JAKARTA, KOMPAS-- Seluruh wartawan yang maju menjadi calon kepala daerah, wakil kepala daerah, legislatif, anggota tim sukses partai politik, maupun tim sukses pasangan calon wajib mengundurkan diri secara permanen dari profesi wartawan. Hal ini dimaksudkan agar profesi jurnalisme tetap independen dari kepentingan politik tertentu, sehingga karya yang dihasilkannya pun tetap obyektif.
Penegasan itu terus-menerus disampaikan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo atau Stanley dalam berbagai kesempatan. “Wartawan bukanlah bagian dari proses politik dan bukan bagian dari permainan politik menjelang pemilihan kepala daerah 2018 maupun pemilihan umum presiden 2019. Wartawan seharusnya menjadi wasit dan pengawas, melaporkan seluruh proses politik dalam liputan-liputannya seobyektif mungkin termasuk kritik-kritik yang harus disampaikan,”ucapnya, Selasa (6/3) di Jakarta.
Surat Edaran Dewan Pers No. 01/SE-DP/I/2018 tentang Posisi Media dan Imparsialitas Wartawan Dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 secara tegas meminta kepada seluruh wartawan yang maju menjadi calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, calon legislatif, ataupun menjadi anggota tim sukses partai atau tim sukses pasangan calon untuk segera non aktif sebagai wartawan, atau yang lebih terhormat lagi adalah mengundurkan diri secara permanen dari profesi wartawan.
"Karena pada dasarnya, wartawan itu bekerja untuk kepentingan publik. Begitu dia menjadi tim sukses atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka dia bekerja untuk kepentingan partai politik atau kepentingan diri sendiri. Dia sudah kehilangan legitimasi sebagai pembela kepentingan publik,"papar Stanley.
Jangan intervensi "newsroom"
Imbauan agar tetap independen di tengah menghangatnya suasana politik juga ditujukan kepada seluruh institusi media. Dewan Pers mendorong agar newsroom tetap menjaga independensi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya memperhatikan betul kaidah-kaidah jurnalistik.
"Pemimpin newsroom haruslah wartawan utama. Jika suatu saat terjadi pelanggaran, maka status kompetensinya sebagai wartawan utama bisa dicabut oleh Dewan Pers. Kami menyarankan kepada seluruh pemilik media agar mencari pemimpin redaksi yang betul-betul independen," kata dia.
Selain memilih pemimpin redaksi yang kompeten, Dewan Pers berpesan kepada seluruh pemilik media khususnya yang memiliki partai politik agar tidak menekan newsroom dan mempengaruhi independensi wartawannya. Campur tangan pemilik media terhadap kebijakan newsroom merupakan pelanggaran hukum sekaligus pelanggaran norma.
Dalam konteks yang sama, bulan Februari lalu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga mengeluarkan surat edaran kepada penyelenggara televisi dan radio terkait pelaksanaan Pilkada 2018. Surat yang ditandatangani Ketua KPI Yuliandre Darwis itu mengatur tentang penyiaran Pilkada 2018 pada masa kampanye, masa tenang dan hari pemilihan.
Menurut Andre, selama masa kampanye, lembaga penyiaran wajib mengedepankan prinsip keberimbangan dan proporsionalitas. Selama masa kampanye, lembaga penyiaran dilarang menayangkan peserta pilkada sebagai pemeran sinetron, drama, film, dan/atau bentuk lainnya, dilarang menayangkan peserta pilkada sebagai pembawa program siaran, dilarang menayangkan iklan kampanye selain yang dibiayai oleh penyelenggara pilkada, dilarang menayangkan peserta pilkada sebagai pemeran iklan selain yang dibiayai penyelenggara pilkada, serta dilarang menayangkan ucapan selamat oleh peserta pilkada.
Seluruh larangan itu juga berlaku pada masa tenang. Selama masa tenang, lembaga penyiaran juga dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak parpol atau gabungan parpol, pasangan calon dan/atau tim kampanye, atau bentuk lain yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Selain itu, lembaga penyiaran juga dilarang menayangkan kembali debat terbuka, liputan kegiatan kampanye, dan jejak pendapat pasangan calon peserta pilkada.
Larangan penayangan jajak pendapat tentang pasangan calon peserta pilkada juga berlaku pada hari pemilihan. Terakhir, penayangan hasil hitung cepat dapat dilaksanakan setelah Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup pada pukul 13.00 waktu setempat.
Pada 23 Februari 2018 lalu, KPI telah melayangkan peringatan tertulis kepada RCTI. KPI menilai, Siaran Iklan “Partai Perindo” yang ditayangkan oleh RCTI pada 22-23 Februari 2018 tidak memperhatikan ketentuan tentang siaran pemilihan umum dan pilkada yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI 2012.