Penggunaan Air Tanah di Gedung Tinggi Mulai Ditertibkan
Pemprov DKI menertibkan pemakaian air tanah. Langkah baik ini mesti diikuti dengan pembuatan target penurunan kerusakan lingkungan akibat penyedotan air tanah.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menertibkan pengelolaan air tanah dan instalasi pengolahan air limbah di gedung-gedung tinggi di pusat bisnis Jalan MH Thamrin dan Jenderal Sudirman. Namun, penertiban ini belum disertai parameter target capaian.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memimpin inspeksi mendadak pada hari pertama pemeriksaan ini, Senin (12/3), mengatakan, target saat ini adalah perubahan perilaku warga dan pemilik usaha di Jakarta dalam mengelola lingkungan. Perubahan perilaku ini diharapkan meredam laju perusakan lingkungan karena pemanfaatan air tanah. Salah satu bentuk perusakan itu adalah penurunan muka air tanah di Jakarta.
”Yang penting, begitu semua diikuti, perusakan lingkungan akan hilang,” kata Anies seusai inspeksi mendadak di Gedung Sari Pan Pacific.
Menurut Anies, target mengurangi penurunan laju penurunan muka tanah sulit ditetapkan. Target ini bakal jadi tujuan jangka panjang.
Laju penurunan muka tanah di DKI Jakarta berkisar 5-12 sentimeter (cm) per tahun. Salah satu faktornya adalah eksploitasi air tanah yang tak disertai langkah konservasi memadai.
Di Gedung Sari Pan Pacific, misalnya, penggunaan air tanah dengan menyedot lewat sumur dalam mencapai sekitar 500 meter kubik per hari. Namun, gedung dan hotel itu tak mempunyai sumur resapan.
Padahal, kewajiban itu telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 68 Tahun 2005 tentang Pembuatan Sumur Resapan. Sumur resapan diwajibkan bagi pemilik bangunan berkonstruksi pancang dan atau yang memanfaatkan air tanah dalam, lebih dari 40 meter; serta industri yang memanfaatkan air tanah.
Pergub mewajibkan pengembang yang membangun dengan luas lahan di atas 5.000 meter menyediakan 1 persen lahan untuk kolam resapan di luar sumur resapan.
Tim khusus
Anies menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 279 Tahun 2018 untuk membentuk tim pengawasan terpadu penyediaan sumur resapan dan instalasi pengolahan air limbah serta pemanfaatan air tanah di bangunan gedung dan perumahan. Ada 80 gedung di Jalan MH Thamrin dan Jenderal Sudirman yang akan diperiksa pada 12-21 Maret. ”Kami akan mendatangi gedung-gedung itu. Per hari akan didatangi oleh lima tim, setiap tim terdiri 10 orang. Ini seperti razia gedung tinggi untuk memastikan mereka menaati semua aturan,” katanya.
Anies menyatakan, sidak ini sebagai pesan bahwa penegakan aturan di DKI bukan hanya pada mereka yang kecil dan lemah. ”Penegakan aturan juga pada mereka yang kuat dan besar. Semua yang berada di lingkungan Pemprov DKI harus taat pada aturan,” kata Anies.
Dalam inspeksi mendadak itu juga ditemukan gedung tersebut mempunyai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan meteran pengukur pengambilan air tanah yang jauh dari ketentuan.
Salah satu anggota tim, Khadijah, mengatakan, IPAL tak standar salah satunya pada penyaring lemak yang tak berfungsi baik. Akibatnya, lemak tertinggal bahkan mengerak. Diduga karena sudah bertahun-tahun terjadi.
Anggota tim dari Dinas Pertambangan dan Energi DKI Jakarta Edi Ramlan mengatakan, surat izin pengambilan air (SIPA) yang dimiliki Gedung Sari Pan Pacific pun sudah kedaluwarsa. SIPA tersebut bertanggal 2013 yang sudah habis pada 2016.
Pelanggaran lain adalah meteran pengambilan air tanah berada sekitar 20 meter dari sana. ”Meteran itu harus berada pada titik sumur bor. Jadi tidak ada kemungkinan untuk dibuat letter T yang artinya pengambilan air tidak melalui meter,” katanya.
Setelah pemeriksaan tersebut, pengelola gedung diminta untuk membuat berita acara pemeriksaan (BAP). Pihak gedung akan diberi kesempatan untuk mengikuti aturan.
Sementara pihak pengelola Sari Pan Pacific yang menerima sidak itu belum bersedia memberi keterangan.
Ketua Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta Santoso mendukung penertiban pengambilan air tanah di Jakarta. Ia menilai, sudah saatnya ada reformasi persyaratan pengambilan air tanah. Ia menduga, hotel enggan berlangganan air PAM karena tarifnya mahal ketimbang air tanah.