Pembangunan RPTRA Berakhir Tahun Ini
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 47 ruang publik terpadu ramah anak akan dibangun sepanjang tahun 2018. Pembangunan itu sekaligus menutup gelombang pembangunan ruang publik terpadu ramah anak di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Kota DKI Jakarta Agustino Darmawan mengatakan, pembangunan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) akan selesai pada 2018, setelah itu tidak ada lagi.
”Yang namanya RPTRA itu terakhir dibangun tahun ini,” kata Agustino di Jakarta, Kamis (1/3).
Berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, hingga Oktober 2017, sudah ada 290 RPTRA yang telah diresmikan.
Semua RPTRA itu merupakan gabungan, baik yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Pembangunan RPTRA dengan sumber dana APBD dikoordinatori dinas perumahan rakyat dan permukiman kota, sedangkan pembangunan RPTRA dengan sumber dana CSR dikoordinatori dinas pemberdayaan, perlindungan anak, dan pengendalian penduduk (DPPAPP).
Secara terpisah, Kepala Suku Dinas Perumahan Jakarta Selatan Yaya Mulyarso mengatakan, pada 2018 akan dibangun 47 RPTRA di lima kota administratif dan Kepulauan Seribu.
Di Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan masing-masing akan dibangun 10 RPTRA. Sementara itu, di Jakarta Pusat 5 RPTRA dan 2 RPTRA di Kepulauan Seribu.
Dalam APBD 2018, anggaran pembangunan RPTRA berada di setiap suku dinas perumahan rakyat dan permukiman kota di kota administratif masing-masing.
Adapun pagu anggaran untuk Jakarta Pusat Rp 7,87 miliar, Jakarta Utara Rp 17,48 miliar, Jakarta Barat Rp 17,52 miliar, Jakarta Selatan Rp 17,62 miliar, dan Jakarta Timur Rp 17,56 miliar. Sementara itu, tidak tertera pagu anggaran untuk pembangunan RPTRA di Kepulauan Seribu.
Yaya mengatakan, di Jakarta Selatan, 10 RPTRA yang akan dibangun masih menunggu penetapan lahan. Pembangunan RPTRA menggunakan aset milik satuan kerja perangkat daerah (SKPD), tetapi jumlahnya terbatas. Hingga saat ini, hanya 6 RPTRA yang telah mendapatkan lahan.
”Pembangunan RPTRA akan dilakukan sesuai ketersediaan lahan. Jika hanya ada lahan untuk lima tempat, ya kami bangun saja lima RPTRA. Kemudian sisa anggarannya kami kembalikan,” ujar Yaya.
Meski demikian, pihaknya akan mengusulkan kepada pemerintah provinsi agar memberi izin pembebasan lahan milik warga untuk pembangunan RPTRA.
Menurut dia, jumlah aset lahan SKPD tidak cukup untuk memenuhi target pembangunan RPTRA. Setiap lokasi perlu dibangun di atas lahan seluas 500 meter persegi hingga 1.500 meter persegi.
Akan tetapi, beberapa lokasi luasnya kurang dari 500 meter persegi sehingga pembangunan disiasati dengan membuat fasilitas dalam bentuk gedung dua lantai, contohnya di Kelurahan Menteng Atas dan Setiabudi.
Mangkrak
Sementara pembangunan RPTRA yang didanai APBD akan diakhiri tahun ini, pembangunan RPTRA yang didanai CSR justru mangkrak.
Salah satunya RPTRA TB Simatupang atau TBS Park yang terletak di Jalan TB Simatupang RT 007 RW 004, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Lahan seluas 1 hektar itu dipagari besi di sisi depan dan sisi samping kirinya. Di sepanjang pagar terpasang spanduk besar bertuliskan TBS Park. Namun, pagar itu terkunci. Tidak ada kegiatan pembangunan di sana di proyek yang sudah dimulai sejak April 2017 itu.
Sisa konstruksi hanya sebuah bangunan berkerangka baja. Tidak ada dinding di sisi-sisi kerangka bangunan. Di sekelilingnya terdapat tiga tumpuk bata beton dan segunduk pasir.
Beberapa peralatan, seperti sekop dan helm proyek, pun tergeletak begitu saja di halaman bangunan. Sementara itu, lahan yang belum dibangun ditumbuhi rumput setinggi lutut.
TBS Park, menurut rencana, dibuat dengan fasilitas serupa dengan RPTRA Kalijodo. Presiden Direktur PT Asiana Group Loemongga Haoemasan mengatakan, TBS Park nantinya terdiri dari beberapa zona, seperti jalur sepeda, arena papan luncur, panjat tebing, ruang laktasi, panggung pertunjukan, serta surau. Di samping berfungsi sebagai RPTRA, areal itu juga didesain sebagai ruang terbuka hijau (RTH) (Kompas, 20/4/2017).
Petugas pengamanan proyek Sudaryo mengatakan, pembangunan sudah berhenti sejak November 2017. Sejak itu pula, sudah tidak ada pekerja bangunan ataupun penanggung jawab pembangunan dari PT Asiana Group, pendana TBS Park.
