Industri Perumahan Rakyat Semakin Menggeliat
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran kredit perumahan rakyat saat ini tengah menggeliat, yang ditunjukkan oleh kinerja positif salah satu badan usaha milik negara, yaitu PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) yang mengalami peningkatan laba bersih pada 2017.
PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) bergerak di bidang pembiayaan sekunder perumahan bagi para debitor KPR.
Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo yang melaporkan kinerja perusahaannya pada Jumat (2/3) di Jakarta menyampaikan, laba bersih yang didapat SMF pada 2017 sebesar Rp 397 miliar. Jumlah tersebut naik signifikan sebesar 25 persen dari tahun 2016 yang laba bersihnya tercatat hanya Rp 317 miliar.
”Salah satu indikator keberhasilan SMF adalah berapa banyak dana yang disalurkan ke debitor KPR dari pasar modal. Itu karena kami juga dapat menerbitkan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi,” kata Ananta.
SMF dibentuk pada 2005 dan berada di bawah Kementerian Keuangan. BUMN ini memiliki fungsi memberikan pembiayaan jangka menengah dan panjang kepada pihak perbankan yang menyalurkan KPR secara langsung kepada kreditor (masyarakat).
Hal itu disebabkan pembiayaan KPR umumnya bersifat jangka menengah dan panjang (10-30 tahun), sementara pendanaan yang masuk ke dalam perbankan cenderung bersifat jangka pendek, seperti tabungan, deposito, dan giro.
Total penyaluran pinjaman SMF kepada debitor KPR pada tahun 2017 adalah Rp 7,2 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya tercatat Rp 5,6 triliun. Pada tahun ini, SMF menargetkan pertumbuhan pinjaman naik 33 persen.
Meski demikian, terjadi penurunan sekuritisasi atau penjualan aset debitor KPR ke pasar modal melalui SMF pada 2017. Pada 2017 dana yang disalurkan SMF melalui sekuritisasi hanya Rp 1 triliun. Padahal, pada 2016 dana yang disalurkan kepada debitor melalui sekuritisasi mencapai Rp 1,5 triliun.
Heliantopo, Direktur SMF, mengatakan, dalam hal sekuritisasi, perusahannya bergantung pada keinginan debitor KPR. Ia mengatakan, pada 2017 keinginan para debitor KPR melakukan sekuritisasi masih terbatas.
SMF menargetkan pada 2018 dapat menyalurkan dana melalui sekuritisasi sebesar Rp 2 triliun, atau naik 100 persen dari jumlah tahun 2017.
Timpang
Adapun sejak 2005, SMF terhitung telah mengalirkan dana dari pasar modal ke pasar pembiayaan primer perumahan sebesar Rp 35,6 triliun dengan jumlah debitor sebanyak 846.000 orang. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 27,4 triliun (76 persen) pinjaman dan Rp 8,1 triliun (24 persen) berupa sekuritisasi.
Dari jumlah tersebut, persebaran debitur yang dibiayai SMF masih timpang. Pembiayaan masih didominasi debitor di wilayah Indonesia bagian barat dengan persentase 87 persen. Sementara itu, debitor di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur hanya 13 persen.
”Memang masih timpang, untuk tahun ini kami akan fokuskan ke wilayah timur dan tengah dengan cara bekerja sama dengan para BPD (Bank Pembangunan Daerah). Syaratnya harus ada kemauan juga dari BPD itu sendiri,” kata Ananta.
Sementara itu, dari sisi penerbitan surat utang, pada 2017 SMF berhasil menghimpun dana dari pasar modal sebesar Rp 4,1 triliun. Jumlah itu lebih besar daripada tahun 2016 yang hanya berjumlah Rp 2,7 triliun.
”Tahun ini kami juga sudah menerbitkan obligasi PUB (penawaran umum berkelanjutan) senilai Rp 2 triliun. Kupon kami sekitar 6 persen. Lebih tinggi dibandingkan surat utang yang dikeluarkan negara beberapa waktu lalu,” tutur Ananta.
Pada 2018, SMF menargetkan jumlah dana yang dihimpun dari obligasi meningkat sebesar 50 persen.
Dukung pemerintah
Heliantopo mengatakan, kinerja SMF pada 2018 diharapkan semakin baik dalam hal penyaluran dana dari pasar modal. Hal itu agar SMF dapat turut membantu program penyediaan satu juta rumah yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
SMF juga akan berkoordinasi dengan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dikeluarkan pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memiliki rumah hunian yang layak.
”Jangan sampai dimaknai kami bersaing dengan Tapera. Kami ini saling melengkapi,” kata Ananta.
Pada pemberitaan sebelumnya, untuk menjamin kualitas rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah tengah melakukan registrasi terhadap pengembang perumahan bersubsidi. Sejauh ini, sekitar 7.000 pengembang sudah terdata.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menyampaikan, pihaknya mendukung registrasi tersebut. Dengan demikian, pengembang tidak dapat membangun rumah sembarangan yang tidak sesuai standar kelayakan (Kompas, 19/2).
”SMF juga terus memantau agar uang yang kami berikan kepada debitor KPR digunakan tepat sasaran. Kami tengah mengembangkan teknologi berbasis digital untuk memudahkan pengawasan itu,” kata Ananta. (DD14)