Bersaing dengan Tekfin, Perbankan Percepat Waktu Transaksi Keuangan Lintas Negara
Oleh
DD14
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan industri keuangan semakin ketat. Penyedia jasa keuangan, khususnya bank, dituntut dapat melaksanakan transaksi keuangan lintas negara (cross border payment) secepat mungkin jika tidak ingin kalah bersaing oleh kemunculan teknologi finansial.
Untuk itu, tiga bank nasional Indonesia, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI), dan Bank Sinarmas, bergabung dalam Society Worldwide Interchange Financial Telecommunication Global Payment Innovation (SWIFT gpi).
Eddie Haddad, Managing Director Asia Pacific SWIFT Eddie, mengatakan, selama ini transaksi perbankan Indonesia di SWIFT sangat besar, mencapai 27 miliar transaksi pada 2017.
”Bergabungnya tiga bank asal Indonesia dalam SWIFT gpi akan mempercepat transaksi keuangan antarnegara. Itu akan memperkuat aktivitas ekonomi di Indonesia,” kata Haddad di Jakarta, Senin (12/3).
Dalam industri perbankan internasional dikenal alat komunikasi SWIFT untuk keperluan finansial dan nonfinansial tercepat saat ini. Bank dan lembaga keuangan nonbank yang telah menjadi anggota akan melakukan transaksi finansial dan nonfinansial dengan sesama anggota melalui SWIFT (Kompas, 4/8/2017).
Haddad menyampaikan, sejauh ini 150 lembaga keuangan di dunia telah tergabung dalam SWIFT gpi. Pembayaran yang diproses melalui SWIFT gpi dilakukan melalui 220 koridor internasioal setiap harinya dengan jumlah yang mencapai 100 miliar dollar AS.
Senior Executive Vice President, Treasury, and Global Service BRI Hexana Tri Sasongko menyampaikan, dengan teknologi SWIFT gpi, perbankan akan lebih terbantu dalam bersaing dengan teknologi finansial (tekfin). Selama ini transaksi keuangan antarnegara melalui tekfin dianggap lebih mudah karena prosedurnya lebih sederhana dan masyarakat dapat mengetahui berapa biaya yang harus dibayarkan.
Sementara itu, menurut Hexana, transaksi keuangan antarnegara melalui bank akan memakan waktu lebih lama. Hal itu karena pihak bank harus mendapatkan kepastian dengan bank penerima di negara lain (bank koresponden) yang memiliki perbedaan zona waktu. Biasanya transaksi baru dapat diselesaikan dalam hitungan hari.
”Dengan gpi ini akan ada peningkatan kualitas layanan kepada nasabah. Kami dapat melakukan transfer uang antarnegara secara real time karena kami dapat melacak sampai di tahap apa transaksi yang sedang dilakukan,” ujar Hexana.
”Kami juga dapat mengetahui, koresponden melakukan chagre (mengenakan biaya) berapa ke nasabah. Jadi, kalau tidak kompetitif harganya (terlalu mahal), kami bisa ganti koresponden. Selama ini, kami tidak tahu, berapa charge yang dikenakan bank koresponden,” kata Hexana.
Hexana mengatakan, pada 2017, transaksi keuangan antarnegara di BRI yang diproses melalui SWIFT (non-gpi) volumenya (total transaksi masuk-keluar) sekitar Rp 900 triliun. Transaksi tersebut merupakan transaksi keuangan di bidang ritel.
Dengan teknologi SWIFT gpi, perbankan akan lebih mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan teknologi finansial.
”Dengan gpi ini juga biaya transaksi keuangan antarnegara akan lebih murah. Sebelumnya, kan, biaya yang dikenakan SWIFT (non-gpi) itu 2-3 sen per transaksi ditambah biaya telekomunikasi,” ujar Hexana.
Adapun Fera Febriani, Operation Group Head Bank Sinarmas, mengatakan, bergabungnya Sinarmas dalam SWIFT gpi terkait dengan tujuan banknya yang akan meningkatkan transaksi keuangan finansial melalui teknologi digital.
”Selama ini, setiap transaksi (keuangan antarnegara) kami harus menghubungi langsung bank koresponden di luar negeri. Melalui gpi, itu bisa dilacak secara real time,” kata Fera.
Group Head of Trade Marketing and Advisory BNI Elia Tri Septianto menyampaikan, kecepatan dan transparansi dalam transaksi keuangan antarnegara mendesak dilakukan oleh bank guna memberikan kepuasan terhadap nasabah. Ia mencontohkan pertumbuhan volume transaksi keuangan antarnegara di Bank BNI selama 2015-2017 yang mengalami peningkatan 6,3 persen.
Kompetitor baru
”Tidak ada cara lain bagi industri perbankan selain menyempurnakan sistem transaksi finansial digitalnya untuk dapat bersaing,” ujar Hendra Lembong, Chief of Transaction Banking Bank CIMB Niaga Indonesia.
Apa yang dikatakan Lembong juga diamini oleh Atul Bhuchar, Group Head of Payment Bank DBS. Menurut dia, sejumlah kompetitor industri keuangan baru yang harus disikapi ialah kemunculan tekfin-tekfin besar, antara lain Ant Financial milik perusahaan ritel daring Alibaba.com dan Amazon cash milik Amazon.com.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia Pungky Purnomo Wibowo menyampaikan, di Indonesia pertumbuhan industri tekfin mencapai 39,3 persen.
”Kami juga akan merespons dengan berbagai kebijakan terkait inovasi perbankan digital karena tujuan kami membuat masyarakat yang selama ini belum dapat mengakses layanan perbankan bisa mengakses layanan perbankan dengan mudah,” kata Pungky.
Terkait bergabungnya tiga bank nasional Indonesia ke dalam Swift gpi, Pungky mengatakan, BI akan terus mengawasi transaksi tersebut. Menurut dia, pasar Indonesia dalam transaksi keuangan sangat besar sehingga potensi tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia.
”SWIFT gpi harus bisa mendukung infrastruktur finansial di Indonesia dalam rangka transaksi secara regional dan internasional. SWIFT juga harus mampu membantu menghindarkan industri keuangan digital di Indonesia dari serangan siber dan segala risiko yang timbul dari perkembangan industri finansial,” kata Pugky.