Kepastian Aturan Main Dinantikan
Kemudahan akses layanan kesehatan digital melalui aplikasi perlu diatur dengan regulasi yang pasti. Tujuannya, untuk melindungi masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah perlu segera mengeluarkan regulasi yang mengatur layanan kesehatan digital. Pengaturan ini bukan untuk membatasi, tetapi untuk melindungi masyarakat.
Hal itu dinyatakan Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri, Rabu (14/3). Dia mengatakan, IAI sejak 2015 melakukan kajian terkait layanan kesehatan digital yang banyak tersedia dalam aplikasi. Hasil kajian itu yang kemudian menjadi dasar untuk mendorong Kementerian Kesehatan membuat peraturan terkait ini. "Kalau tidak diatur bisa tidak terkontrol," ujarnya.
Noffendri mencontohkan, ada aplikasi yang menyediakan layanan pembelian produk farmasi. Pelayanan kefarmasian seperti ini tetap harus dilakukan oleh apotek yang memiliki izin. Semua jenis obat bisa dilayani kecuali golongan narkotika dan psikotropika untuk terapi.
Ketika rambu-rambu layanan farmasi elektronik sudah jelas justru terkendala dengan belum adanya aturan di hulu, yakni regulasi layanan resep elektronik (e-prescription), pemeriksaan elektronik, atau bentuk telemedicine lainnya.
"Kalau masyarakat bisa mengunggah resep dokter dalam aplikasi pada satu apotek lalu siapa yang menjamin orang itu tidak mengunggah resep yang sama ke apotek lain," tutur Noffendri.
Izin apotek yang memberikan layanan secara daring pun sebaiknya ada di Kemenkes. Selain itu, penyedia sarana elektronik yang bekerja sama dengan apotek tersebut juga sebaiknya izinnya di Kementerian Komunikasi dan Informatik serta Kemenkes.
Tantangan lain yang juga akan dihadapi, ujar Noffendri, adalah pekerjaan kefarmasian yang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian bersifat langsung. Itu sebabnya, pembuatan regulasi layanan kesehatan digital berbasis aplikasi perlu juga melibatkan penyedia layanan.
Layanan jarak jauh
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Tri Hesty Widyastoeti, mengatakan, peraturan menteri kesehatan yang mengatur tentang telemedicine sedang dalam tahap harmonisasi. Dalam tahun ini diperkirakan sudah disahkan.
Peraturan tersebut akan mengatur layanan kesehatan jarak jauh seperti konsultasi jarak jauh, tele-ultrasonografi (USG), atau tele-elektrokardiogram (EKG) dijalankan antartenaga kesehatan dari fasilitas kesehatan yang berbeda, baik fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta sepanjang sistemnya terkoneksi dengan sistem di Kemenkes.
Adapun terkait layanan kesehatan digital berbasis aplikasi, Hesty menyatakan Kemenkes tidak bertanggung jawab terhadap hal itu. "Siapa yang menjamin dokter yang memberikan layanan sudah punya izin apa belum," ujarnya.
Andreas Santoso, Head of Digital Business PT Karsa Lintas Buana, penyedia layanan kesehatan digital Klikdokter.com, menyatakan, pihaknya menyambut positif jika pemerintah menyusun regulasi atau aturan main. Tujuannya mencegah terjadinya persoalan di kemudian hari, dan melindungi pasien.
“Layanan kesehatan digital bisa berkembang luas karena permintaan masyarakat yang tinggi. Oleh karena itu perlu regulasi,” ujar Andreas.
Sebagai penyedia layanan kesehatan digital, pihaknya senantiasa berupaya memberikan pelayanan terbaik dan tidak berorientasi pada profit semata.
Dokter yang berjejaring dengan Klikdokter.com harus memiliki izin praktik dan surat tanda registrasi. Dokter hanya melayani konsultasi dan tidak boleh mendiagnosis pasien tanpa melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Mereka juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar mampu memberikan pelayanan maksimal.
Chief Financial Officer PT YesDok Indonesia Harry Darmawijaya, penyedia layanan kesehatan digital YesDok.com mengatakan, pihaknya melayani konsultasi kesehatan berbasis panggilan video melalui aplikasi Android dan IOS. Adapun tujuannya tidak lain memberikan layanan kesehatan dengan cepat dan baik. “YesDok bisa melayani 1.000 video call setiap hari,” ucap Harry.
Dokter mitra YesDok terdaftar di Konsil Kedokteran Indonesia. Mereka harus berkomitmen melakukan upaya kesehatan secara preventif, promotif, dan memberikan edukasi melalui informasi kesehatan yang berkualitas.