JAKARTA, KOMPAS — Diversi atau pengalihan perkara pada sistem peradilan pidana anak dinilai bisa dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk melibatkan anak dalam kasus narkotika. Jika peraturan tersebut tidak dijalankan secara bijak, jumlah keterlibatan anak dalam narkotika bisa semakin besar sehingga mengancam masa depan Indonesia.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat, tren kenaikan tersangka pada 2016 paling besar terjadi pada usia di bawah 16 tahun dengan persentase kenaikan 27,27 pesen. Pada 2015, sebanyak 99 anak di bawah usia 16 tahun ditangkap terkait kasus narkoba. Jumlah tersebut meningkat pada 2017 menjadi 126 anak.
Komisioner Anak Berhadapan dengan Hukum Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina, mengatakan, diversi terkait sistem peradilan pidana anak bisa menjadi peluang bagi para pengedar ataupun pemasok narkotika untuk menjadikan anak sebagai kurir narkotika.
Dari laporan kasus anak berhadapan dengan hukum yang diterima KPAI, pada 2017 ada 22 kasus yang melibatkan anak sebagai kurir narkoba, sementara tercatat 46 anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana sehingga tidak perlu berakhir di penjara. Diversi diupayakan bagi anak yang diancam pidana di bawah 7 tahun dan tindakannya bukan merupakan pengulangan.
Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana sehingga tidak perlu berakhir di penjara. Diversi diupayakan bagi anak yang diancam pidana di bawah 7 tahun dan tindakannya bukan merupakan pengulangan.
”Proses diversi dalam sistem perundang-undangan ini harus digunakan secara bijak. Jika anak memang menjadi korban narkotika, rehabilitasi menjadi jalan keluar yang terbaik. Pengawasan, informasi, dan edukasi terkait hal ini menjadi mutlak untuk dilakukan agar anak tidak terjebak menjadi korban narkotika,” kata Putu dalam konferensi pers terkait upaya mencegah regenerasi penyalahgunaan narkotika di Indonesia pada anak usia dini, Selasa (6/3) di Jakarta.
Deputi Bidang Pencegahan BNN Inspektur Jenderal Ali Johari menyatakan, semua sektor kepentingan, khususnya BNN, KPAI, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), harus bergandengan tangan dalam upaya mencegah keterlibatan anak yang dimanfaatkan sejumlah oknum sebagai kurir narkotika. Pergaulan di luar sekolah menjadi faktor yang paling berpotensi untuk dimanfaatkan oknum dalam mendekati anak.
”Biasanya, sindikat ini awalnya memberikan narkotika secara cuma-cuma. Setelah ketagihan, baru mereka (anak) dimanfaatkan sebagai kurir untuk mengantarkan barang (narkotika). Ada sistem, kalau bisa antar ke dua sampai tiga tempat, mereka (anak) bisa dapat gratis satu (narkotika),” ujar Ali.
Selain faktor di luar sekolah, keterlibatan anak dalam narkotika juga bisa terjadi karena ketidaktahuan orangtua. Ali mengatakan, ditemukan beberapa kasus peredaran narkotika yang ditawarkan dalam bentuk obat pelangsing atau penambah energi.
Dari obat tersebut, pengguna memang mendapatkan manfaat yang signifikan sesuai dengan manfaat yang ditawarkan sehingga tertarik untuk membelinya. Namun, karena menimbulkan efek ketagihan, pengguna menjadi terus mengonsumsinya tanpa memedulikan lagi manfaat produk tersebut.
Dari kasus tersebut, Kepala Subdirektorat Pengawasan Produk Tembakau BPOM Moriana Hutabarat mengimbau, anak-anak harus terus diingkatkan untuk tidak menerima makanan dari orang yang tidak dikenal, bahkan perlu curiga dari pemberian orang terdekat.
BPOM hingga saat ini memang belum menemukan jajanan anak yang mengandung narkotika. Namun, ia menduga campuran narkotika dilakukan secara individual sehingga sulit terdeteksi.
”Misalnya, ada warung di sekitar sekolah yang menjual minuman kemasan dengan menuangnya di plastik. Saat dituang di plastik, kandungan narkotika itu bisa saja dicampurkan. Modus seperti ini yang sulit dideteksi oleh kami,” ujarnya.
Pengawasan
Komisioner Bidang Kesehatan dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Napza) KPAI Sitti Hikmawatty mengatakan, ada tiga jalur pengawasan yang saat ini dilakukan untuk mencegah peredaran narkotika pada anak, yaitu melalui jalur pengaduan, kerja sama dengan kementerian terkait, dan operasi mendadak (sidak) di lingkungan sekolah.
Untuk jalur pengaduan, KPAI akan langsung mengawasi dan meninjau sesuai dengan laporan yang diterima dari pengadu. Pada jalur kerja sama, KPAI sudah melakukan integrasi dengan empat kementerian untuk menjadikan usaha kesehatan sekolah (UKS) sebagai wadah yang bertanggung jawab untuk menyediakan makanan yang aman di sekolah.
”Tahun lalu, kami juga sudah lakukan sidak bersama. Menurut rencana, tahun ini akan dilakukan sidak lagi dengan mengambil sampling di beberapa sekolah di sejumlah provinsi di Indonesia, terutama di lokasi yang diduga ada narkotika,” kata Sitti. (DD04)