Merakit Keselamatan Penumpang
Aspek keselamatan bus tercermin sejak perakitan. Bahan dan kelengkapan bus tidak hanya mempercantik wajah bus, tetapi juga harus melindungi seluruh penumpang.
Keandalan dan kenyamanan bus transjakarta menjadi prioritas bagi operator. Sejak awal, karoseri yang menjadi tempat perakitan bus pun mesti mampu memenuhi kebutuhan bus ini.
Ada tujuh karoseri yang merupakan mitra PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Masing-masing karoseri memiliki keunggulan dalam merakit bus sesuai materi bodi dan sasis.
Di Karoseri Nusantara Gemilang, Transjakarta tengah memesan 101 unit bus berbadan aluminium dan berpintu rendah (low entry).
Menurut Christian Nathanael, karoseri Nusantara Gemilang yang ia miliki, fokus pada material aluminium. “Kenapa aluminium? Karena kami ingin menghadirkan body-body bus yang secara kualitas tidak kalah dengan bus-bus di luar negeri,” terangnya.
Mercedes Benz, satu merek sasis yang digunakan Transjakarta, merekomendasikan perakitan bus di Nusantara Gemilang.
Direktur Utama Transjakarta Budi Kaliwono menambahkan, materi aluminium itu masih diimpor dari Malaysia. Karena ada kerja sama dengan Malaysia, harga per unit bus bisa dipangkas jadi sekitar Rp 2,1 miliar.
Wijanarko, Direktur Teknik dan Fasilitas Transjakarta, menjelaskan, bahan aluminium ringan, tahan karat, dan mudah dalam perawatan. Saat materi datang dari Malaysia, teknisi di karoseri tidak lagi menggunakan teknik pengelasan untuk merakit bagian bus dengan sasis, tetapi memakai baut untuk merakit. "Jika sudah berumur, bahan aluminium ini bisa didaur ulang lagi,” jelasnya.
Sesuai peraturan Pemprov DKI, masa pakai bus adalah 10 tahun. Dengan perawatan dan pemeliharaan prima, bus berbahan aluminium diharapkan bisa bertahan sampai 15 tahun.
Lain aluminium, lain pula materi baja (steel). Bus berbahan baja yang pertama kali dioperasikan Transjakarta adalah bus gandeng (articulated) bersasis Scania yang dirakit di karoseri Laksana. Di Laksana pula, bus-bus low entry dengan materi baja, dirakit. “Kami merakit 49 low entry bersasis Mercedes Benz dan 150 unit low entry bersasis Scania untuk Transjakarta,” terang Direktur Utama Karoseri Laksana Iwan Arman.
“Materi sempat impor dari Korea dan Jepang untuk galvanized steel. Tapi sekarang Krakatau Steel sudah bisa memproduksinya,” ujar Iwan sambil menyebut bobot kosong bus berbadan metal sekitar 12 ton dan bisa tahan sampai 15 tahun karena baja yang digalvanis.
Yang menjadi komponen impor bus ini adalah sasis bus produksi Eropa, lantai bus dari Perancis, dan lampu dari China.
Aspek keselamatan
Transjakarta, menurut Iwan, meminta kelengkapan detail mengenai keselamatan dan keamanan bus. Diantaranya adalah engine cut untuk menghentikan mesin saat ada asap, kamera pengawas (CCTV), global positioning system (GPS), on board unit (OBU), running text, hingga pintu otomatis. Itu membuat harga perakitan menjadi lebih mahal sekitar Rp 675 juta dibandingkan bus serupa lainnya.
Iwan menambahkan, apabila pemesan seperti Transjakarta memperhatikan detail keamanan dan keselamatan, karoseri Laksana yang memulai usaha sejak 1967, mulai memberi perhatian lebih pada aspek keselamatan penumpang bus sejak 4 bulan lalu. Laksana membeli software dari AS untuk bisa melakukan simulasi keselamatan atas bus yang akan diproduksi.
Stefan Arman, Direktur Teknik karoseri Laksana, menjelaskan, aspek keselamatan bagi penumpang tetap diperhatikan sejak proses produksi. Ada alih teknologi, dari proses pengerjaan manual ke mesin berteknologi tinggi dari Belgia, Italia, Jerman, China, hingga Finlandia.
“Penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi membuat ribuan komponen steel pembangun satu unit bus bisa dipotong, dibentuk, ditekuk, juga dilubangi dengan presisi tinggi. Waktu perakitan bus sekitar 45 hari,” ujar Stefan.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto mengapresiasi, kualitas bus-bus yang dioperasikan Transjakarta meningkat dalam tiga tahun terakhir, lantaran mengacu pada bus-bus Eropa yang berstandar tinggi.
Meski begitu, imbuhnya, Transjakarta juga semestinya melakukan pengetatan perawatan terhadap armada yang dikelola operator swasta. Perawatan itu menyangkut aspek keselamatan dan kenyamanan.
Dari aspek operasional, supaya keterangkutan penumpang tinggi, Transjakarta mesti berinovasi dengan memperbanyak rute dan memperluas jaringan di luar koridor bus rapid transit (BRT). Bus sedang pengganti Kopaja yang dikerjasamakan dengan Transjakarta mesti diikuti dengan informasi rute.
“Ke depan, bila Transjakarta berencana mengangkut lebih banyak penumpang dengan layanan non-BRT, informasi rute harus jelas. Bus-bus yang bisa menjangkau kawasan permukiman juga mesti ditambah. Frekuensi bus juga harus diperhatikan supaya penumpang tidak menunggu lama seperti sekarang,” ujar Yoga.