Momentum Tepat Tarik Investor Asing ke Sektor Pariwisata di Luar Bali
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan yang dicapai sektor pariwisata dalam kurun waktu lima tahun terakhir menjadi magnet bagi investor luar negeri. Pemerintah mulai serius mengemas destinasi-destinasi wisata lain di luar Bali untuk memperluas peluang investasi di sektor pariwisata.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong dalam dialog Regional Investment Forum (RIF) 2018 di Yogyakarta, Rabu (14/3), mengatakan tahun ini jadi momentum tepat menarik investor ke Indonesia karena prospek ekonomi makro kondusif dan stabil.
”Didukung oleh perbaikan iklim investasi dalam negeri yang terus terjadi, diharapkan momentum ini bisa dimanfaatkan sektor pariwisata untuk meningkatkan serapan investasi,” ujarnya.
BKPM mencatat dalam kurun waktu 2013-2017, realisasi bisnis di bidang pariwisata rata-rata mengalami pertumbuhan 20 persen pertahun. Bahkan pada 2017, tercatat peningkatan hingga 31 persen dengan angka 1,7 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Saat ini, lanjut Thomas, pariwisata menjadi salah satu sektor yang berpotensi mengundang investasi. Sayangnya, mayoritas calon investor asing hanya mengenal Bali sebagai destinasi wisata menarik dan memiliki potensi untuk mengembangkan bisnis pariwisata di Indonesia.
”Padahal turis asing datang ke tempat wisata juga untuk selfie dan vlogging. Ini menjadi indikasi bahwa lokasi wisata lain di luar Bali yang menjanjikan pengalaman baru kepada wisatawan juga diminati,” kata Thomas.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, untuk lebih banyak menarik wisatawan dan investor, pihaknya kini gencar mempromosikan 10 destinasi wisata yang dinilai berpotensi untuk setara dengan Bali. Diharapkan nantinya geliat pariwisata Tanah Air tidak hanya tersentralisasi di Bali.
Sepuluh destinasi atau kawasan wisata yang diklaim sebagai ”Bali baru” tersebut adalah Danau Toba, Belitung, Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, Kepulauan Seribu, Morotai, Wakatobi, Bromo Tengger Semeru, dan Tanjung Lesung.
Tujuannya, Kemenpar ingin menunjukkan bahwa potensi Indonesia begitu besar dan wisatawan asing bisa memilih lebih banyak destinasi,” ungkapnya.
”Harapannya bisa tercapai dengan adanya 10 Bali baru yang terus kita perkenalkan. Paling tidak, 17 juta wisman datang hingga akhir tahun 2018,” pungkasnya.
RIF 2018 Yogyakarta diikuti 350 partisipan, 71 di antaranya berasal dari mancanegara, yakni Korea Selatan, Qatar, Arab Saudi, Jepang, Singapura, Taiwan, Malaysia, Australia, Tiongkok, Inggris, India, Rusia, dan Amerika Serikat.
Pariwisata halal
Arief mengatakan, saat ini Indonesia masih kalah dengan Malaysia, bahkan Thailand dalam serapan wisata halal. Padahal, potensi kunjungan wisata dari negara-negara cukup besar jika destinasi wisata di Indonesia bisa menggarap wisata halal.
Kunjungan wisatawan dari Arab Saudi sepanjang tahun lalu, kata Arief, yang mengutamakan destinasi wisata halal ke Indonesia pada tahun lalu mencapai 150.000 orang. Pada tahun yang sama kunjungan wisatawan Arab Saudi ke Malaysia mencapai 300.000 orang dan ke Thailand mencapai 600.000 orang.
”Tahun ini saya targetkan sebanyak 25 persen dari total sebanyak 10 juta wisatawan mancanegara dapat menikmati wisata halal,” ujar Arief.
Untuk mengatasi ketertinggalan, Kementerian Pariwisata akan memusatkan pengembangan industri pariwisata halal di tiga provinsi, yakni di Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat, dan Aceh.
”Kita sadarkan pelaku bisnis pariwisata bahwa halal itu gaya hidup. Bisnis ini pasarnya besar kalau mau mengambil itu, ya, mau disertifikasi,” ujar Arief.