Tengah hari, Jumat (9/3), matahari bersinar menyengat. Tanah yang basah oleh air hujan semalam hampir mengering seluruhnya. Di pinggir jalan kampung, di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dua arca Dwarapala berukuran raksasa bergeming dalam kondisi jongkok.
Sementara di jalan orang berlalu-lalang mengendarai kendaraan seperti biasa. Sebuah papan bertuliskan benda cagar budaya yang dibuat oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, terpampang di dekat pintu pagar besi yang terbuka. “Kalau siang seperti ini sepi. Biasanya pagi atau sore ada pengunjung, baik orang sini maupun luar daerah,” kata Hera (37), warga setempat.
Malang Raya memang memiliki cukup banyak situs peninggalan masa lalu, seperti candi, tempat petirtaan, hingga arca-arca. Dari sejumlah situs yang ada, arca Dwarapala yang terletak sekitar 300 meter di sebelah barat Candi Singosari menarik perhatian karena ukurannya disebut-sebut sebagai yang terbesar di Indonesia.
Ada dua arca yang dipisahkan oleh jalan kampung dan tidak jauh dari Jalan Raya Malang-Surabaya itu. Arca yang terbuat dari batu andesit itu memiliki tinggi sekitar 3,7 meter. Arca yang berada di sisi utara jalan menghadap ke tenggara. Sedangkan arca di sisi selatan jalan menghadap utara.
Dari segi fisik, arca di sisi utara memiliki mata melotot dan bertaring. Tangan kirinya memegang gada dan berkalungkan ular. Pada bagian ikat kepala, kalung, dan anting beriaskan tengkorak manusia. Tangan kanannya dalam sikap mudra dengan dua jari lurus dan tiga jari lainnya terlipat.
Sedang arca yang berada di selatan jalan memiliki wujud hampir sama namun memegang gada di tangan kanan. Arca ini berdiri di atas batu, sedang arca di sisi utara berdiri di atas tanah. Di sisi timur arca terdapat tumpukan batu yang diperkirakan merupakan bangunan gapura.
Arkeolog dari Universitas Negeri Malang M Dwi Cahyono, menuturkan, pada masa kolonial Arca Dwarapala yang berada di sisi selatan jalan sempat hendak dipindah ke tempat lain. Namun entah karena alasan apa, arca tersebut tidak jadi dipindahkan.
“Karena tidak jadi dipindah maka posisi hadap arca kemudian bergeser. Harusnya menghadap ke timur laut. Kalau arca yang di sisi utara jalan posisinya masih seperti sedia kala,” katanya.
Menurut Dwi ada arca Dwarapala di tempat lain yang besar, seperti di Gurah, Kediri, yakni Acra Totok Kerot dan arca lain yang ada di beberapa candi namun ukurannya masih lebih besar yang ada di Singosari. Selain besar, arca di Singosari juga masih lengkap dua buah. Sedang di Gurah hanya satu buah. Yang satu lagi belum diketahui keberadaannya.
Dari sisi fungsi, dua arca di Singosari juga jelas tergambar. Lokasinya yang berada di tepi jalan menunjukkan bahwa fungsi arca tersebut sebagai penjaga gerbang. Namun penjaga apa, hal itu yang masih tanda tanya. Melongok lokasinya yang berada di Singosari maka kemungkinan besar arca itu berfungsi menjaga kedaton atau keraton Singhasari.
“Kalau melihat nama Singosari ini bukan nama desa melainkan kecamatan. Jadi sejak dulu Singosari sudah terabadikan dan wilayahnya luas. Itu merujuk pada sebuah kerajaan yang besar, khususnya pada masa pemerintahan Wisnuwadhana dan Kertanegara di tahun 1270-an,” katanya.
Terkait fungsinya sebagai penjaga gapura, menurut Dwi masih ada pertanyaan lanjutan, yakni bagaimana bisa gapura yang biasanya ada di belakang arca namun di Singosari justru ada di depannya. Ini terlihat dari struktur bangunan dari batu menyerupai gapura yang ada timur arca Dwarapala di selatan jalan. Adapun gapura untuk arca yang berada di utara jalan kondisinya sudah berantakan.
“Dugaan saya dulu ada tempok memutar di samping kanan dan belakang arca yang ada di sisi selatan,” kata Dwi yang menyebut kemungkinan besar arca itu dibangun sebelum Candi Singosari atau bersamaan dengan dibangunnya candi tersebut. Candi Singosari sendiri disebut-sebut sebagai penghormatan terhadap Raja Kertanegara yang meninggal tahun 1292.
Terlepas dari sisi sejarah, keberadaan dua arca Dwarapala ini menjadi salah satu tempat wisata menarik di Malang. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang Made Arya Wedhantara mengatakan situs masa lalu di wilayahnya merupakan milik BPCB. Namun pihaknya berharap hal itu bisa memerkaya obyek wisata yang ada di Malang.
Kabupaten Malang sendiri berusaha mengangkat wisata budaya dan peninggalan masa lalu untuk menarik lebih banyak wisatawan. Saat ini jumlah wisatawan ke Malang mencapai 3 juta orang per tahun, sebagian besar dari mereka masih menjadikan wisata alam sebagai tujuan.
Menurut Made potensi wisata budaya dan peninggalan sejarah di Malang cukup banyak. Ada beberapa candi yang sudah dikemas, seperti Badut, Singosari, Sumberawan, Jago, dan Kidal. Kabupaten Malang juga baru mendirikan Museum Singhasari yang berisi koleksi berbagai benda peninggalan Kerajaan Singhasari.
“Kita memiliki banyak pantai indah. Namun harapannya wisatawan pergi ke pantai setelah mereka mengunjungi obyek wisata peninggalan budaya,” katanya.