Menteri Susi: Bangkai Kapal Perang adalah Makam yang Harus Dihormati
Oleh
IWAN SANTOSA
·4 menit baca
LAUT JAWA, KOMPAS — Tepat 76 tahun lalu, yakni 1 Maret 1942, pertempuran hebat pecah di Laut Jawa antara armada gabungan Komando ABDA (America, British, Dutch, Australia) melawan armada Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Pertempuran tidak seimbang itu mengawali invasi Kekaisaran Jepang di wilayah Nusantara. Pertempuran itu kemudian dikenal sebagai Pertempuran Laut Jawa (Battle of Java Sea).
Peringatan 76 Tahun Pertempuran Selat Sunda yang merupakan babak terakhir Pertempuran Laut Jawa berlangsung di Laut Jawa dengan upacara tabur bunga dari atas kapal perang Royal Australia Navy (RAN) HMAS Larrakia, Rabu (28/2) malam.
Di dua lokasi di dekat Pulau Panjang, Teluk Banten, pada 28 Februari hingga 1 Maret dini hari tahun 1942, kapal penjelajah Amerika, USS Houston, dan kapal penjelajah Australia, HMAS Perth, bertempur melawan puluhan kapal Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun) yang terdiri dari kapal penjelajah, kapal perusak, dan kapal induk yang mengawal 56 kapal pendarat pengangkut Divisi 2 Pasukan Ke-16 Angkatan Darat Jepang yang menyerbu Pulau Jawa dari arah Merak, Banten.
Menteri Keluatan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang mengikuti pelayaran ziarah tersebut, mengatakan dalam sambutan di atas HMAS Larrakia, Indonesia akan melindungi bangkai kapal perang yang merupakan makam perang, situs sejarah, dan juga membuktikan nilai geostrategis Kepulauan Nusantara dalam persaingan global antarnegara besar.
”Mari kita sebagai bangsa yang beradab tinggi juga menghormati makam para pelaut yang adalah pahlawan bagi negaranya, yakni Amerika Serikat dan Australia. Ini juga pelajaran bagi bangsa Indonesia dalam memahami situasi dunia,” ujar Susi.
Direktur Australian National Maritime Museum (ANMM) Kevin Sumption tahun 2017 sangat menyesalkan aksi penjarahan terhadap HMAS Perth (1). Bagian tubuh kapal penjelajah ringan itu kini tinggal tersisa 40 persen. Dengan bobot awal 6.830 ton, bagian HMAS Perth (1) yang hilang dijarah mencapai 4.098 ton atau sekitar 60 persen.
Menteri Susi didampingi Panglima Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda (TNI) Aan Kurnia, Panglima Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Jakarta Kolonel Laut (P) Denih Hendrata, para pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta delegasi Amerika Serikat yang dipimpin Wakil Duta Besar AS untuk Indonesia Erin Elizabeth McKee dan delegasi Australia yang dipimpin Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox, beserta para atase pertahanan.
Rombongan yang berangkat dari Dermaga JICT Tanjung Priok pukul 13.30 WIB tiba di dua lokasi berurutan pukul 17.00 WIB di atas tempat tenggelamnya HMAS Perth dan di lokasi tenggelamnya USS Houston pukul 18.00.
Upacara, doa, dan tabur bunga dilakukan di kedua lokasi tersebut oleh perwakilan diplomatik Australia, Amerika Serikat, misi militer, dan perwakilan Pemerintah Indonesia yang dipimpin Menteri Susi.
Allaster Cox memuji kerja sama Pemerintah Indonesia yang berkomitmen menjaga situs sejarah bersama. ”Dari 681 pelaut HMAS Perth, 353 orang gugur dalam Pertempuran Selat Sunda. Selebihnya menjadi tawanan perang, ada 106 yang gugur sebagai tawanan Jepang, dan 218 orang kembali ke Australia setelah Perang Pasifik berakhir,” tutur Cox yang lebih dari 30 tahun bertugas di Asia Tenggara.
Monumen
Turut hadir dalam upacara itu George Hatfield Jr, putra Chief Petty Officer (setara bintara kepala) George Hatfield, salah satu awak HMAS Perth yang gugur dalam Pertempuran Selat Sunda. Hatfield menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang merawat makam ribuan pelaut Sekutu di Teluk Banten.
”Ini pertama kali saya ke lokasi tenggelamnya HMAS Perth. Saya dilahirkan tiga bulan setelah ayah saya gugur. Ketika Perth tenggelam, ibu saya sedang hamil tua dengan saya di dalam kandungan,” ujar Hatfield yang berasal dari Wollongong, Australia, dan kini bermukim di Sydney.
Hatfield berharap ada penanda atau monumen khusus bagi Pertempuran Laut Jawa yang mungkin dapat ditempatkan di Banten atau Jakarta bagi keluarga besar sanak dan anak cucu HMAS Perth dan USS Houston yang berkunjung serta berziarah. Dia masih bertemu sekali tiap bulan dengan keluarga besar HMAS Perth di Sydney.
Adapun Erin Elizabeth McKee memuji langkah Pemerintah Indonesia untuk melindungi bangkai kapal perang Sekutu di perairan Indonesia. ”Komitmen yang disampaikan Bu Menteri Susi menjamin agar situs bersejarah dan makam perang ini dilindungi dengan baik bagi ingatan bersama generasi sekarang dan akan datang,” ujar McKee.
Dari 1.061 ABK dan Marinir di atas USS Houston, 693 orang gugur dan tenggelam bersama USS Houston. Adapun 328 orang yang selamat menjadi tawanan perang Jepang dan 77 orang meninggal sebagai tawanan perang yang sebagian besar dijadikan pekerja paksa.
Atase Pertahanan Australia Komodor (setara Laksamana Pertama) Robet M Plath mengatakan, pihaknya merawat berbagai situs pertempuran selama Perang Dunia di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia yang ada keterlibatan tentara Australia dalam misi di darat, laut, dan udara. Dia menghargai upaya Pemerintah Indonesia dalam merawat situs-situs perang tersebut.
Para ABK HMAS Perth dan USS Houston yang selamat dari Pertempuran Selat Sunda ditawan pertama-tama di sebuah gedung bioskop di Kota Serang sebelum dipindahkan ke Jakarta pada tahun 1942 di Kompleks Batalyon X Infanteri KNIL yang kini menjadi kompleks Hotel Borobudur.
Pada akhir tahun 1942, mereka dipindahkan ke Penjara Changi, Singapura, dan sebagian besar dijadikan pekerja paksa membangun Rel Kereta Api Maut dari Thailand ke Burma ataupun pekerja paksa di Jepang.