TANGERANG, KOMPAS Kepolisian Resor Tangerang Kota menangkap D, kakek berusia 63 tahun, karena diduga mencabuli tujuh anak laki-laki. Para korban diiming-imingi sejumlah uang dan perpanjangan waktu main Playstation.
D diketahui mempunyai usaha sebuah warung internet (warnet) dengan permainan Playstation. Korban yang berusia 10-13 tahun itu kerap datang ke warnet yang berlokasi di Jalan Kecipir Raya, Kelurahan Sibodasari, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, Banten.
Kejadian itu, menurut Wakil Kepala Polres Tangerang Kota Ajun Komisaris Besar Harley Silalahi, Selasa (6/3), terungkap ketika Jumat lalu seorang korban bermain Playstation di warnet milik D.
Saat itulah tersangka tiba-tiba mendatangi korban dan melakukan tindakan cabul. Perbuatan D tersebut diketahui oleh adik korban yang kemudian melaporkan hal tersebut kepada orangtuanya.
Orangtua korban lalu mendatangi istri D dan kemudian D berjanji datang ke rumah korban untuk meminta maaf. Saat D ke rumah korban itulah datang pula anak-anak lain, enam anak, yang juga mengaku diperlakukan sama oleh D. Kemudian para orangtua korban melaporkan D ke Polsek Jatiuwung.
Anak-anak tersebut mengaku diiming-imingi uang oleh D. Pelaku juga menawarkan perpanjangan waktu bermain Playstation jika mereka mau menuruti keinginan D.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Kota Ajun Komisaris Besar Deddy Supriyadi mengungkapkan, istri pelaku adalah seorang guru di sebuah sekolah. Beberapa dari anak yang menjadi korban adalah siswa dari istri D.
Kemungkinan, kata Deddy, anak-anak itu menurut dan tidak berani melaporkan tindakan yang dilakukan oleh D karena ketakutan nilainya di sekolah akan jelek jika mereka melaporkan hal tersebut. Padahal, istri D sama sekali tidak mengetahui perbuatan suaminya itu.
Kasus percabulan pada anak laki-laki ini, kata Deddy, baru kali ini terungkap di wilayah Kota Tangerang. Sebelumnya kejadian serupa dengan jumlah korban lebih besar, yaitu 49 orang, terjadi di Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Ia menilai, perbuatan yang dilakukan oleh tersangka bukan karena kelainan seksual, melainkan sebatas untuk mendapatkan kepuasan pribadi.
Anak-anak yang tidak memiliki pengetahuan memadai sangat rentan dimanipulasi oleh orang dewasa di sekitarnya. Ditambah lagi, kata Deddy, saat ini semua orang dengan mudah dapat mengakses konten pornografi sehingga mendorong perilaku seksual yang tidak terkendali.
Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pada 2017 kasus pornografi dan kejahatan seksual terkait anak didominasi oleh anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Tercatat ada 1.234 korban dan pelaku anak laki-laki (54 persen) dan 1.064 korban dan pelaku anak perempuan (46 persen). Hal ini menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki kerentanan yang tinggi, baik sebagai pelaku maupun korban.