Kabel listrik hitam menjulur dari tiang listrik aliran atas (LAA) kereta api ke arah permukiman warga di pinggir rel Kampung Bandan, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (9/3). Juga terlihat kabel menyembul di antara tanggul beton pembatas di tengah pemukiman. Kabel-kabel listrik tipis menghubungkan satu rumah petak ke petakan lain.
Untuk memasuki kawasan padat penduduk itu, Kompas harus melewati lantai kayu dan bambu. Itu karena rumah-rumah warga berdiri di atas lahan rawa.
Ada rumah yang memiliki meteran listrik, tetapi lebih banyak yang tidak. Mereka menyalur listrik dari satu sumber untuk dialirkan ke kamar-kamar petakan. Rata-rata, petakan rumah berukuran 2 meter x 2,5 meter. Petakan terbuat dari dinding tripleks, kerangka bangunan dari kayu, dan atap asbes. Sebulan, warga membayar listrik hanya Rp 20.000-Rp 25.000, tergantung penggunaan.
Dengan kondisi itu, cerita kebakaran bukan hal baru. Menurut warga, kawasan ini tiga kali terbakar. Dua kebakaran besar terjadi Januari 2016 dan September 2017. Tahun 2016, tak kurang 200 rumah petak yang dihuni 1.500 jiwa, hangus terbakar. Setahun kemudian, api memanggang habis rumah-rumah yang dihuni 833 keluarga, atau sekitar 2.100 jiwa.
“Selama enam tahun tinggal di sini, sudah 3 kali terjadi kebakaran. Tapi kami tidak bisa pindah dari sini, karena tidak ada kontrakan semurah di sini,” tutur Hendi (30), seorang pengontrak. Rata-rata sewa rumah petak di situ Rp 250.000-Rp 300.000 sebulan.
Sebulan pasca kebakaran, warga sudah gerah hidup di pengungsian. Mereka mematok ulang tanah rawa serta membangun ulang rumah dan harapan hidup mereka di Kampung Bandan. Namun, seolah tak belajar dari kasus kebakaran sebelumnya, pembangunan bergulir tanpa ada perbaikan mitigasi kebakaran.
Situasi menjadi kian pelik karena petakan warga dinilai liar. Mereka menempati lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Tanah itu rencananya dikembangkan menjadi kawasan transit development oriented (TOD). Warga yang sudah bertahun-tahun menempati wilayah itu akan dibuatkan rumah susun.
Kustianto (40), seorang pemilik rumah petak sewaan, mengatakan, mereka ikut wilayah RT 013 RW 005. Pemukiman ini pun jauh dari rumah ketua RT, yakni sekitar 2 kilometer. Di wilayah itu hanya ada koordinator blok. Hingga kini, tidak ada bantuan alat pemadam api ringan (apar).