SEMARANG, KOMPAS - Jumlah lulusan pendidikan guru di sejumlah universitas Kota Semarang, Jawa Tengah, cukup tinggi. Namun, mayoritas lulusan tidak lanjut ke jenjang profesi karena kuota yang ditetapkan pemerintah terbatas.
Terdapat dua universitas pencetak lulusan pendidikan guru terbesar di Kota Semarang, yakni Univeristas Negeri Semarang (Unnes) sekitar 5.000 mahasiswa per tahun dan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (UPGRIS) 2.000 mahasiswa per tahun. Namun, hampir 80 persen lulusan tidak lanjut ke jenjang profesi.
Rektor Unnes Fathur Rokman mengatakan, kuota Program Profesi Guru (PPG) Unnes tahun 2018 hanya sekitar 500 mahasiswa se-Indonesia. Akibatnya, tidak mungkin semua lulusan kampus terserap PPG. Mereka akhirnya memilih karir di sektor non-pendidikan, seperti bisnis, perbankan, atau pilih melanjutkan studi master.
“Agar lulusan pendidikan di Unnes tidak menganggur, kami tambah komponen kurikulum keahlian wirausaha,” kata Fathur yang ditemui Kompas, Rabu (7/3).
Melihat kondisi itu, menurut Fathur, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu melakukan revitalisasi pengembangan kurikulum, kualitas dosen, kompetensi mahasiswa, dan membuka kerjasama dengan berbagai pihak. Para lulusan tetap harus siap kerja sehingga keahlian khusus diperlukan. Karena itu, kurikulum mesti mengacu revolusi industri 4.0 yang kini mulai bergeliat.
Unnes sedang menyiapkan kelas reguler PPG yang tidak ditanggung pemerintah. Selama ini seluruh biaya hidup mahasiswa PPG Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) menjadi tanggungan negara sehingga penerimaan dibatasi. Mahasiswa yang ikut PPG SM3T di Unnes berjumlah 336 orang tahun 2016.
“Namun, waktu pembukaan kelas reguler PPG ini masih menunggu peraturan pemerintah pusat,” kata Fathur.
Secara terpisah, Rektor UPGRIS Muhdi mengatakan, kekurangan jumlah guru bukan hanya disebabkan moratorium selama 10 tahun, tetapi dipicu kuota PPG. Kemenristekdikti seyogianya mengizinkan seluruh LPTK membuka PPG sesuai kapasitasnya. Saat ini hanya 36 LPTK yang ditunjuk penyelenggara PPG. Sedangkan, jumlah LPTK swasta mencapai 400 kampus.
“Padahal, jumlah kekurangan guru di Indonesia mencapai 1,2 juta belum termasuk guru pensiun,” kata Muhdi.
Dikutip dari penelitian PGRI, kata Muhdi, jumlah guru pensiun setiap tahun meningkat dari 62.756 tahun 2019 menjadi 72.976 tahun 2020. Adapun puncak pensiun guru diprediksi tahun 2023. Di Jateng, misalnya, puncak pensiun guru mencapai 19.000 orang. Kekurangan guru di Jateng saat ini sekitar 10.000 orang. Persiapan pengadaan guru setidaknya butuh waktu dua tahun. (KRN)