Lestarikan Budaya, Festival Bedhayan Digelar di Gedung Kesenian Jakarta
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Sejumlah penari membawakan tarian Bedhaya Sumreg dalam perayaan 251 Tahun Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus memperingati Hari Jadi Ke-250 Kota Yogyakarta di Pergelaran Keraton, 2 September. Tarian ini diciptakan saat Sultan Hamengku Buwono I mendirikan Kasultanan Yogyakarta. Dari masa penciptaannya hingga saat ini, tarian pusaka ini baru dipentaskan sebanyak lima kali.
JAKARTA, KOMPAS — Tari bedhaya yang di zaman dulu biasa ditampilkan di lingkungan keraton seiring perkembangan zaman kini hadir di tengah kehidupan masyarakat pada umumnya. Berbagai sanggar tari dan komunitas seni mempelajari tarian tersebut, dan menampilkan dalam pertunjukan tari di luar keraton dengan nama tari bedhaya.
Untuk melestarikan warisan budaya tersebut, Jaya Suprana School of Performing Art dan Yayasan Swargaloka, didukung Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), akan menyelenggarakan Festival Bedhayan, pada Minggu (4/3) di Gedung Kesenian Jakarta. Menurut rencana, festival ini akan dibuka Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani.
Ketua Umum Penyelenggara Festival Bedhayan Aylawati Sarwono, Jumat (2/3), mengungkapkan, Festival Bedhayan yang baru pertama kali ini diselenggarakan akan menampilkan 13 peserta dari komunitas dan sanggar tari yang berasal dari sejumlah daerah. Dalam festival ini, penonton akan menyaksikan suguhan tari dalam dua kategori, yakni kategori pelestarian (tarian yang telah ada) dan kategori pengembangan (tarian ciptaan baru).
Festival Bedhayan akan dibuka Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani.
Selain melestarikan warisan budaya Indonesia, Jaya Suprana, pendiri Jaya Suprana School of Performing Art, berharap Festival Bedhayan tersebut akan menggugah penonton dan masyarakat Indonesia pada umumnya agar bangga dengan kekayaan budaya Indonesia. Karena sesungguhnya, dalam tari bedhaya terkandung moral dan nilai-nilai luhur yang sarat dengan berbagai motivasi untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
”Hal yang sangat menarik dari Festival Bedhayan kali ini adalah keberagaman tema tarian yang akan disajikan setiap komunitas. Ada tarian bedhayan yang terlahir dari komposisi piano Jaya Suprana, yaitu ”Tembang Alit”. Ada bedhayan yang menggambarkan perjuangan untuk mempertahankan kehormatan, yaitu Bedhayan Astawaning Retna yang dibawakan Gema Wins Production,” kata Aylawati.
Selain itu, ada juga bedhayan yang memadukan tarian Jawa dan Bali, yaitu Bedhayan Legong Wilwatikta. ”Dan yang sangat menggembirakan sekaligus mengharukan adalah Bedhayan Wayang Sunyi, dinamakan sunyi karena semua penarinya adalah penderita tunarungu,” kata Aylawati.
Kompas/Sonya Hellen Sinombor
Jaya Suprana, pendiri Jaya Suprana School of Performing Art (tengah), bersama Ketua Umum Penyelenggara Festival Bedhayan Aylawati Sarwono (ketiga dari kiri), Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK Nyoman Shuida (keempat dari kanan), pertengahan Februari lalu, di kantor Kemenko PMK.
Suryandoro dan Dewi Sulasri, pemimpin Yayasan Swargaloga, mengungkapkan, bedhayan berasal dari kata bedhaya, yaitu bentuk tarian klasik Jawa yang merupakan salah satu karya agung bangsa Indonesia. Bedhaya yang ditarikan secara gemulai dan meditatif ini mengandung berbagai makna spiritual. Bedhaya pada zaman dahulu hidup dan berkembang di kalangan keraton.
”Tarian Bedhaya sering kali merupakan hasil inspirasi raja mengenai suatu peristiwa tertentu yang disajikan dalam bentuk yang sangat simbolis,” kata Suryandoro.
Tarian bedhaya sering kali merupakan hasil inspirasi raja mengenai suatu peristiwa tertentu yang disajikan dalam bentuk yang sangat simbolis.
Festival Bedhayan yang akan dimulai pada pukul 16.00 akan dibuka dengan pertunjukan Bedhayan Tembang Alit dari Jaya Suprana School of Performing Art. Selanjutnya, komunitas Smile Motivator Bandung akan membawakan sajian tari Badayan Wayang Sunyi Tanah Pasundan.
Setelah itu, festival tersebut akan menampilkan pertunjukan tari dari Puspo Budoyo dengan Bedhayan Sekar Kedayon Mojokalpiko, kemudian Surakartis dengan Bedhayan Merta Bumi, Ary Suta Center dengan Bedhaya Legong Wilwatikta Bharata dengan Bedhaya Majakirana, dan Purwakanthi menampilkan Bedhaya Setyo Bumi.
Penonton akan diberikan kesempatan beristirahat sejenak kemudian akan menikmati pertunjukan lanjutan yang menampilkan Sekar Tanjung Dance Company dengan Bedhaya Catur Sagotro, Gemah Win’s Production dengan Astawaning Retna, Sekarpuri dengan Bedhaya Kirana Ratih, Gending Enem dengan Bedhayan Pangkur, dan lndonesia Heritage Society menampilkan Gending Sriwijaya. Festival Bedhayan akan ditutup dengan pertunjukan tari dari Swargaloka School of Dance yang menampilkan karya tari Bedhayan Dewi Sri.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK Nyoman Shuida ketika menerima Jaya Suprana dan tim Festival Bedhayan di Kantor Kemenko PMK, medio Februari lalu, menyambut baik dan mendukung penyelenggaran festival tersebut.
Rangkaian festival tersebut akan dihadiri para pakar tari Bedhayan, antara lain GRA Wandansari Koes Murtiyah dari Keraton Kasunanan Surakarta, KP Sulistyo Tirto Kusumo dari Taman Mini Indonesia Indah, dan Wahyu Santosa Prabowo dari Institut Seni Indonesia Surakarta.
”Setiap peserta yang tampil akan mendapatkan penghargaan berupa sertifikat dari Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, juga apresiasi dari pengamat seni,” kata Rini Indriaswari, anggota panitia Festival Bedhayan.