Minat Baca Kurang, Pedagang Buku Bekas Pun Ikut Merana
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minimnya minat baca masyarakat Indonesia dinilai turut membuat minat masyarakat membeli buku bekas ikut berkurang. Internet dan media sosial juga diduga ikut menjadi penyebab berkurangnya minat masyarakat membeli buku bekas.
Berdasarkan survei minat baca yang dilakukan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI pada 2015 terhadap 3.360 orang, hanya 35 persen koresponden yang menggunakan waktu luang untuk membaca di waktu luang. Sisanya, koresponden menggunakan waktu luang untuk menonton acara televisi, bermain di media sosial, dan kegiatan lain.
Persentase tersebut menurun apabila dibandingkan dengan survei pada 2013, yaitu sebanyak 51 persen masyarakat Indonesia mengisi waktu luang untuk membaca. Sebanyak 28 persen koresponden mengisi waktu luang untuk menonton acara televisi dan 21 persen melakukan kegiatan lain.
Berkurangnya minat baca tersebut berpengaruh pada minimnya antusiasme masyarakat untuk membeli buku. Dari survei Perpusnas, hanya ada 4 persen yang memiliki buku di atas 50. Hal itu diakui sebagai salah satu penyebab menurunnya pembeli buku bekas di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.
Takhin (51), salah seorang pedagang buku, mengatakan, pada saat awal berjualan buku pada 2000, dirinya mampu menjual 10 buku setiap hari. ”Sekarang sehari hanya laku tiga buku, kadang tidak ada yang terjual,” ujarnya saat ditemui di lapaknya, Minggu (4/3).
Irwan (44) yang berjualan di dalam kios pun mengalami penurunan omzet. Pendapatannya menurun dibandingkan dengan saat awal dia berjualan pada 1992. Saat ini, omzetnya hanya Rp 200.000 per hari, sedangkan pada 1992 omzetnya dapat mencapai Rp 2 juta per hari ketika ramai pengunjung.
Ia menuturkan, sebagian besar pembelinya merupakan pelajar dan mahasiswa. Dana Herdiano (24), mahasiswa asal Cikarang, masih tertarik membeli buku karena untuk menunjang pembelajaran di kampus.
Pengunjung yang datang biasanya mencari buku yang sudah tidak beredar di toko buku. Selain itu, harga yang dapat ditawar menjadi salah satu alasan pengunjung membeli buku bekas di Kwitang.
Menurut Irwan, paling banyak pengunjung datang ketika musim ajaran baru. Selain saat itu, pengunjung yang datang sangat sedikit.
Media digital
Sebagian besar pedagang menduga, salah satu penyebab penurunan jumlah pembeli tersebut disebabkan adanya internet. Menurut mereka, masyarakat enggan membaca buku dan lebih tertarik bermain gawai atau mencari informasi di media digital.
Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo mengatakan, rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia menyebabkan penggunaan internet untuk menambah ilmu pengetahuan masih sangat sedikit. Sebagian besar pengguna media digital hanya untuk hiburan, seperti aktif di media sosial dan permainan daring.
Agus menyebutkan, banyak remaja yang menggunakan gawainya hingga lebih dari delapan jam dalam sehari untuk bermain media sosial dan permainan daring hanya untuk mencari kesenangan pribadi. Padahal, media digital dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan dan mencari informasi terkait pelajara di sekolah.
”Masih sangat sedikit masyarakat Indonesia yang menggunakan media digital untuk membaca berita atau membaca buku elektronik yang dapat menambah ilmu pengetahuan,” ucap Agus. Akibat kebiasaan buruk tersebut, muncul sindrom lupa waktu dan lupa konteks.
Ia menyarankan pemerintah memasukkan literasi digital ke dalam kurikulum dasar dan menengah di sekolah. Hal tersebut berfungsi agar pelajar dapat menggunakan media digital secara bijaksana.
Mereka dapat memanfaatkan media digital untuk menambah ilmu pengetahuan terkait pelajaran di sekolah, budi pekerja, sosial masyarakat, dan lain-lain. Hal itu bertujuan agar masyarakat Indonesia tidak hanya diperbudak teknologi, tetapi juga mampu menguasainya dengan baik. (DD08)