TANGERANG, KOMPAS -- Media dituntut tetap menjaga idealismenya di tengah proses adaptasi menghadapi perubahan teknologi. Idealisme dinilai bisa menjadi kunci untuk menghadang berita bohong (hoaks) di masyarakat. Dengan begitu, fungsi media sebagai sumber rujukan dan sistem kontrol masyarakat tetap terjaga.
Menurut Yekthi Hesthi Murthi, Ketua Bidang Perempuan dan Kelompok Marjinal Aliansi Jurnalis Independen, media memiliki tanggung jawab untuk menjadi sumber rujukan dan informasi yang tepat di tengah banjir informasi saat ini. Prinsip jurnalisme dan kepentingan bisnis diharapkan bisa berjalan bersama tanpa mengurangi esensi yang diharapkan.
”Idealisme inilah yang bisa menjadi andalan untuk melawan hoaks, yaitu tetap menjalankan fungsi media sebagai watchdog (anjing penjaga), kontrol sosial, dan sumber informasi. Meski tidak mengesampingkan kepentingan bisnis, media jangan sampai terpeleset mengikuti arus untuk menyebarkan hoaks,” ujarnya di sela-sela lokakarya ”Journalism and Elections: Towards Innovative Ways to Present Live Data” yang dilaksanakan di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Banten, Jumat (9/3). Kegiatan ini merupakan bagian dari program Jakarta Editors Lab 2018 yang diselenggarakan oleh Google News Lab dan AJI.
Idealisme inilah yang bisa menjadi andalan untuk melawan hoaks, yaitu tetap menjalankan fungsi media sebagai watchdog (anjing penjaga), kontrol sosial, dan sumber informasi.
Untuk mendukung hal itu, peran pekerja media pun ditantang agar lebih profesional. Dalam menyajikan berita, mereka hendaknya tidak sekadar menyajikan kecepatan, tetapi juga menekankan kedalaman informasi.
Yekthi menilai, kedua unsur tersebut tidak mudah untuk dijalankan sekaligus.
”Bisa saja dalam satu media disajikan berita peristiwa yang cepat dipublikasikan serta berita dengan kedalaman yang lebih membahas suatu isu,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, pendiri Data N yang juga data journalist, Kuek Ser Kuang Keng, mengatakan, perkembangan teknologi saat ini seharusnya bisa membuka peluang kinerja jurnalistik secara lebih luas. Penyajian berita diharapkan tidak sekadar dalam bentuk tulisan, tetapi dilengkapi dengan infografis dan video ataupun foto yang mendukung.
“Masyarakat saat ini lebih tertarik dengan konten yang sifatnya interaktif. Saat mendapatkan suatu informasi, masyarakat bisa merasakan pengalaman yang berbeda. Tidak perlu tim yang besar untuk mengerjakan ini, hanya perlu riset yang mendalam dan kolaborasi antara teknologi dan desain,” ujarnya.
Google News Lab Lead Asia Pacific Region, Irene Jay Liu, menambahkan, jurnalisme media harus bisa berkolaborasi dengan perkembangan teknologi. Berbagai perangkat teknologi bisa dimanfaatkan untuk menciptakan, mencari, dan melaporkan sebuah berita. Selain itu, banyak perangkat yang bisa digunakan untuk menjangkau lebih banyak pembaca.
“Hal utama yang harus dilakukan jurnalis adalah mau berubah dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Dengan mengedepankan prinsip jurnaslistik dan memanfaatkan teknologi, karya jurnalistik pun bisa kuat dan memiliki nilai tambah,” ucap Irene.
Melawan hoaks
Yekthi menuturkan, selain media, peran masyarakat pun sangat penting untuk melawan hoaks. Masyarakat harus cerdas ketika menerima suatu informasi. Jika menemukan informasi yang salah dari sebuah media, masyarakat diminta untuk mengkritisi media tersebut. “Perilaku kritis ini harus dilakukan secara terus menerus. Jangan membiarkan hoaks terus beredar,” katanya.
Untuk melawan hoaks, masyarakat perlu mengedepankan sikap skeptis dan mengecek informasi yang diterima. Beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain, jangan langsung percaya pada alamat situs yang meragukan misalnya bentuk blogspot atau wordpress, meragukan situs yang memiliki detail visual tidak jelas, membaca keterangan website pada kolom about us, dan curiga pada situs berita yang memiliki banyak iklan yang tidak sesuai dengan konten pada situs tersebut.
Jakarta Editors Lab
Jakarta Editors Lab merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Google News Lab dan AJI ini berlangsung selama tiga hari, mulai 9-11 Maret 2018 di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Pada hari pertama diisi dengan lokakarya tentang jurnalisme multimedia dan pemilu.
Kemudian, pada hari kedua dan ketiga, terdapat 13 tim yang akan berkompetisi membuat produk percontohan (prototype) perangkat lunak sebagai inovasi dalam dunia jurnalistik. Setiap tim terdiri dari jurnalis dan pengembang laman web (web developer).
Dalam kompetisi ini, 12 tim berasal dari praktisi media nasional dan satu tim dari mahasiswa UMN. Nantinya, tim yang menjadi pemenang akan dikirim ke Global Editors Summit di Lisbon, Portugal. (DD04)