Apa yang Disiapkan Perusahaan Jika Ingin Bertahan di Era Revolusi Industri Keempat?
JAKARTA, KOMPAS-Memasuki era digital revolusi industri keempat, perusahaan-perusahaan harus menyiapkan lima teknologi untuk bertahan. Sebab, konsumen pun sudah makin familiar dengan digital dan perusahaan-perusahaan baru yang berbasis digital sudah menyiapkan hal ini
Chief Executive Officer Telkomtelstra Erik Meijer mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Chief Technology Officer Telstra, akan ada lima kebutuhan di bidang teknologi yang diperkirakan akan menjadi tren di 2018.
Kelima hal itu adalah cyber security, real time analytics, containers & microservices, digital collaborating, dan digital twins.
“Tak hanya akan menjadi tren, kelima hal ini harus disiapkan perusahaan untuk bisa bertahan dan bersaing di era digital revolusi industri keempat,” ujar Meijer saat menjadi pembicara dalam acara yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yaitu Supermentor ke-21 dengan tema “What the Future Looks Like?” di Jakarta, Minggu (18/2) malam.
Turut hadir sebagai pembicara dalam acara itu Founder of FPCI Dino Patti Djalal, Chief Executive Officer (CEO) Air Asia Tony Fernandes, dan CEO Mayapada Group Dato Sri Tahir.
Meijer mengatakan, cyber security atau keamanan internet akan makin krusial di era internet saat ini. Sebab, internet dan dunia siber sudah semakin akrab dan menjadi keseharian kita. Maka akan semakin pula ancaman dari pihak-pihak yang akan mencoba mengacaukannya.
Perusahaan yang cerdik adalah yang bisa memperoleh data yang diperlukan dan dieksekusi menjadi tindakan yang diperlukan perusahaan. Untuk itulah, perusahaan perlu tenaga ahli yang memiliki keterampilan Real Time Analytics
“Perusahaan harus menjaga data yang mereka miliki jangan sampai jatuh ke tangan yang salah,” ujar Meijer.
Untuk memperkuat keamanan internet, perusahaan bisa meningkatkan keamanan jaringan dengan mempekerjakan ahli komputer di bidang keamanan jaringan. Selain itu, perlu dibangun sistem khusus agar pertahanan data perusahaan tidak mudah dibobol oleh pihak-pihak yang tak diinginkan.
Memasuki era revolusi industri keempat atau industri 4.0 ini, maka mulai terjadi pula era big data yakni melimpahnya akses terhadap data, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Maka perusahaan yang cerdik adalah yang bisa memperoleh data yang diperlukan dan dieksekusi menjadi tindakan yang diperlukan perusahaan. Untuk itulah, perusahaan perlu tenaga ahli yang memiliki keterampilan Real Time Analytics.
Data itu berguna kalau kita bisa mencarinya, menganalisanya, dan langsung bisa dieksekusi menjadi tindakan. Tidak hanya itu, lanjut Meijer, data itu harus didapat secara cepat dan dalam waktu bersamaan (real time).
“Ini yang komputer belum bisa mengerti, maka perusahaan butuh tenaga ahli yang bisa menganalisa data-data ini agar bisa diubah menjadi nilai tambah bagi perusahaan,” ujar Meijer.
Perusahaan tidak cuma memerlukan tenaga ahli yang bisa menganalisa data, perusahaan juga memerlukan tenaga ahli yang bisa menyimpan dan mengelola data. Tenaga ahli ini disebut juga dengan Containers & Microservices.
“Data itu jumlahnya banyak sekali, maka harus dikelola dengan cara yang benar. Data harus disimpan di tempat-tempat khusus supaya bisa dianalisa secara terpisah. Selain itu agar kita bisa dengan mudah mengakses data yang diperlukan secara cepat,” ujar Meijer.
Makin mendesaknya kebutuhan secara cepat dan real time, membuat perusahaan juga harus menyiapkan apa disebut dengan Digital Collaborating. Meijer menjelaskan, yang disebut dengan Digital Collaborating adalah kolaborasi antara karyawan di perusahaan yang terhubung secara nyata dan real time melalui bantuan teknologi.
“Misalkan tim saya sedang membuat presentasi. Kini karyawan yang satu dengan karyawan yang lain bisa mengerjakan secara bersamaan di lokasinya masing-masing. Proses perubahan pengerjaannya bisa langsung tersimpan di komputer masing-masing karyawan secara real time. Itulah Digital Collaborating,” jelas Meijer.
Dengan menggunakan metode digital collaborating, pekerjaan bisa lebih cepat selesai, sebab masing-masing bagian tidak perlu saling menunggu rampung satu sama lain. Peningkatkan kecepatan kerja artinya meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Hal kelima, teknologi yang perlu disiapkan perusahaan adalah penggunaan teknologi Digital Twins. Teknologi Digital Twins adalah kemampuan teknologi untuk mengkloning atau membuat kembaran data digital dari kegiatan fisik nyata.
Meijer mengambil contoh di perusahaan manufaktur yang punya lini produksi nyata. Dengan digital twins, perusahaan bisa melakukan simulasi pengembangan produk dari kembaran produk itu dalam versi digital.
“Jadi misalkan produk itu mau diubah warnanya, kira-kira jadi seperti apa ya? Atau kecepatan produksinya ditingkatkan, apakah produk itu bisa bertahan? Dalam digital twin, perusahaan bisa melihat simulasi pengembangan produk dari kembaran digitalnya,” ujar Meijer.
Dengan mengembangkan digital twin, perusahaan bisa menghemat uang untuk pengembangan produk. Sebab, konsep perubahan produk bisa dilihat secara simulasinya terlebih dahulu melalui komputer, ketimbang langsung dicoba nyata di lapangan. Bila pengembangan produk sudah final, baru produksi bisa sungguh-sungguh dilakukan.
Meijer mengatakan, perusahaan-perusahaan harus mulai mempersiapkan diri dengan mulai menerapkan sistem-sistem teknologi itu di perusahaannya. Sebab, perusahaan-perusahaan dunia sudah mulai menerapkan sistem-sistem ini.
“Supaya perusahaan di dalam negeri ini tidak ketinggalan dibandingkan perusahaan dunia,” ujar Meijer.
Kekuatan informasi
Baik Meijer maupun Dino menyimpulkan, semua upaya perusahaan tadi dalam mengembangkan teknologi itu berujung pada satu hal itu memperoleh informasi. Dengan informasi, perusahaan bisa mengambil keputusan yang tepat untuk perusahaannya.
“Saat ini informasi adalah kekuatan yang sebenarnya,” ujar Dino.
Saat ini informasi adalah kekuatan yang sebenarnya
Dia mencontohkan, transportasi daring misalnya yang setiap pagi atau pun petang selalu dipesan oleh karyawan komuter. Setiap pemesanan pengemudi akan tercatat di database perusahaan transportasi daring, baik lokasi penjemputan dan lokasi pengantaran hingga jam pemesanan.
“Artinya perusahaan itu sudah bisa memprediksi pergerakan orang-orang itu. Menjelang pemesanan itulah, perusahaan-perusahaan transportasi daring itu mengirim email soal promo agar konsumen memilih pemesanan pengemudi dari perusahannya bukan dari kompetitor,” ujar Dino.
Informasi menjadi barang berharga saat ini juga diamini oleh Fernandes maupun Tahir. Dalam pengalaman bertahun-bertahun di dunia usaha, mereka akan mencari data terkait sebelum mengambil keputusan perusahaan.