WASHINGTON, SABTU — Penyelidik khusus Amerika Serikat untuk kasus dugaan intervensi Rusia pada Pemilu Presiden AS 2016 secara resmi mendakwa 13 warga Rusia. Mereka dinyatakan melakukan propaganda dan konspirasi spionase guna mendongkrak dukungan kepada Donald Trump, sekaligus menggembosi dukungan kepada Hillary Clinton saat kampanye.
Dalam dokumen dakwaan setebal 37 halaman yang dirilis Jumat (16/2) waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB, diuraikan aksi warga Rusia itu meliputi, antara lain, penyebaran pesan-pesan daring yang memecah belah dengan menggunakan identitas palsu, bepergian ke 10 negara bagian di AS untuk mengumpulkan data intelijen, dan menggelar unjuk rasa-unjuk rasa politik dengan menyamar sebagai warga AS.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyebut tudingan itu ”omong kosong”. ”Jadi, selama kami tidak melihat fakta, semua omong kosong,” ujar Lavrov pada Konferensi Keamanan Muenchen, Sabtu.
Dalam berkas dakwaan yang disusun tim pimpinan Robert Mueller itu disebutkan, operasi untuk mengganggu AS dilakukan sejak 2014. Tujuannya memicu perpecahan masyarakat dan memengaruhi politik AS, termasuk Pilpres 2016.
Mueller menuding, sejak pertengahan 2016, operasi yang dipimpin Yevgeny Prigozhin itu berfokus menaikkan citra Trump dan menjelekkan lawannya, termasuk Hillary yang diusung Demokrat. Prigozhin dinyatakan sebagai orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia disebut mengelola perusahaan katering untuk Kremlin.
Prigozhin, seperti dilaporkan kantor berita Rusia, RIA Novosti, menganggap enteng tuduhan tersebut. ”Orang Amerika sangat mudah dipengaruhi. Mereka hanya melihat apa yang diinginkan. Saya menghormati mereka. Saya tidak marah, saya masuk dalam daftar itu. Kalau mereka ingin melihat setan, biarlah mereka lihat sendiri,” ujarnya.
Ratusan orang
Operasi Prigozhin disebut melibatkan ratusan orang dan menghabiskan jutaan dollar AS. Penyelidik menuding tiga perusahaan terlibat. Para pelaku berpura-pura sebagai warga AS. Mereka mengunggah aneka pesan yang memecah-belah warga di berbagai media sosial, seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan Instagram.
Unggahan-unggahan itu lalu dicuit ulang oleh dua putra Trump, Eric Trump dan Donald Trump Jr. Sejumlah petinggi dalam tim sukses Trump juga melakukan hal serupa.
Kelompok Prigozhin dituduh berhubungan dengan para anggota tim sukses Trump yang tidak waspada pada tujuan kegiatan ilegal itu. Tujuan operasi kelompok itu adalah menebar kekacauan dalam sistem politik AS. ”Dalam dakwaan, tidak ada tuduhan, ada warga AS terlibat dalam kegiatan ilegal itu,” ujar Wakil Jaksa Agung AS Rod Rosenstein.
Dakwaan ini mengingatkan warga bahwa sesuatu yang muncul di internet tidak selalu fakta
Tidak ada juga tuduhan apakah operasi itu mengubah hasil pemilihan. ”Dakwaan ini mengingatkan warga bahwa sesuatu yang muncul di internet tidak selalu fakta,” ujar Rosenstein.
Dalam dakwaan disebutkan, kelompok itu bermarkas di kampung halaman Putin di Saint Petersburg, Rusia. Sebagian anggota tim disebar ke beberapa negara bagian di AS untuk mengumpulkan informasi, antara lain ke Nevada, California, New Mexico, Colorado, Illinois, Texas, Georgia, New York, dan Michigan. Negara bagian yang disambangi adalah wilayah penting dalam pemilu.
Kelompok politik di Texas, AS, disebut mengarahkan tim itu agar fokus di negara yang menjadi arena pertarungan Demokrat dengan Republik. Bukan ke daerah yang sudah jelas didominasi Demokrat atau Republik.
Kelompok itu juga menyelenggarakan unjuk rasa mendukung Trump di Florida, New York, dan North Carolina. Akan tetapi, fokus utama mereka adalah memproduksi materi kampanye yang menjelekkan Hillary dan dua bakal calon presiden dari Republik, Ted Cruz dan Marco Rubio.
Dakwaan menyebutkan, mereka juga membeli iklan di media sosial dan di berbagai laman internet. Lewat iklan-iklan itu, mereka secara terbuka mendukung pencalonan Trump dan menjelekkan Hillary. Dalam iklan lain, mereka mengajak warga kulit hitam dan Muslim untuk tidak memilih. Mereka juga mengembuskan berita soal adanya pemilih palsu di sejumlah negara bagian.
”Perang informasi”
Dalam konferensi pers, Rosenstein mengatakan, para terdakwa diduga menjalankan ”apa yang mereka sebut perang informasi melawan AS, dengan tujuan untuk menebar ketidakpercayaan terhadap para kandidat dan sistem politik secara umum.”
Orang-orang Rusia itu secara tidak sah mencuri nomor-nomor keamanan sosial dan tanggal kelahiran warga AS untuk membuka akun pada platform digital berbayar, PayPal, dan mengunggah pesan di media sosial dengan menggunakan identitas palsu.
Untuk menguatkan pengaruh operasinya, kelompok Prigozhin dituduh membeli nomor jaminan sosial dan rekening di AS. Dalam berkas terpisah, Mueller mendakwa warga AS, Ricardo Pinedo, yang disebut menjual nomor itu kepada kelompok Prigozhin.
Menanggapi dakwaan tersebut, Presiden Donald Trump menyebut dakwaan itu sebagai pemulihan nama baik tim suksesnya. ”Rusia memulai operasi anti-AS pada 2014, jauh sebelum saya mengumumkan akan maju di pilpres. Hasil pemilihan tidak terdampak. Tim sukses Trump tidak melakukan kesalahan. Tak ada kolusi,” tulisnya di Twitter.
Sebelumnya, Trump berulang-ulang menyebut tuduhan intervensi Rusia sebagai kabar bohong dengan tujuan menggugurkan kemenangannya. Dakwaan tim penyelidik khusus itu tidak secara khusus membahas peretasan pada sejumlah surel kubu Demokrat. Dakwaan itu juga tidak menyiratkan adanya upaya tim sukses Trump untuk secara sengaja berhubungan dengan kelompok Rusia tersebut.
Namun, beberapa mantan petinggi tim sukses Trump, termasuk manajer tim Paul Manafort dan Penasihat Keamanan Nasional AS Michael Flynn, telah didakwa.
Hingga kini, tidak ada satu pun dari 13 warga Rusia itu ditahan AS dan kemungkinan tidak akan diserahkan Rusia. ”Ada 13 orang mengintervensi Pemilu AS? Absurd? Ya. Akan tetapi, ini fakta politik modern AS,” tulis Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova di Facebook. (AP/AFP/REUTERS/RAZ)