JAKARTA, KOMPAS — Para elite politik yang ingin menyampaikan pernyataan bermuatan politis harus memperhatikan etika sebelum menyampaikannya kepada publik. Cetusan yang menuai kontroversi berpotensi mengurangi kredibilitas tokoh ataupun partai politik yang bersangkutan.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (3/3), menyatakan, etika komunikasi politik harus diperhatikan jika berhadapan dengan publik.
Komunikasi level tinggi antarelite partai tidak seharusnya diutarakan secara terbuka. Arya berujar, ucapan yang bermuatan politis bisa berefek negatif terhadap kredibilitas tokoh ataupun partai yang terkait pernyataannya itu.
”Kalau membicarakan perihal yang bersifat umum dan berguna untuk masyarakat, seperti permasalahan sosial, itu wajar dipublikasikan, malah bagus. Namun, ketika konteksnya adalah strategi pemenangan, itu adalah hal sensitif,” katanya.
Pendapat ini berkaitan dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) seusai berkunjung ke Istana Negara dan berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo, Kamis (1/3).
Respons partai lain akibat pernyataan Ketua Umum PSI Grace Natalie di berbagai media massa membuat partai baru ini harus mengklarifikasinya dengan menggelar jumpa pers Sabtu ini.
Grace mengatakan, pembicaraan menyangkut tips dan trik pemenangan pemilu itu hanya sebagian kecil dari pembicaraan selama 90 menit bersama Presiden Jokowi. Ia mengaku fokus pembicaraan antara Presiden dan petinggi PSI berkaitan dengan pendidikan politik kaum muda.
Grace juga menjelaskan, masalah kebangsaan, terutama korupsi, dan intoleransi menjadi topik utama pembicaraan mereka.
”Kami berinisiatif ingin menemui presiden untuk membicarakan masalah kebangsaan, seperti infrastruktur dan kemiskinan. Istana kan rumah rakyat. Kami juga mengunjungi Pak Jokowi dengan kapasitasnya sebagai presiden, bukan politisi,” katanya.
Grace menuturkan, permintaan ini dilakukan sesaat setelah PSI lulus menjadi peserta pemilihan umum (pemilu). Ia mengatakan, pertemuan ini dilakukan sesuai dengan prosedur, yaitu dengan mengirim surat permintaan kepada pihak kepresidenan.
”Kami bersyukur permintaan ini diterima, dan kami berkesempatan bertemu dengan Bapak Presiden,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni menambahkan, Jokowi merupakan sosok yang menjadi panutan partai. Oleh karena itu, pertemuan ini menunjukkan PSI mendukung Jokowi untuk memenangi Pemilu 2019.
Pertimbangan
Arya berpendapat, komunikasi politik tingkat tinggi mampu memengaruhi kondisi politik sehingga para elite sebaiknya mempertimbangkan pernyataan kepada publik.
Dalam pertemuan tertutup, ada hal yang boleh disampaikan, tetapi ada juga yang tidak perlu diutarakan di depan publik.
Pertemuan tertutup, ujar Arya, membuat pihak-pihak lain mempertanyakan hasil pertemuan tersebut. Apalagi ini adalah pertemuan antara elite partai dan pemimpin negara, yang kental unsur politik.
Arya mengatakan, pernyataan PSI yang mengaku mendapatkan tips dan trik pemenangan pemilu mengandung unsur strategis. Hal ini memicu respons negatif oleh beberapa partai, termasuk partai pendukung.
”Kalau cuma oposisi yang berkomentar, itu wajar. Namun, ini partai pendukung, seperti PKB, juga memberikan respons. Mereka melihat seolah-olah PSI mendapatkan keistimewaan,” katanya.
Menurut Arya, respons negatif ini mampu mengurangi kredibilitas lembaga kepresidenan. Rasa ketidakadilan ini berpotensi memberikan efek negatif terhadap reputasi Presiden.
”Etika dalam komunikasi politik harus diperhatikan. Memang, PSI adalah partai yang baru dan butuh momentum agar lebih dikenal. Namun, mereka harus mempertimbangkan efek dari pernyataan yang akan diucapkan,” ujarnya. (DD12)