PT MRT Jakarta berencana mempercepat proses pembayaran pekerjaan yang telah diselesaikan oleh kontraktor, dengan cara amandemen kontrak.
Jakarta, Kompas PT MRT Jakarta akan melakukan perubahan (amandemen) kontrak kepada seluruh kontraktor yang mengerjakan fase 1 MRT, koridor selatan-utara. Langkah itu perlu supaya MRT Jakarta bisa membayar pekerjaan yang sudah diselesaikan para kontraktor.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Kamis (22/2), menerangkan, untuk pembangunan fase 1 sejauh 16 km, perlu sedikit perubahan kontrak. Perubahan dibutuhkan lantaran ada penambahan pekerjaan (variation orders) saat proses pekerjaan sedang berlangsung.
Penambahan pekerjaan pada 2016 muncul berhubungan dengan perubahan konstruksi terkait penetapan koefisien kegempaan, belum selesainya pembebasan lahan, serta perubahan besaran kontrak dengan swasta.
Wakil Gubernur Sandiaga Uno, melalui rilis Pemprov DKI, mengatakan, pemerintah Jepang meminta bantuan Pemprov DKI untuk segera membayar proyek MRT yang sudah lama tertunda pembayarannya.
William menjelaskan, untuk pembayaran pekerjaan, pihaknya harus menghitung cermat karena sesuai prosedur tata kelola. Apabila semua pekerjaan subkontraktor dibayar, angkanya bisa lebih dari nilai pinjaman fase 1 Rp 16 triliun. MRT memiliki tim internal untuk melihat pelaksanaan proyek. "MRT tidak akan membayar sebelum melakukan audit. Ini dilihat dulu, di-review oleh konsultan kami. Ini sesuatu yang harus dibayar atau tidak. Setelah itu baru kami bayar."
Upaya ini, lanjut William, merupakan percepatan. Karena audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilakukan di akhir tahun.
"Biasanya BPKP harus mengaudit dulu, baru (kami) bayar. Tapi hasil kebijakan supaya tidak tertahan BPKP, kami putuskan pekerjaan dibayar dulu nanti akan dilakukan cost audit, jadi audit setelah pembayaran di akhir tahun. Kalau misalnya ada lebih bayar, ya si kontraktor mesti mengembalikan," ujarnya.
William menambahkan, karena adanya penambahan pekerjaan dan penyesuaian harga, MRT membutuhkan dana tambahan Rp 2,56 triliun untuk fase 1 yang diajukan ke Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA). Dana ini diharapkan dikucurkan bersamaan dengan pinjaman fase 2 MRT dari Bundaran Senayan ke Kampung Bandan tahun ini. Adapun pinjaman untuk fase 1 yang sudah dikucurkan JICA total Rp 14,1 triliun.
Kereta ringan
Sementara, pembangunan jalur kereta ringan (light rapid transit/LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) telah lebih dari 30 persen. Pemerintah optimistis proyek ini rampung pada 2019.
Total jalur kereta ringan Jabodebek yang dibangun PT Adhi Karya Tbk (Persero) tersebut sepanjang 44,43 kilometer dan sudah mencapai 32,836 persen. “Saya optimistis selesai pada 2019,” ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri, kemarin.
Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk Budi Harto memaparkan, per 16 Februari 2018 jalur kereta ringan ruas Cawang-Cibubur telah mencapai 56,421 persen, Cawang-Dukuh Atas 16,01 persen, Cawang-Bekasi Timur 27,368 persen. Stasiun yang tengah dibangun meliputi, Ciracas, Taman Mini, Jati Cempaka, Cikunir 1, Bekasi Barat, dan Bekasi Timur.
Sementara, pada pertengahan Desember 2017, total kemajuan proyek sebesar 26,1 persen. Kemajuan ruas Cawang-Cibubur sebesar 47,2 persen, Cawang-Dukuh Atas 12,7 persen, dan Cawang-Bekasi Timur 28,2 persen.
Tantangan yang dihadapi untuk mencapai target meliputi singkatnya waktu pengangkutan girder berbentuk U yang hanya diizinkan pada pukul 00.00– 05.00. Pembebasan lahan-lahan privat juga dapat menimbulkan penguluran waktu kerja.
Budi menambahkan, jaringan utilitas seperti pipa air, gas, telekomunikasi, dan listrik yang bertabrakan dengan jalur pembangunan proyek merupakan tantangan. Selain jaringan utilitas, jalan layang dan jembatan penyebrangan orang (JPO) yang sudah ada dan berada pada jalur pembangunan juga menuntut pihaknya mendesain proyek secara lebih cermat.
Budi berharap, proyek LRT Jabodebek ini selesai pada 2019.
Kepala Divisi Kereta Rel Ringan Jabodebek PT Kereta Api Indonesia (Persero) John Roberto, Senin, menargetkan uji coba operasi kereta ringan ini pada Mei 2019.
Sejumlah 31 rangkaian kereta ringan akan dikirimkan dari PT Inka di Madiun secara bertahap. Pengiriman pertama dimulai Maret 2019 sampai Agustus 2019. Satu rangkaian kereta ringan terdiri dari 6 gerbong. Tiap rangkaian berkapasitas 800 orang.