Peta Utilitas di Ibu Kota Mendesak Diwujudkan
JAKARTA, KOMPAS - Pipa distribusi gas Perusahaan Gas Negara (PGN) kembali bocor di lokasi yang sama dengan sebelumnya, yakni di Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (14/3) pukul 18.45. Hingga malam, titik persis kebocoran belum dipastikan sama atau tidak dengan titik sebelumnya.
"Tim di lapangan mengonfirmasi kebocoran pipa gas di lokasi sama dengan kemarin," kata Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama, Rabu malam. Kali ini, kebocoran disebabkan pengoperasian alat berat (backhoe).
Kejadian serupa Senin lalu, pipa gas bocor saat pengeboran untuk tiang pancang proyek kereta ringan (LRT), pukul 19.50 WIB. Pipa pada kedalaman 1,5 meter dari permukaan tanah itu terkena mata bor proyek LRT Adhi Karya.
Akibat kejadian Senin itu, selain kemacetan panjang, sejumlah pelanggan gas PGN di wilayah Kalibata dan Rusun Bidara Cina turut terdampak. Kebocoran pipa gas diselesaikan Rabu pagi, sebelum akhirnya bocor lagi. Kebocoran Rabu malam juga menyebabkan kemacetan.
Sebelum bocor yang kedua kemarin, Guru Besar Bidang Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan Manlian Ronald A Simanjuntak, Selasa lalu menegaskan perlunya pengecekan pada segmen-segmen lain yang terhubung dengan pipa yang bocor. Itu untuk memastikan jaminan keamanan publik.
Jaringan utilitas
Sorotan diarahkan pada ketiadaan peta utilitas, seperti jalur perpipaan dan kabel telekomunikasi, listrik, dan air di wilayah Ibu Kota yang ditanam di tanah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui belum memiliki peta utilitas itu. (Kompas, 14/3)
Kemarin, desakan perlunya peta utilitas itu diserukan DPRD DKI yang mendorong Pemprov menyusun rancangan peraturan daerah atau perda tentang peta jaringan utilitas. Untuk itu semua mensyaratkan koordinasi dengan para pemilik utilitas.
Gembong Warsono, anggota DPRD DKI dari Fraksi PDI P, menjelaskan, selama ini untuk pembangunan jaringan utilitas di DKI, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) jadi tempat melayani semua perizinan. Adapun secara teknis, dinas atau SKPD terkait yang sangat memahami.
Dibenarkan Gembong, DPMPTSP menerbitkan izin sesuai aturan tanpa ada panduan peta utilitas. Ke depan, kata dia, tidak bisa lagi DPMTPSP mengeluarkan izin tanpa melihat dan mencermati peta.
"DPMPTSP dan dinas terkait mesti duduk bersama membahas dan menetapkan peta utilitas yang belum dipunyai DKI. Peta itu akan menjadi pegangan saat hendak menerbitkan izin sehingga DPMPTSP mengetahui ada apa di titik itu," ujar Gembong.
Kepala DPMPTSP Edy Junaedi dan Kepala Dinas Bina Marga DKI Yusmada Faizal membenarkan Pemprov DKI tak punya peta utilitas. Yusmada bahkan membenarkan situasi jaringan utilitas di Jakarta semrawut.
"DKI ini memang tak memiliki dokumentasi jaringan bawah tanah yang akurat. Kami tidak pernah tahu dimana jaringan pipa yang dibangun tahun 1970 atau 1980 itu," ujar Yusmada.
Bila suatu proyek hendak dilakukan, kata Yusmada, pemilik proyek dan pihak perencana harus menggunakan sensor untuk mengidentifikasi jaringan utilitas di bawah tanah. Namun, seringkali jaringan itu ketahuan begitu penggalian sudah dilakukan.
Upaya perbaikan
Upaya merapikan jaringan utilitas sudah dilakukan. Bina Marga sudah memanggil pemilik utilitas, seperti PLN, PGN, PDAM, juga telekomunikasi dan meminta mereka mendeteksi jaringan utilitas mereka, lalu memindahkan ke gambar dengan koordinat GPS. "Sampai hari ini gambar itu tidak ada," ujar Yusmada.
Koordinasi dengan pemilik utilitas juga masalah tersendiri. "Untuk kabel-kabel listrik yang semrawut bertumpuk di udara, saat mau dirapikan kami tanya ke PLN, mereka mengaku tidak tahu," papar Yusmada.
Benny Agus Chandra, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta mengatakan, pihaknya bertugas mengurus dan menetapkan trase jaringan utilitas. "Kami punya itu sehingga saat ada pengurus izin mendirikan prasarana DPMPTSP akan minta rekomendasi kami untuk proyek-proyek pemerintah. Namun, untuk izin utilitas, Dinas Bina Marga yang memberi rekomendasi. Semua dicek detil sebelum izin terbit," ujar dia.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga menjelaskan, untuk menata utilitas di kota-kota besar seperti Jakarta, seharusnya sudah mulai menerapkan sistem ducting. Yakni, suatu wadah atau tempat dimana utilitas-utilitas ditempatkan bersama.
"Cara itu bukan ide baru, seharusnya bisa terealisasi dimulai di jalan-jalan besar," kata dia.
Untuk ducting, kata Yusmada, Dinas Bina Marga sudah mulai membangun bersamaan dengan penataan trotoar. "Begitu ducting terwujud, kami akan meminta para pemilik utilitas menurunkan utilitas mereka, masuk ke ducting," ujar dia.
Ditambahkan Benny, sistem ducting yang terintegrasi menjadi cara baik untuk menata utilitas dalam aspek tata ruang. "Makanya one map one policy untuk utilitas itu sebetulnya penting dan harus dibuat. Sistem ducting yang terintegrasi di seluruh Jakarta menjadi cara mengatur utilitas. Makanya, saat ini izin-izin yang diberikan pun izin sementara sampai ducting selesai," terang Benny. (DD17)