KOMPAS, JAKARTA -- Pembukaan ruas Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, berulangkali diajukan sejumlah pihak. Hingga kini, masih dalam kajian Pemprov DKI.
Sopir-sopir angkutan kota M08 jurusan Tanah Abang-Kota melayangkan somasi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, setelah negosiasi berjalan alot. Mereka menyatakan tak punya pilihan menguntungkan seiring penutupan Jalan Jati Baru Raya maupun program One Karcis One Trip atau OK Otrip.
Surat somasi diantarkan ke Balai Kota DKI, Rabu (7/3). Isinya, menuntut ruas jalan yang ditutup untuk pedagang kaki lima dibuka lagi dan difungsikan seperti semula. “Kami meminta jalan dibuka lagi dalam waktu 5x24 jam atau kami teruskan langkah hukum di pengadilan,” kata juru bicara sopir M08 Abdul Rasyid (48), usai menyerahkan surat itu.
Surat somasi ditembuskan ke Presiden, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Kepala Polri, Ombudsman, dan Ketua DPRD DKI. Penutupan jalan sejak 22 Desember 2017 membuat pendapatan turun. Sementara, alternatif pengganti yang ditawarkan, yaitu bergabung program OK Otrip, juga tak menguntungkan.
Keberatan terbesar adalah kuota OK OTrip hanya 92 unit yang akan digunakan. Padahal, pendataan mereka ada 260 unit. Data Dinas Perhubungan DKI ada 211 unit angkutan kota. “Sisanya mau dikemanakan. Dibeli atau ganti rugi,” kata dia.
Sebelumnya, Rosyid dan rekan-rekan berusaha melaporkan kebijakan itu ke kepolisian. Namun, dua laporannya ditolak. Pertemuan terakhir para sopir dengan Dinas Perhubungan dua pekan lalu, belum ada kesepakatan. Pihak sopir diminta mendata M08, termasuk kelengkapan administrasinya.
Dinas Perhubungan sudah menambah kuota. Awalnya 75 angkutan menjadi 92 unit. Selain itu, menurunkan kewajiban jarak tempuh dari 195 km per hari menjadi 175 km per hari.
Dalam kasus ini, para sopir M08 diwakili Perkumpulan Advokat Kebijakan Publik untuk Masyarakat Indonesia (Paku Bumi) yang juga kuasa hukum yang memenangkan gugatan terhadap peraturan gubernur tentang larangan sepeda motor melintasi Jalan MH Thamrin.
Rahmat Aminudin dari Paku Bumi mengatakan, somasi itu didasarkan dugaan kebijakan itu melanggar pasal 130 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 12 UU 38/2004 tentang Jalan, dan pasal 51 Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Penutupan jalan Jati Baru Raya itu dinilai merugikan publik dan hanya menguntungkan sebagian orang. Kebijakan juga tak tertulis, karena belum ada peraturan tertulis soal itu.
Menurut Rahmat, somasi itu bersifat mengingatkan. Apabila tak dihiraukan, somasi akan dilanjutkan langkah hukum, yaitu tuntutan perdata melalui Pengadilan Jakarta Pusat.
Tunggu finalisasi
Di Balai Kota, Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menjelaskan, pembukaan kembali Jalan Jati Baru di Tanah Abang menunggu finalisasi jadwal pengerjaan penataan.
"Pembukaan kembali Jatibaru itu masuk dalam penataan kawasan Tanah Abang yang dilakukan Pemprov dalam tiga tahapan. Jangka pendek, menengah, dan panjang," kata dia.
Jalan Jati Baru akan difungsikan lagi saat menerapkan tahap kedua. "Kami sedang menuntaskan finalisasi jadwal pengerjaan penataan. Kalau konsepnya, sudah," ujar dia.
Penataan Tanah Abang terkait erat okupansi PKL dan pedagang pasar yang menggunakan trotoar untuk berjualan. Akhirnya, pemprov menutup satu ruas Jalan Jati Baru Raya.
Dampaknya, Dishub DKI mengajak pengusaha angkutan kota bergabung OK OTrip di bawah manajemen PT Transportasi Jakarta. Itu untuk menata ulang trayek dan angkot.
"Semua angkot di Tanah Abang akan dimasukkan dalam OK OTrip, karena kami melakukan pemetaan kebutuhan. Namun, kalau bicara Perda Nomor 5 Tahun 2014, usia angkutan umum yang dibolehkan beroperasi itu sampai usia sepuluh tahun," ujar Sigit.
Untuk penggabungan itu, pihak PT Transportasi Jakarta nantinya akan membayar pengusaha angkot dengan sistem rupiah per km. Saat ini, tahapan penentuan rupiah itu masih digodok di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), meski di sisi lain pihak pengusaha angkot masih menegosiasi besaran rupiah per kilometernya. (IRE/HLN)