOMPAS – Bus Transcommuter pertama yang terintegrasi dengan kereta rel listrik mulai beroperasi di Stasiun Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (16/3). Bus melayani dua rute, yaitu Stasiun Sudirman menuju Stasiun Gambir dan Stasiun Sudirman menuju Terminal Blok M. Perusahaan Umum Pengangkut Penumpang Djakarta (PPD) menargetkan, bus Transcommuter akan hadir di seluruh stasiun di Jabodetabek tahun ini.
Direktur Perusahaan Umum Pengangkut Penumpang Djakarta (Perum PPD) Pande Putu Yasa mengatakan, sebanyak enam bus telah disiapkan untuk beroperasi dari Stasiun Sudirman ke Stasiun Gambir dan Terminal Blok M. Titik keberangkatannya, yaitu di pintu keluar stasiun, Jalan Blora, Jakarta Pusat.
Berbeda dengan Transjakarta yang memiliki jalur khusus, Transcommuter berjalan di jalur reguler. Akan tetapi, bus ini hanya akan berhenti di Stasiun Gambir atau Terminal Blok M.
“Bus-bus tersebut beroperasi setiap hari mulai pukul 05.00 – 22.00 dengan jeda kedatangan 30 menit,” kata Pande saat meresmikan operasi bus Transcommuter di Stasiun Sudirman. Hadir pula Direktur Operasi dan Pemasaran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Subakir, dan perwakilan dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
Menurut Subakir, kehadiran bus tersebut akan memudahkan para penumpang KRL. Dari 900.000 penumpang KRL per hari pada 2017, sebanyak 75.000 turun di Stasiun Sudirman. Mereka kesulitan mendapatkan angkutan lanjutan, karena di pintu keluar Jalan Blora tidak ada angkutan umum. Sementara itu, di pintu keluar Jalan Sudirman, angkutan umum terbatas pada beberapa tujuan.
Hal itu dirasakan oleh Eca (25). Pegawai swasta yang tinggal di Kota Bekasi itu menggunakan KRL sebagai salah satu moda transportasinya untuk bekerja di Kuningan, Jakarta Selatan. Menurut dia, tidak ada angkutan umum yang melewati jalur menuju ke kantornya. Oleh karena itu, setelah turun dari KRL, ia selalu menyambung dengan ojek dalam jaringan (daring).
Meita (20), mahasiswi Universitas Atmajaya, mengatakan, kesulitan mendapatkan angkutan lanjutan juga terjadi di pintu keluar Jalan Sudirman. Untuk mencapai kampusnya, tidak ada alternatif angkutan selain Kopaja. Waktu tunggu kedatangan Kopaja pun lebih dari 30 menit.
“Semestinya diadakan juga angkutan terintegrasi di pintu keluar Jalan Sudirman,” kata Meita.
Pande mengatakan, pemilihan rute didasarkan pada survei kebutuhan masyarakat. Sejauh ini, tambahnya, sebagian besar penumpang dari Stasiun Sudirman akan menuju Stasiun Gambir dan Terminal Blok M.
Dalam masa uji coba dari 16 Maret – 12 April, memang hanya dua rute yang akan dilayani. Namun, rute dan jumlah bus masih bisa ditambahkan sesuai dengan hasil evaluasi selama satu bulan.
Pande mengatakan, saat ini jumlah bus yang digunakan hanya enam, tetapi masih ada 14 bus lain yang sudah siap digunakan. Bus-bus tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu kelas premium dengan kapasitas 34 orang dan bus kelas bisnis berkapasitas 59 orang.
Di samping itu, jeda waktu keberangkatan juga belum tetap. “Jika waktu 30 menit dirasa terlalu lama, maka bisa kami percepat menjadi 20 menit,” kata Pande.
Di tengah kemacetan Jakarta, persoalan jeda waktu kedatangan bus berpotensi menimbulkan masalah. Ketika bus pertama diuji coba dari Jalan Blora menuju Bundaran HI, lalu kembali ke Jalan Blora, sudah menghabiskan waktu 15 menit. Menurut Pande, waktu yang dibutuhkan untuk satu kali perjalanan, dalam kondisi lalu lintas lancar pun mencapai 45 menit.
Tiket elektronik
Selain berada dalam lokasi yang terintegrasi, bus Transcommuter juga memiliki sistem pembayaran yang terintegrasi dengan KRL. Subakir menjelaskan, pembayaran bus Transcommuter dapat menggunakan kartu multi trip (KMT) yang diproduksi PT KCI atau kartu uang elektronik (e-money) yang bekerja sama dengan PT KCI.
Setiap penumpang membayarkan langsung ongkos bus dengan memindai KMT ke pemindai di dalam bus. Hal itu didukung oleh banyaknya penumpang KRL yang telah menggunakan KMT. Subakir mengatakan, sebanyak 90 persen dari 75.000 penumpang yang turun di Stasiun Sudirman sudah menggunakan KMT.
Selama uji coba, kata Subakir, penumpang dapat membeli KMT edisi khusus seharga Rp 35.000 di dalam bus. Selain itu, mereka juga masih diperkenankan untuk membayar ongkos secara kontan di dalam bus. Adapun tarif satu kali perjalanan adalah Rp 5.000.
Untuk meningkatkan animo masyarakat, Pande mengatakan, pihaknya menambahkan beberapa fasilitas di dalam bus. Selain penyejuk udara, dipasang pula stop kontak dan sambungan internet melalui wi-fi. Saat uji coba pertama, pada bus berkapasitas 59 orang, fasilitas tambahan itu belum ada.
Meski demikian, kursi-kursi di Transcommuter masih dalam kondisi baik. Penyejuk udara terasa berfungsi. Langit-langit bus tampak sedikit menghitam karena debu.
Pande mengatakan, dalam jangka waktu terdekat, bus Transcommuter juga akan hadir di Stasiun Duren Kalibata dan Stasiun Depok. “Kami menargetkan tahun ini Transcommuter sudah hadir di seluruh stasiun di Jabodetabek,” ujarnya. (DD01)