Kegiatan yang masih aktif hanyalah pengamanan lokasi. Menurut Sudaryo, pembangunan TBS Park masih dijaga selama 24 jam oleh tiga petugas pengamanan. Setiap petugas mendapatkan jatah menjaga selama 8 jam.
Kepala DPPAPP Dien Emmawati tidak mengakui proyek TBS Park sebagai bagian dari pembangunan RPTRA yang berkoordinasi dengan Pemprov DKI. ”Itu bukan RPTRA, tidak ada perjanjian kerja samanya (PKS) di DPPAPP, coba tanyakan kepada dinas kehutanan,” ujarnya.
Padahal, pembangunan TBS Park merupakan satu dari sembilan program yang dititipkan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama kepada Pelaksana Tugas Gubernur DKI Soni Sumarsono, Maret 2017. Saat itu Basuki tengah mengikuti kampanye putaran kedua Pilkada DKI 2017 (Kompas, 7/3/2017).
Dien mengatakan, RPTRA dengan sumber dana CSR yang masih dalam proses pembangunan hanya dua. Pertama, berlokasi di Jalan Kenari, Jakarta Pusat, di sebelah Museum MH Thamrin dan di Warakas, Jakarta Utara.
Perjanjian kerja sama antara CSR dan DPPAPP untuk kedua RPTRA tersebut sudah dimulai sejak 2017. Namun, hingga saat ini pembangunan tak kunjung dimulai. Dien juga tidak bersedia menyebutkan waktu awal dan target penyelesaian pembangunan.
”RPTRA Kenari dan Warakas dalam proses mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), sebentar lagi juga dibangun,” kata Dien.
Dien pun menegaskan, selain dua RPTRA tersebut, tidak ada lagi RPTRA bersumber dana CSR yang mulai diproses tahun 2018.
Belum cukup
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyayangkan pembangunan RPTRA yang akan selesai pada 2018.
Menurut dia, keberadaan RPTRA selama ini menjadi jawaban akan kebutuhan warga terhadap ruang publik di tengah situasi keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah.
Selain itu, kata Retno, RPTRA merupakan salah satu indikator dari kota layak anak. Keberadaannya berfungsi untuk memenuhi hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Hal itu dirasakan Severiamos (9), Luis Fabiano (9), dan Roveldi (11), warga Kelapa Dua Wetan, Jakarta Timur.
Sejak RPTRA Jaya Makmur diresmikan Oktober 2017, mereka memiliki tempat bermain baru.
”Waktu belum ada RPTRA, kami mainnya di lapangan saja. Kalau sekarang selalu main di RPTRA,” kata Roveldi.
Ia dan teman-temannya tidak pernah absen bermain di RPTRA. Mulai dari memanfaatkan arena bermain, lapangan basket, hingga membaca buku bersama di perpustakaan.
”Main di RPTRA lebih asyik daripada di lapangan. Waktu itu kami cuma main bola, kalau di RPTRA mainannya banyak, bisa baca buku juga,” kata Severiamos.
Menurut Ketua KPAI Susanto, semestinya RPTRA dibangun lebih banyak, yaitu di setiap wilayah rukun tetangga (RT). Keberadaan RPTRA, tambahnya, bukan hanya berfungsi untuk menstimulasi tumbuh kembang anak, tetapi juga sebagai wadah pencegahan kejahatan terhadap anak.
”Saat ini anak-anak memiliki kerentanan yang tinggi terhadap kejahatan, termasuk kejahatan seksual, sehingga proteksi maksimal perlu dilakukan melalui berbagai strategi, termasuk penyediaan RPTRA,” kata Susanto.
Berdasarkan survei Litbang Kompas pada Maret 2017, sebanyak 64,8 persen dari total 460 responden di Jabodetabek menyatakan bahwa RPTRA mampu memenuhi kebutuhan warga akan ruang publik dan kebutuhan untuk bersosialisasi. Sebanyak 34,8 persen responden juga berharap RPTRA terus dipelihara.
Dalam APBD 2018, pemeliharaan RPTRA secara fisik memang dianggarkan di setiap suku dinas perumahan rakyat dan permukiman kota.
Di Jakarta Pusat, pagu pemeliharaan RPTRA sebesar Rp 1,04 miliar, Jakarta Utara Rp 1,72 miliar, Jakarta Barat Rp 1,49 miliar, Jakarta Selatan Rp 1,55 miliar, Jakarta Timur Rp 656,22 juta, dan Kepulauan Seribu Rp 246 juta.
Namun, pengelolaan RPTRA secara lebih lanjut belum ada kepastian. Di dalam APBD 2018, pagu anggaran DPPAPP yang terkait dengan program-program di RPTRA kosong.
Program-program tersebut antara lain pembaruan strategi dan sasaran program melalui RPTRA, pengembangan pemberdayaan masyarakat melalui komunitas pemberdayaan masyarakat di RPTRA, serta perekrutan pengelola RPTRA.
Pagu program pemberdayaan masyarakat kelurahan kawasan kumuh melalui lembaga musyawarah kelurahan di RPTRA atau balai warga juga kosong. Selain itu, program strategi dan sasaran program dalam pemenuhan indikator kota layak anak di RPTRA juga tidak mendapatkan dana dari APBD 2018. (DD01)