JAKARTA, KOMPAS — Jumlah hakim ataupun panitera pengganti yang terjerat perkara suap terkait perkara yang tengah diadili tak pernah surut dari tahun ke tahun. Bahkan beberapa kasus terjadi secara berulang di satu pengadilan, seperti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
Selama 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, yakni Janner Purba dan Toton. Keduanya diduga menerima suap hingga Rp 650 juta agar memberikan putusan bebas terhadap terdakwa perkara korupsi yang tengah mereka tangani.
Pada 2017, KPK kembali menangkap hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Dewi Suryana, yang menerima suap Rp 125 juta. Dewi ditangkap bersama panitera pengganti Pengadilan Negeri Bengkulu, Hendra Kurniawan, yang menjadi perantara pemberian suap.
Selain hakim di Pengadilan Tipikor, pada 2017, Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar juga ditangkap tangan menerima suap hingga 10.000 dollar AS dan Rp 4 juta, terkait uji materi undang-undang tentang peternakan dan kesehatan hewan. Suap itu diberikan oleh pengusaha importir daging sapi, Basuki Hariman.
Sementara itu, selama 2016, empat panitera pengganti juga ditangkap karena terbukti menerima suap untuk memengaruhi putusan hakim. Salah satu panitera yang ditangkap adalah panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Syamsir Yusfan.
Selama 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, yakni Janner Purba dan Toton.
Pada 2015, Syamsir menjadi perantara pemberian suap sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura kepada tiga Hakim PTUN Medan, yakni Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, dan Amir Fauzi. Ketiga hakim itu ditangkap pada 2015.
Dua panitera lainnya ditangkap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Edy Nasution dan Santoso. Edy dan Santoso ditangkap untuk perkara yang berbeda dan di waktu yang berbeda. Edy ditangkap pada April 2016 karena menerima suap hingga Rp 500 juta terkait peninjauan kembali perkara perdata. Sementara Santoso ditangkap pada Juli 2016 karena menerima suap hingga 30.000 dollar AS terkait perkara perdata.
Panitera lainnya yang ditangkap menerima suap adalah Rohadi, panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Rohadi ditangkap menerima suap Rp 300 juta dari Saiful Jamil, penyanyi dangdut dan terdakwa kasus pencabulan. Dengan suap itu, Rohadi berusaha memengaruhi keputusan majelis hakim agar Saiful dibebaskan dari hukuman pidana.
Memasuki 2017, KPK kembali menangkap panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi. Baru pada 12 Maret kemarin, Tarmizi divonis 4 tahun penjara karena terbukti menerima suap hingga Rp 425 juta untuk memengaruhi putusan hakim terkait sengketa perdata antara dua perusahaan.
Belum juga memasuki pertengahan tahun 2018, hakim dan panitera di Pengadilan Negeri Tangerang kembali ditangkap KPK, Senin (12/3). Diduga keduanya juga menerima suap, dan suap itu diduga untuk memengaruhi keputusan hakim.
Deretan panitera dan hakim yang ditangkap menerima suap itu cukup menjadi bukti bahwa putusan pengadilan tak lepas dari pengaruh uang. Reformasi peradilan pun belum terjadi di dalam tubuh peradilan.